Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Greenpeace dan Walhi Sebut Operasi Tambang di Raja Ampat Industri Masih Langgar Aturan

M Iqbal Al Machmudi
11/6/2025 13:24
Greenpeace dan Walhi Sebut Operasi Tambang di Raja Ampat Industri Masih Langgar Aturan
Foto udara sejumlah warga menggunakan perahu mesin memanen sumer daya laut saat Tradisi Buka Sasi di Perairan Misool, Raja Ampat(ANTARA FOTO/Bayu Pratama S)

GREENPEACE Indonesia menilai masih beroperasinya pertambangan nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya tidak selaras dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 53 Tahun 2020 tentang Penatausahaan Izin Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan Perairan di Sekitarnya dalam Rangka Penanaman Modal Asing dan Rekomendasi Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dengan Luas Di Bawah 100 Km2.

"Pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) empat dari lima usaha tambang memang langkah besar. Tapi satu-satunya usaha tambang yang masih beroperasi berada di pulau-pulau kecil sehingga masih bertentangan Permen KKP 53 Tahun 2020," kata Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Iqbal Damanik saat dihubungi, Rabu (11/6).

Menurutnya hal itu menjadi cerminan bentuk buruk dari kebijakan dimana selalu pro industri ekstraktif tetapi sayangnya secara aturan masih melanggar aturan. 

"Jadi bukan persoalan pertambangan berada di dalam wilayah pariwisata atau tidak tapi kondisi ini sudah melanggar aturan yang kita tahu bah aturan menyebut tidak boleh upnormally dangerous activity," ungkapnya.

Hal senada juga diungkapkan Wahana Lingkungan Indonesia (Walhi) kebijakan pemerintah yang hanya mencabut 4 IUP miliki PT Anugerah Surya Pratama, PT Mulia Raymond Perkasa, PT Kawei Sejahtera Mining, dan PT Nurham dan menyisakan PT Gag Nikel yang masih beroperasi muncul pertanyaan.

"Pemerintah masih membiarkan PT Gag Nikel, anak usaha PT Antam Tbk, untuk tetap beroperasi dengan luas wilayah 13.136 hektar. Kebijakan ini patut dipertanyakan. Meskipun pencabutan empat izin tambang merupakan langkah yang positif, kenyataan bahwa PT Gag Nikel tetap diizinkan beroperasi di pulau kecil menunjukkan sikap setengah hati pemerintah dalam melindungi ekosistem Raja Ampat," kata Kepala Divisi Kampanye WALHI, Fanny Tri Jambore dihubungi terpisah.

Seharusnya, berdasarkan regulasi yang ada, tidak boleh ada aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil yang berpotensi merusak lingkungan.

Pertambangan di pulau-pulau kecil merupakan ancaman bagi ekologi dan kehidupan masyarakat. Pulau-pulau kecil memiliki daya dukung dan daya tampung lingkungan yang sangat terbatas. Operasi pertambangan tidak hanya menghancurkan ekosistem darat tetapi juga mengancam kehidupan bawah laut yang menjadi sumber ekonomi dan pangan bagi masyarakat setempat. 

"Pulau Gag, misalnya, telah mengalami degradasi ekosistem akibat operasi pertambangan. Pada 2021, warga melaporkan bahwa ikan-ikan yang dulu berlimpah di sekitar Pulau Gag kini menghilang. Wilayah pesisir yang dulu disebut sebagai sarang ikan kini berubah menjadi dermaga bongkar muat material nikel," ungkapnya.

Debu dari aktivitas tambang juga membawa dampak buruk bagi kesehatan masyarakat. Angin kencang yang bertiup ke pemukiman, membuat debu beterbangan dan menyebabkan warga mengalami gangguan pernapasan. Keluhan lain yang muncul adalah kekhawatiran penyakit kulit akibat pencemaran air laut. 

Sementara itu, Pulau Kawe, yang luasnya kurang dari 50 kilometer persegi, juga menghadapi ancaman serupa. Pulau ini berdekatan dengan kawasan Suaka Alam Perairan Waigeo Sebelah Barat, rumah bagi ekosistem laut yang kaya. 

"Aktivitas pertambangan lama-kelamaan akan menggerus keberadaan Pulau Kawe, yang seharusnya dilindungi karena posisinya yang strategis dalam ekosistem Raja Ampat," pungkasnya. (Iam/M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya