Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
Anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. R. Mahesa Suryanagara mengatakan bahwa Indeks Perkembangan Anak Usia Dini atau Early Childhood Development Index (ECDI) dan indikator stunting memiliki irisan, namun tidak identik.
“Stunting secara teknis mengukur pertumbuhan linier anak berdasarkan tinggi badan menurut usia, yang menjadi indikator utama kekurangan gizi kronis. Sedangkan ECDI adalah ukuran yang lebih luas dan menyeluruh, mencakup dimensi fisik, kognitif, sosial-emosional, hingga kesiapan belajar anak usia dini. Jadi, meskipun stunting dapat mempengaruhi capaian ECDI, indikator ECDI tidak dapat disamakan sebagai representasi stunting semata,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Kamis (15/5).
Lebih lanjut, dr. Mahesa menambahkan bahwa menggunakan ECDI sebetulnya juga tidak serta-merta mengaburkan capaian pengentasan stunting, namun justru dapat memperkuat pemahaman tentang kualitas tumbuh kembang anak secara holistik.
“Namun, memang perlu kehati-hatian dalam komunikasi publik dan pengambilan kebijakan agar tidak terjadi substitusi antara indikator. ECDI dan stunting harus dilihat sebagai dua alat ukur yang saling melengkapi, stunting mengindikasikan dimensi fisik akibat kekurangan gizi, sedangkan ECDI mengukur hasil akhir dari investasi multisektor pada anak,” tegas dr. Mahesa.
Menurutnya, masalah stunting belum mudah diselesaikan karena merupakan permasalahan struktural yang melibatkan aspek kesehatan, gizi, ekonomi, sanitasi, hingga budaya.
Data prevalensi stunting Indonesia dikatakan memang masih jauh dari target RPJMN 2024 sebesar 14%. Ini menunjukkan bahwa intervensi teknis saja tidak cukup tanpa perbaikan struktural dalam layanan dasar dan perlindungan sosial yang berkelanjutan.
“Solusi jangka panjang menurut saya menuntut pendekatan lintas sektor, dimulai dari masa remaja, kehamilan, hingga 1.000 Hari Pertama Kehidupan. Edukasi gizi, sanitasi layak, peningkatan literasi ibu, dan layanan kesehatan primer yang tangguh. Di sinilah pentingnya mempertahankan kedua indikator yaitu ECDI dan stunting agar kita tidak hanya mengejar tinggi badan anak, tetapi juga memastikan masa depan mereka berkembang secara utuh yaitu fisik, mental, dan sosial,” tandasnya. (H-1)
ANGGOTA Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto menilai program Makan Bergizi Gratis (MBG) dinilai belum menunjukkan efektivitas dalam menurunkan angka stunting.
MENTERI Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN Wihaji memaparkan ada 4 tantangan untuk menurunkan stunting saat ini.
Pemerintah Kota (Pemkot) Depok terus mengampanyekan zero new stunting.
Menurut Dikdik, inisiatif semacam ini merupakan bagian penting dari strategi pencegahan stunting yang harus dimulai sejak masa kehamilan hingga usia dua tahun pertama anak.
Menteri sebelumnya dijadwalkan menyaksikan proses distribusi Makan Bergizi Geratis (MBG) di Posyandu Lamahora Barat II, Kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur.
Penyerahan bantuan dilakukan bersama Wakil Gubernur NTT Johni Asadoma dan Bupati Rote Ndao Paulus Henuk.
ASUPAN protein hewani merupakan hal yang tidak boleh disepelekan dalam mendukung pertumbuhan anak. Kandungan asam amino lengkap di protein hewani tak bisa digantikan.
Studi AASH mengadopsi pendekatan holistik yang fokus pada pendekatan anak secara menyeluruh.
Susu kambing kaya akan protein yang dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan pesat remaja. Selain itu, kandungan prebiotiknya menyehatkan sistem pencernaan.
Ingin si kecil tumbuh tinggi? Pastikan ia mendapat asupan nutrisi yang lengkap, cukup tidur, dan aktif bergerak.
Jalan kaki dapat memberikan rangsangan pada lempeng pertumbuhan anak yang dapat membuatnya tumbuh tinggi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved