Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Cegah ADB, Pemerintah Genjot Industri Susu Tanah Air

Basuki Eka Purnama
16/6/2025 10:32
Cegah ADB, Pemerintah Genjot Industri Susu Tanah Air
Ilustrasi(Freepik)

ANEMIA Defisiensi Besi (ADB) masih menjadi ancaman kesehatan anak yang belum disadari oleh masyarakat luas. Tidak main-main, ADB pada anak mengakibatkan anak menjadi lesu, konsentrasi terganggu hingga dapat memicu gangguan neurologi, seperti Restless legs syndrome atau sindrom kaki gelisah.

Bahkan, dalam kondisi lanjut, ADB membuat anak mengalami Pica, yaitu kondisi ketika anak memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan yang tidak memiliki gizi atau benda yang bukan makanan. Misalnya es batu, tanah, kapur dan benda-benda lainnya yang ada di sekitar kita.

Dokter spesialis anak Arief Rahman mengatakan orangtua harus sigap jika terdapat indikasi mengalami gangguan makan PICA pada anaknya. 

Sebab, gangguan makan pica dapat membuat anak mengonsumsi makanan tak lazim yang dapat berbahaya bagi anak.

“Jika anak kita suka makan yang aneh-aneh, coba dicek deh. jangan-jangan Anemia Defisiensi Besi,”  kata dr. Arief.

ADB pada anak terjadi bila anak tidak mendapatkan asupan zat besi yang cukup melalui makanan. Jika pola makan yang rendah zat besi menjadi kebiasaan, tubuh tidak mendapatkan cukup bahan baku untuk memproduksi sel darah merah yang sehat. 

Karena itu, memastikan anak mengonsumsi makanan tinggi protein seperti daging, telur, sayuran hijau dan susu pertumbuhan yang mengandung mikronutrien diperlukan untuk mencegah ADB pada anak.

Sayangnya, mengonsumsi makanan tinggi protein dalam porsi yang cukup setiap hari belum menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia. Menu harian anak-anak biasanya didominasi nasi dan lauk seadanya. 

Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2022 mencatat konsumsi protein per kapita masyarakat sangat rendah, yaitu hanya 9,58 gram untuk kelompok ikan/ udang/ cumi/ kerang. Sementara untuk konsumsi daging hanya 4,79 gr dan hanya 3,37 gr untuk konsumsi telur dan susu.

Bila dibandingkan dengan konsumsi protein hewani negara-negara di Asia, Indonesia berada pada urutan terendah. Inilah yang menyebabkan Indonesia masih menghadapi banyak persoalan tumbuh kembang anak, seperti ADB, malnutrisi hingga stunting.

Minim Kebiasaan Konsumsi Protein Hewani dalam Jumlah yang Cukup Pemicu ADB

Pendiri Health Collaborative Center (HCC) Ray Wagiu Basrowi mengatakan, kekurangan zat gizi mikro seperti zat besi telah terbukti mempengaruhi tumbuh kembang anak secara signifikan. 

“Masalah kesehatan ini saling terkait dan berakar dari satu hal mendasar, yaitu terbatasnya akses terhadap makanan bergizi lengkap, salah satunya adalah susu,” kata Ray.

Pentingnya susu untuk pencegahan ADB pada anak, dikatakan Ray mengingat konsumsi protein hewani dalam jumlah yang cukup masih menjadi barang mahal. Sementara, susu dapat menjadi solusi gizi yang strategis karena dirancang mengandung  zat besi, vitamin C, vitamin D, dan zinc.

“Susu pertumbuhan dapat menyediakan kandungan protein berkualitas dan zat gizi mikro yang sangat dibutuhkan anak pada masa emas pertumbuhan,” ucap Ray.

Sayangnya, konsumsi susu di Indonesia masih sangat rendah, hanya sekitar 16 liter per orang per tahun, jauh dibawah negara tetangga seperti Malaysia (50,9 liter) atau bahkan Vietnam (20,1 liter). 

Hal ini menunjukkan bahwa fondasi gizi anak-anak Indonesia masih sangat rapuh. Perlu ada intervensi kebijakan yang lebih serius untuk menjadikan susu pertumbuhan sebagai bagian dari solusi nasional.

Beberapa negara maju menunjukkan keberhasilan dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia lewat konsumsi susu yang tinggi. Belanda mencatat konsumsi susu lebih dari 300 liter per kapita per tahun dan memiliki performa pendidikan dasar terbaik di Eropa. 

Sementara Jepang dan Korea Selatan sukses menurunkan anemia serta meningkatkan pertumbuhan anak lewat kebijakan susu sekolah yang berkelanjutan.

“Konsumsi susu sangat erat hubungannya dengan potensi pembangunan kebangsaan,” ucap Ray.

Senada dengan Ray, Dokter Spesialis Penyakit Dalam Sukiman Rusli  mengatakan bahwa inovasi dalam teknologi pangan juga menjadi kunci penting dalam menanggulangi anemia defisiensi besi, khususnya pada anak. 

Ia menjelaskan bahwa produk susu terutama susu pertumbuhan sudah mulai terfortifikasi berkat berkembangnya teknologi yang memungkinkan penyerapan zat besi secara lebih optimal.

“Salah satu kemajuan teknologi terbaru adalah pengembangan Iron C, bentuk zat besi yang lebih mudah diserap oleh tubuh terutama bila dikombinasikan dengan vitamin C,” ujar Sukiman.

Kehadiran susu pertumbuhan terfortifikasi, tak hanya menawarkan manfaat nutrisi lengkap, namun juga hadir dengan prinsip halal dan thayyib. Halal berarti diperoleh melalui proses yang sah secara syariah, sementara thayyib berarti baik dan aman dikonsumsi, serta memberikan manfaat bagi tubuh.

“Susu fortifikasi dengan kandungan zat besi, vitamin, dan mineral lengkap bisa menjadi pendukung tumbuh kembang anak, apalagi jika didampingi pola makan bergizi dan gaya hidup sehat,” tutur dr. Sukiman.

Memacu Pertumbuhan Industri Susu Tanah Air

Dosen Fakultas Peternakan (Fapet) IPB University Iyep Komala menyebut rendahnya konsumsi susu di Indonesia tidak hanya disebabkan oleh faktor ekonomi, tetapi juga oleh budaya minum susu yang belum kuat. Misalnya, banyak anggapan susu menyebabkan sakit perut, padahal itu hanya terjadi pada sebagian kecil anak yang mengalami intoleransi laktosa.

“Budaya minum susu ini seharusnya menjadi kebiasaan baik. Tapi perlu edukasi kepada orang tua tentang manfaatnya. Saat ini banyak yang masih berpikir minum susu bikin sakit perut, padahal itu hanya terjadi pada sebagian kecil yang lactose intolerant,” jelasnya.

Namun, membangun budaya saja tidak cukup jika tidak didukung oleh ketersediaan dan keterjangkauan susu secara merata. Berdasarkan catatan, Indonesia masih sangat bergantung pada impor susu, yang pada 2024 mencapai 83%.

Iyep menjelaskan bahwa produksi susu lokal menurun tajam akibat wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang melanda sejak 2020. Ribuan sapi perah mati atau tidak lagi produktif, dan jumlah peternak rakyat juga terus menurun. “Semenjak wabah PMK, impor kita semakin meningkat,” katanya.

Tidak hanya itu, struktur distribusi yang panjang dan tidak efisien menyebabkan harga susu di pasaran menjadi jauh lebih mahal dibanding harga beli dari peternak. 

Akibatnya, konsumen harus membayar lebih mahal, sementara peternak tetap tidak sejahtera. 

“Rantai distribusi susu di Indonesia terlalu panjang, dan tiap mata rantai punya kepentingannya sendiri. Ini membuat harga di tingkat konsumen tinggi,” ungkapnya.

Menyusul program strategis nasional Makan Bergizi Gratis (MBG) yang telah dimulai sejak Januari lalu, dorongan terhadap pertumbuhan sektor dairy atau industri pengolahan susu di Indonesia semakin gencar. 

Laman Indonesia.go.id menyebutkan, susu menjadi satu-satunya komponen bahan makanan yang layak diperhatikan. Sebab, susu merupakan sumber nutrisi seimbang yang dibutuhkan oleh tubuh.

Karena itu, Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza berharap industri pengolahan susu dapat menghadirkan produk susu yang dibutuhkan dan dapat dinikmati masyarakat luas untuk dapat mendongkrak konsumsi susu nasional. Ia juga mengakui, kesadaran masyarakat akan pentingnya susu sebagai sumber protein menjadi tantangan.

“Ya memang, pertama soal kesadaran bahwa susu itu bagian dari protein yang dibutuhkan masyarakat untuk pertumbuhan,” terang faisol. 

Lebih lanjut, Faisol juga meyakini, pasar produk susu di Indonesia akan terus tumbuh. Karena itu, ia meminta industri pengolahan susu mempersiapkan diri sebaik mungkin, demi memastikan ketersediaan sumber pangan bergizi yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat Indonesia.

Dengan memastikan kemudahan akses terhadap sumber gizi, diyakini kesehatan masyarakat meningkat, prevalensi stunting dan ADB menurun serta terwujud SDM unggul yang dapat menggerakkan ekonomi masyarakat dan menurunkan angka kemiskinan. (Z-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya