Headline
Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
ATURAN soal penculikan anak oleh orangtua atau parental abduction sebenarnya sudah jelas ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan MK tahun 2024 tentang pasal 330 KUHP menyatakan parental abduction (penculikan anak oleh orang tua kandung) sebagai tindak pidana penculikan.
Sebelum ada putusan MK tersebut, pasal 330 itu ditafsirkan oleh pengadilan bahwa jika yang membawa lari anak tersebut adalah orang tua kandung, itu bukan tindak pidana. Putusan itu menegaskan bahwa aksi parental abduction atau penculikan anak oleh orangtua merupakan tindakan pidana yang bisa diproses hukum.
Namun, aturannya sudah jelas, sayangnya kasus-kasus parental abduction di Indonesia masih banyak yang menemui jalan buntu.
Kasus seperti itu misalnya, dialami Angelia Susanto. Ia sudah 5 tahun terpisah dari anaknya, EJ, yang diculik oleh mantan suaminya, seorang warga negara Filipina.
"Waktu itu umurnya 6 tahun. Dia diculik di atas jembatan Casablanca. Cara mengambilnya kayak mafia banget, gaya banget di Filipina, sering banget anak jalan ke sekolah diculik dengan polisi bersenjata," ujarnya dalam kesempatan yang sama.
Angel bercerita saat itu 30 Januari 2020 jam 6 pagi, mobil yang membawa EJ disetop oleh oknum polisi bermotor besar. Sang Sopir diberhentikan dan disibukkan oleh pertanyaan-pertanyaan polisi.
Kemudian mobil yang tidak dikenal datang. Pengemudinya turun dan langsung mengambil EJ. "Dia ngaku bapaknya. Sopir tidak kenal, tapi supir dibentak oleh polisi untuk supaya tidak melakukan apa-apa. Jadi gaya-gayanya sangat mafia banget," kata Angel.
Sejak itu ia tidak pernah melihat dan mendengar kabar anaknya sama sekali. "Saat ini seharusnya EJ sudah 12 tahun tapi dia sama sekali tidak kontak saya. Jadi saya percaya brainwash itu nyata dan terjadi," ujarnya.
Angel mengaku sudah melewati banyak proses panjang untuk menemukan keberadaan anaknya. Ia saat ini telah mempunyai dua laporan di Polda Metro Jaya, yakni di Unit Remaja, Anak, dan Wanita (Renakta) dan Unit Kejahatan dan Kekerasan (Jatanras).
"Sampai sekarang yang saya dapatkan dari Renakta yang paling maju adalah DPO dan tersangka. Saya hanya mendapatkan setiap kali saya ketemu dengan orang penting. Terakhir kali DPO saya keluar di Juli 2023 karena saya ketemu dengan Pak Jokowi," paparnya.
Kasus seperti yang dialami Angelia juga dialami banyak ibu atau ayah lainnya di Indonesia. Mereka berupaya mencari penyelesaian agar bisa kembali berkumpul dengan anaknya. Termasuk kasus-kasus yang menimpa beberapa seleb, seperti Maia Estianti dan Tsania Marwa.
Di banyak negara dengan sistem hukum lebih ketat dan maju seperti Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa, kasus parental abduction tidak lagi dianggap sebagai hal yang remeh. Pihak yang melanggar putusan pengadilan terkait hak asuh bisa diseret ke ranah pidana dengan ancaman hukuman yang tidak main-main.
Pakar hukum pidana Ahmad Sofian mengatakan hingga saat ini, katanya, keputusan MK soal penculikan anak oleh orangtua atau parental abduction itu masih belum ditaati. Menurut Sofian, setelah ada keputusan MK tersebut pemerintah seharusnya segera melakukan revisi terhadap Undang-Undang Perlindungan Anak dengan memasukkan pasal bahwa membawa lari anak yang dilakukan oleh salah satu orang tua kandung yang bukan pemegang hak asuh anak adalah tindak pidana.
"Setelah tanggal 3 September 2024 melalui keputusan MK 140 PUU 2023, membawa lari anak kandung oleh salah satu orang tua kandung, yang mana orangtua kandung tersebut bukan pemegang hak asuh anak berdasarkan keputusan pengadilan tetap, itu adalah tindak pidana," jelas Sofian dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (11/2).
Apalagi KUHP pasal 330 saat ini yang menjadi objek gugatan terkait parental abduction tidak akan tidak berlaku lagi tahun depan. Pasalnya KUHP baru akan berlaku per 2 Januari 2026.
"Artinya putusan MK itu jadinya tidak berlaku lagi karena yang di-review adalah pasal 330 KUHP yang berlaku saat ini. Tahun depan kan tidak berlaku lagi. Karena itu pemerintah yang sekarang ini harus segera melakukan revisi terhadap Undang-Undang Perlindungan Anak untuk memasukkan ketentuan itu," paparnya.
Selain itu, Sofian menyebut selama ini di banyak kasus, pemegang hak asuh anak di Indonesia tak jarang hanya seperti menang di atas kertas. Pengadilan tidak bisa melaksanakan eksekusi atas putusan pengadilan berkekuatan tetap tersebut. Hal itu disebut sebagai hal yang memprihatinkan.
Karena itu pascaputusan MK di atas, kata Sofian, harusnya Mahkamah Agung sadar untuk segera membuat Peraturan Mahkamah Agung tentang tatacara melaksanakan keputusan pengadilan berkekuatan tetap, ketika pemegang hak asuk anak sudah ditentukan ada pada ibu atau ada pada bapak. Selain itu pascaputusan MK tersebut, Sofian mengatakan Indonesia juga harus meratifikasi Konvensi Den Haag 1980 tentang Aspek Sipil Penculikan Anak Internasional. Hal itu berkaitan dengan membawa lari anak yang dilakukan oleh pasangan secara internasional karena kawin campur antarwarga negara.
(Z-9)
KASUS parental abduction atau penculikan anak oleh orangtua bukan hal yang jarang terjadi. Dari waktu ke waktu kasus parental abduction kerap terjadi dan berdampak buruk bagi anak.
ISU penculikan anak oleh salah satu orangtua atau parental abduction mungkin belum begitu familiar dan banyak dibahas di Indonesia. Namun, kasusnya sebenanrnya bukan tak sering terjadi.
Berdasarkan keputusan pengadilan, Kimberly mendapatkan hak asuh kedua anaknya
KOMISI Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyampaikan bahwa peristiwa perampasan hak asuh anak oleh mantan suami dikenali sebagai tindak kekerasan.
MKĀ menegaskan orang tua kandung yang mengambil anak secara paksa tanpa hak atau izin dapat dipidana. Putusan MK itu diapresiasi oleh Kementerian PPPA.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved