Headline
Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.
Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.
POLEMIK pemungutan royalti oleh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) yang menyasar berbagai pelaku usaha seperti restoran dan hotel menjadi kontroversi lantaran terjadi simpang siur mekanismenya.
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) pun angkat bicara mengenai kisruh royalti yang saat ini turut memengaruhi pola operasi usaha restoran dan hotel. Ketua Umum PHRI Haryadi B Sukamdani setidaknya membeberkan ada tiga masalah utama.
“Selama perjalanan Undang-Undang Hak Cipta 2014, memang terjadi banyak masalah. Dalam pembentukan undang-undang tersebut, penyerapan aspirasi pemangku kepentingan juga kurang maksimal. Agak sedikit tertutup. Sehingga pada saat pembentukan UU, tidak melibatkan aspirasi pihak yang puna keterkaitan, jadi tidak maksimal,” kata Ketua Umum PHRI Haryadi B Sukamdani saat dijumpai Media Indonesia di kantornya, di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat, Rabu, (13/8).
Di Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 tercatat, hal yang paling krusial adalah peran LMK dan LMKN yang merupakan pemegang mandat dari para pencipta lagu/musisi. Namun, Haryadi menilai hingga saat ini, pendistribusian royalti tidak efektif.
“Mereka memakai sistem blanket. Waktu itu saya juga sudah sampaikan. Kelihatannya dengan model blanket akan timbulkan reaksi yang negatif dari sisi penerima hak tersebut,” ungkap Haryadi.
Selain itu, Haryadi juga menyoroti ruang lingkup royalti. Karya-karya mana saja yang bisa dikutip royalti oleh LMK dan LMKN. Bahkan, hingga saat ini, pada periode LMKN sebelumnya Haryadi melihat ada kebingungan dari komisioner LMKN untuk menetapkan karya-karya seperti lagu nasional dan lagu daerah yang telah menjad public domain, juga turut dipungut royalti.
“Cakupannya tidak jelas.”
“Dari sisi transparansi, jadi tidak clear, ini lembaga yang mengambil dana publik tapi tidak dilaporkan secara terbuka,” lanjutnya.
Ia juga melihat, secara besaran tarif royalti yang ditetapkan, juga masih menjadi masalah.
“Tatif ini tentunya sangat bervariasi dan sangat lebar menurut persepsi orang. Ada misalnya saya ambil contoh resto, dipungut rata Rp120 ribu per kursi. Apakah itu mewakili penerimaan dari seluruh pengguna atau tidak, itu juga jadi pertanyaan.” (M-3)
Polemik pemungutan royalti oleh LMK dan LMKN yang menyasar berbagai pelaku usaha seperti restoran dan hotel menjadi kontroversi.
Ketua BPKN RI, Mufti Mubarok, menegaskan kebijakan ini perlu diatur secara transparan dan akuntabel.
Menurut drummer The Adams, Gigih, aturan royalti bagus diterapkan untuk melindungi dan mengapresiasi karya serta pemilik karyanya.
LMKN memiliki mandat utama untuk menarik, menghimpun, dan mendistribusikan royalti atas penggunaan lagu dan/atau musik.
KEMENTERIAN Hukum resmi melantik Komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) periode 2025–2028, menyusul berakhirnya masa jabatan Komisioner periode sebelumnya
Polemik pemungutan dan pendistribusian royalti yang memunculkan polemik antara pemilik hak cipta dan pelaku usaha. Velodiva jadi platform yang bisa menjembatani
KETUA Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya merespons polemik hak royalti untuk pemutaran lagu di ruang publik. Ia meminta semua pihak mengedepankan falsafah Pancasila dan tidak saling serang.
KEMENTERIAN Hukum (Kemenkum) menyebut beban royalti musik akan diberikan kepada pencipta karya, bukan sebagai pajak atau cukai yang dikumpulkan untuk negara.
POLEMIK soal royalti lagu yang kini menimbulkan kegelisahan di kalangan pelaku usaha seperti pemilik kafe dan restoran mendapat perhatian dari pemerintah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved