Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Pemerintah Diminta Jangan Gegabah Hidupkan Kembali Ujian Nasional

Despian Nurhidayat
04/1/2025 10:17
Pemerintah Diminta Jangan Gegabah Hidupkan Kembali Ujian Nasional
Ilustrasi--Siswa mengikuti ujian Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) di SD Negeri 1 Gunungsari, Sadananya, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Senin (4/11/2024).(ANTARA/Adeng Bustomi)

PERHIMPUNAN Pendidikan dan Guru (P2G) merespons wacana akan kembali diadakannya Ujian Nasional (UN) pada 2026. 

Kepala Bidang Advokasi P2G Iman Zanatul Haeri menyebut Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah jangan dulu gegabah menghidupkan kembali UN. Sebelum UN dicanangkan kembali, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan Kemendikdasmen.

Beberapa hal yang dipertimbangkan di antaranya asesmen terstandar bagi murid yang diselenggarakan itu harus jelas tujuan, fungsi, anggaran pembiayaan, kepesertaan, instrumen, gambaran teknis, dan dampaknya.

Yang harus diperhatikan juga adalah kriteria asesmen bagi murid yang bertujuan mengevaluasi sistem pendidikan, yaitu asesmen dirancang sesuai tujuan sistem pendidikan, asesmen bersifat low-stake (tidak berisiko apapun terhadap capaian akademik murid), dan asesmen yang memuat informasi komprehensif dari segi input, proses, dan output pembelajaran.

"Jika UN digunakan sebagai penentu kelulusan siswa, hal itu jelas harus ditolak. Karena bersifat high-stakes testing bagi murid," ungkapnya, Sabtu (4/1). 

Lebih lanjut, fungsi UN pada masa lalu mencampuradukan fungsi asesmen sumatif bagi murid, formatif bagi sekolah, bahkan dijadikan alat menyeleksi murid masuk ke jenjang pendidikan di atasnya dalam proses PPDB yang menggunakan nilai UN. 

Nilai UN tertera di belakang ijazah sebagai bentuk sertifikasi (penyertifikatan) capaian belajar siswa.

"UN pada masa lampau sangat tidak adil, hanya berorientasi kognitif, mendistorsi proses pendidikan itu sendiri, dan mengotak-kotakan mana mata pelajaran penting dan yang tidak," lanjut Iman.

Selain itu, di Anies Baswedan dan Muhajir Effendi sebagai Mendikbud, UN tetap diadakan tapi tidak lagi menjadi penentu kelulusan.

Iman melanjutkan, jika UN yang akan dikembalikan Mendikdasmen Abdul Mu'ti seperti era Mendikbud Muhajir, ini dapat saja diberlakukan. Tetapi harus jelas tujuan, fungsi, skema, anggaran, kepesertaan, instrumen, teknis implementasi, dan dampaknya

"Apakah ujiannya berbasis mata pelajaran, apa saja? Empat mata pelajaran Matematika, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia dan mata pelajaran pilihan untuk SMA/SMK/MA? Atau justru semua pelajaran yang di-UN-kan?,” ujar Iman.

Menurutnya, skema UN yang pernah dilakukan di SMA/SMK/MA yaitu 3 Mata Pelajaran Wajib ditambah 1 Mata Pelajaran Peminatan. Hal ini mendiskriminasikan mata pelajaran wajib lainnya seperti Pendidikan Pancasila, PJOK, Seni Budaya dan Pendidikan Agama.

Jika UN bertujuan untuk mengevaluasi implementasi kurikulum, harusnya semua mata pelajaran dalam Standar Isi yang diujikan. Jika UN berbasis mata pelajaran, risiko biaya akan besar. Biaya UN dulu juga telah menguras APBN sampai Rp500 miliar. 

"APBN untuk Kemdikdasmen 2025 saja hanya Rp33,5 triliun. Rasanya anggaran UN yang besar itu akan mengganggu program prioritas pendidikan yang lain," tambah Iman. 

Untuk itu, P2G menilai perlu dilakukan evaluasi terhadap sistem pendidikan dalam rangka pengendalian mutu dan pencapaian standar nasional nasional sebagaimana perintah UU Sisdiknas.

P2G juga berharap Pemerintah menghidupkan kembali lembaga mandiri dan independen yang berwenang melakukan evaluasi dan menilai pencapaian standar nasional pendidikan.

P2G merekomendasikan agar Evaluasi Pendidikan Nasional yang akan dilaksanakan harus dilakukan secara terpadu, bersifat low-stakes, tidak berbasis mata pelajaran, dan fokus pada foundational skills. 

Kemendikdasmen juga hendaknya fokus kepada evaluasi untuk pemetaan kompetensi mendasar siswa atau foundational skills yaitu kompetensi literasi dan kompetensi numerasi. Sebab hasil tes terstandar nasional untuk menguji kemampuan dasar literasi dan numerasi dapat dijadikan alat ukur pemetaan mutu dan kompetensi murid secara nasional.

“Memang era Nadiem hingga sekarang ini sudah diadakan Asesmen Nasional (AN), tapi banyak kelemahannya,” tandasnya. (Z-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya