Headline

Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Simfoni Suara-Suara Tak Terdengar, Pementasan Teater Anak Pejuang Kanker

Rany Siahaan
13/2/2025 04:36
Simfoni Suara-Suara Tak Terdengar, Pementasan Teater Anak Pejuang Kanker
Simfoni Suara-Suara Tak Terdengar, pementasan teater yang diisi oleh pejuang kanker anak.(MI/Rany Siahaan)

KANKER merupakan salah satu penyakit serius di dunia. Penyakit ini bisa menyerang siapa saja, termasuk anak-anak. 

Yayasan Anyo Indonesia (YAI) dan Yayasan Cahaya Perempuan & Budaya Indonesia menghadirkan Simfoni Suara-Suara Tak Terdengar, pementasan teater yang diisi oleh pejuang kanker anak untuk mengajak semua pihak peduli terhadap penyakit ini. 

Pementasan teater ini dilakukan oleh YAI yang sudah 13 tahun aktif mengadakan penyuluhan kanker anak di berbagai daerah di seluruh Indonesia. 

YAI menggandeng Yayasan Cahaya Perempuan & Budaya Indonesia untuk menampilkan teater yang akan diisi oleh anak-anak pejuang kanker sebagai metode pendidikan dan penguatan masyarakat. 

“Pementasan teater ini menampilkan para penyintas kanker anak dan orangtua dari penyintas kanker anak. Kami ingin menampilkan suara-suara mereka yang tidak pernah didengar oleh orang dan ingin perlihatkan perjuangan mereka," ujar Pendiri Yayasan Anyo Indonesia (YAI) Pinta Panggabean saat konferensi pers pementasan teater di Jakarta Selatan, Rabu (12/2).

Pementasan teater ini dilakukan dengan cara melihat langsung dan mengamati bagaimana anak-anak pejuang kanker survive untuk kesembuhan mereka. 

“Saya tinggal bersama dengan pejuang kanker anak untuk melihat bagaimana kehidupan mereka dan menumbuhkan kepedulian. Hal ini saya bisa merasakan kekhawatiran seorang ibu tentang penyakit anaknya. Ini menjadi proses kreatif saya untuk membuat pementasan teater ini,” ujar Lena Simanjuntak, pimpinan produksi, sutradara dan penulis naskah Simfoni Suara-Suara Tak Terdengar. 

Salah satu pemain teater, Herri Ketaren menambahkan, pementasan teater ini bisa membagikan kisah keluarga yang mengalami pergumulan karena kanker anak. 

“Saya selama ini awalnya sebagai penonton yang melihat sebuah keluarga mengalami pergumulan yang berat mengenai kanker anak. Yang awalnya menjadi penonton sekarang menjadi peduli kanker anak,” ujar Herri. 

“Proses ini memunculkan kepedulian saya dan banyak sekali pelajaran yang saya ambil. Bagaimana sebuah keluarga mengalami tantangan yang besar dalam jenis-jenis penyakit kanker anak. Dari pementasan ini, saya belajar bagaimana anak-anak pejuang kanker menjadi penguat untuk keluarganya,” sambung Herri. 

Dari hasil pementasan teater ini, YAI dan Yayasan Cahaya Perempuan & Budaya Indonesia mengajak masyarakat untuk mendukung tantangan WHO melalui GICC (Global Initiavite for Childhood Cancer) agar harapan hidup anak-anak penyintass kanker di Indonesia bisa meningkat dari 20% (kondisi saat ini) menjadi 60% pada 2030. (Z-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya