Headline

Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Dukung Usulan Dedi Mulyadi Soal Jam Malam Pelajar, P2G Tolak Sekolah Masuk Jam 6 Pagi

Despian Nurhidayat
03/6/2025 13:30
Dukung Usulan Dedi Mulyadi Soal Jam Malam Pelajar, P2G Tolak Sekolah Masuk Jam 6 Pagi
KOORDINATOR Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim.(Dok. Antara)

KOORDINATOR Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, menilai kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi menetapkan jam malam pelajar mulai pada pukul 21.00 malam sebagai langkah konkret dan antisipatif untuk memberikan ruang positif bagi tumbuh kembang psikologis anak.

“Penerapan jam tidur atau larangan aktivitas bagi anak di atas pukul 9 malam juga membangun tanggung jawab keluarga dalam mendidik dan membimbing anak. Akan terbangun ruang belajar mandiri di rumah, nilai-nilai keluarga untuk saling berbincang di waktu tersebut. Bahkan kebijakan ini sebagai wujud implementasi riil atas kebijakan Kemdikdasmen mengenai 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat, diantaranya adalah Tidur Cepat dan Gemar Belajar,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Selasa (3/6).

“Agar anak-anak tidak melakukan kegiatan begadang yang akan mengganggu tumbuh kembang mereka, tidak melakukan tindakan negatif lainnya yang akan mengganggu waktu belajar dan istirahat sehingga mendapatkan kualitas hidup dan kesehatan prima karena jam tidurnya cukup dan berkualitas. Jam tidur ideal secara medis sekitar 8 - 10 jam (usia 13-18 tahun), 9 - 12 jam (usia 6 - 12 tahun),” lanjut Satriwan.

Namun sebaliknya, Satriwan menambahkan bahwa kebijakan masuk sekolah jam 6 pagi di Jawa Barat justru kontraproduktif dengan tujuan membangun kualitas hidup dan tumbuh kembang anak.

Berbagai riset atau kajian ilmiah menunjukkan bahwa dampak negatif kurang tidur adalah anak akan sulit berkonsentrasi, penurunan daya ingat, gangguan metabolisme tubuh, sarapan bisa terlewatkan, kelelahan, kecemasan, bahkan penurunan prestasi akademik.

“Berikutnya adalah kebijakan masuk sekolah pukul 6 pagi Jabar ini di luar kelaziman internasional, Malaysia, Cina, Amerika Serikat rata-rata masuk sekolah sekitar 7.30 pagi. Sedangkan India, Inggris, Rusia, Kanada, Korea Selatan masuk sekolah pukul 8.00 pagi. Lalu Singapura dan Jepang masuk pukul 8.30 pagi. Semuanya dengan skema belajar 5 hari atau Senin - Jumat. Artinya negara-negara maju rata-rata masuk sekolah lebih siangan,” ujar Satriwan.

Pada 2023 lalu Provinsi NTT pernah mencoba menerapkan kebijakan masuk sekolah pukul 5 pagi, setelah uji coba dan evaluasi di sekolah lalu direvisi menjadi pukul 5.30 pagi, dan pada akhirnya kembali menerapkan masuk sekolah pukul 7 pagi setelah Pemprov melakukan evaluasi komprehensif termasuk mendengarkan masukan berbagai pihak.

Dalam penerapan jam masuk sekolah lebih pagi banyak kesulitan dalam implementasi. Seperti akses ke sekolah yang jauh dari rumah siswa dan guru. Ketidaktersediaan kendaraan umum pada jam berangkat sekolah. Risiko keamanan bagi siswa dalam keberangkatan, karena kondisi jalan sepi atau langit masih gelap. Guru dan orangtua siswa merasa lebih terbebani karena harus menyiapkan sarapan dan bekal lebih awal.

“Bagi orangtua yang punya anak cukup banyak, lebih merepotkan lagi sebab harus membagi perhatian penyiapan lebih awal,” tegasnya.

Menurut Satriwan, tujuan Gubernur Jabar agar anak tidak malas, bersemangat ke sekolah, dan gemar belajar dengan mempercepat jam masuk sekolah sebenarnya tidak langsung berkorelasi satu sama lain.

Justru membangun kualitas pembelajaran itu terletak dalam ekosistem pembelajaran di sekolah, pola asuh di rumah, bagaimana guru mampu membangun ruang belajar berkualitas, aman, nyaman, sehat, dialogis, konstruktif, dan berpusat pada peserta didik. Akan percuma masuk terlalu pagi, tapi kualitas pembelajaran masih rendah.

Dengan skema belajar 5 hari sekolah berdasarkan Perpres No. 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) ditambah masuk terlampau pagi dan pulang lebih sore, anak bisa saja melampiaskan kelelahan di sekolah itu pada hari Sabtu dan Minggu dengan aktivitas yang negatif dan destruktif seperti nongkrong, tawuran, dan bentuk pelampiasan lainnya. Ini semua harus diantisipasi oleh semua pihak.

Sementara itu tantangan pendidikan di Jawa Barat cukup berat. Dari data Kemendikdasmen memperlihatkan anak tidak sekolah di Jabar mencapai 660.447 anak di antaranya yang dropout sebanyak 164.631 anak. Bahkan Jawa Barat berada di urutan pertama nasional angka putus sekolah di jenjang SD.

“P2G menilai kebijakan pendidikan oleh KDM selama ini belum berdasarkan evidence based policy dan research based policy. Sehingga rapuh secara konseptual dan rentan untuk berubah secara drastis karena tidak kuat. Yang dibangun pun bukan kekuatan birokrasi di bawah melainkan personal KDM sebagai gubernur tentu ini menjadi problematika sendiri dalam internal birokrasi daerah. P2G merasa kebijakan pendidikannya lebih banyak didasarkan pada ide spontanitas, bukan yang terencana dan sistematis sebagaimana konsep dasar pendidikan itu sendiri,” tandasnya.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya