Headline

Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.

Fokus

Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.

Guru Ngaji Perkosa Murid di Karawang, DPR : Menikahkan Korban dengan Pelaku Bentuk Kekerasan Lanjutan

Ihfa Firdausya
30/6/2025 08:10
Guru Ngaji Perkosa Murid di Karawang, DPR : Menikahkan Korban dengan Pelaku Bentuk Kekerasan Lanjutan
ilustrasi(freepik)

ANGGOTA Komisi VIII DPR RI Selly Andriany Gantina menyoroti kasus kekerasan seksual berujung damai di Karawang, Jawa Barat. Pada April lalu, N, mahasiswa 19 tahun di Karawang, diperkosa oleh J, guru ngaji yang masih kerabat korban.

Polsek Majalaya, Kabupaten Karawang menerima aduan tersebut tidak meneruskan laporan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Karawang. Pihak polsek malah memediasi korban dan pelaku untuk berdamai. Dengan berbagai tekanan, korban justru dinikahkan dengan pelaku. Sehari kemudian, pelaku menceraikan korban.

"Saya menilai apa yang terjadi di Karawang adalah bukti ketidakpemahaman aparat penegak hukum. Merujuk dari UU No 12 Tahun 2022 tentang TPKS, praktik menikahkan pelaku pemerkosaan dengan korban adalah bentuk kekerasan lanjutan yang tidak dapat dibenarkan dari sudut hukum, moral, maupun kemanusiaan," katanya kepada Media Indonesia, Senin (30/6).

UU TPKS, lanjutnya, telah secara tegas menyatakan bahwa korban kekerasan seksual berhak atas perlindungan, pemulihan, dan keadilan. Memaksa atau membujuk korban untuk menikah dengan pelaku justru merupakan bentuk pengabaian terhadap hak-hak korban dan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana baru.

"Kemudian pada Pasal 15 huruf f UU TPKS disebutkan secara jelas bahwa korban berhak terbebas dari tekanan untuk dinikahkan dengan pelaku. Hal itu kemudian diperkuat dalam Pasal 66, disebutkan bahwa siapa pun yang memaksa atau membujuk korban untuk menikah dengan pelaku dapat dikenai sanksi hukum," paparnya.

Selly mengatakan praktik tersebut juga mencederai semangat keadilan restoratif yang berpihak pada korban. "Menikahkan korban dengan pelaku bukan solusi, justru menambah trauma yang mendalam, memperkuat budaya patriarki, dan melemahkan upaya penegakan hukum atas kekerasan seksual," tegas politisi PDI Perjuangan itu.

Untuk itu, ia menyerukan empat hal :

1. Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku pemerkosaan, tanpa kompromi atas nama adat, keluarga, atau stigma sosial.
2. Peningkatan perlindungan dan pemulihan psikologis bagi korban, termasuk dukungan dari aparat penegak hukum, tenaga medis, dan pendamping hukum.
3. Edukasi publik secara masif, untuk menghapus stigma terhadap korban dan menghentikan praktik menyesatkan yang melanggengkan kekerasan.
4. Evaluasi terhadap aparat atau tokoh masyarakat yang terlibat membujuk atau memfasilitasi pernikahan antara pelaku dan korban.
5. Usut dan berikan sanksi tegas kepada aparat penegak hukum yang terlibat dalam kasus ini. 

"Sejatinya, kami dari Komisi VIII Fraksi PDI Perjuangan berkomitmen mengawal implementasi UU TPKS secara maksimal dan mendukung segala bentuk perlindungan bagi korban kekerasan seksual. Korban harus dipulihkan, pelaku harus dihukum. Bukan sebaliknya," pungkasnya. (H-4)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indriyani Astuti
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik