Headline
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
PROGRAM Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS) merupakan Program Prioritas Nasional dalam RPJMN 2020–2024 untuk membangun budaya literasi masyarakat.
Sejak tahun 2018, Perpustakaan Nasional telah melaksanakan Program TPBIS untuk meneguhkan komitmen pemerintah dalam berinvestasi pada pembangunan manusia, khususnya melalui kegiatan prioritas literasi untuk kesejahteraan, guna mempercepat upaya peningkatan kesejahteraan rakyat.
Peningkatan budaya literasi yang digagas dalam program ini mencakup pengembangan budaya gemar membaca, penguatan konten literasi, peningkatan akses dan kualitas perpustakaan berbasis inklusi sosial, serta penguatan mitra perpustakaan.
Tahun ini, Perpustakaan Nasional melakukan Kajian Dampak Pelaksanaan Program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial untuk implementasi tahun 2022–2023.
Kajian tersebut bertujuan untuk mengetahui perubahan pada institusi akibat intervensi Program, efektivitas dari intervensi dan kebijakan program, serta manfaat yang dirasakan masyarakat dengan indikasi adanya perubahan pada beberapa aspek kehidupan, serta use value dari pengguna perpustakaan.
Untuk mengukur efektivitas implementasi program TPBIS, dilakukan survei efektivitas dengan menggunakan variabel-variabel berikut:
Efektivitas dari keempat variabel di atas ditunjukkan melalui skor dengan rentang 1–4 (skor 1: sangat tidak baik, skor 4: sangat baik).
Survei efektivitas dilakukan di 380 titik, yang meliputi 31 provinsi, 118 kabupaten/kota, dan 231 desa/kelurahan. Dari hasil olahan data kuesioner survei efektivitas di 380 titik tersebut, diperoleh skor rata-rata efektivitas program sebesar 3,33. Ini menunjukkan bahwa efektivitas program dinilai sangat baik.
Responden memberikan penilaian sangat baik untuk sebagian besar aspek evaluasi. Hal ini menunjukkan keberhasilan program dengan konsistensi keberhasilan di berbagai aspek.
Program juga dinilai tepat sasaran, memiliki tujuan yang jelas, dengan mekanisme pemantauan yang baik pula. Program dinilai menggunakan pendekatan yang holistik, tidak hanya dari satu aspek saja, sehingga implementasi program dinilai efektif.
Program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS) dinilai berjalan dengan sangat baik di semua level perpustakaan.
Semua level menunjukkan nilai rata-rata efektivitas 3,33–3,37, dengan nilai tertinggi pada level provinsi dengan nilai 3,37, serta nilai skor yang sama pada level kabupaten/kota dan desa/kelurahan dengan nilai 3,33.
Ketepatan sasaran dipengaruhi oleh kriteria seleksi yang telah ditentukan, baik untuk perpustakaan tingkat kabupaten/kota maupun perpustakaan tingkat desa/kelurahan.
Berdasarkan hasil kajian, ditemukan bahwa kriteria, kesesuaian kebutuhan program, dan tahapan seleksi mendapatkan skor yang baik. Namun, ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian untuk proses seleksi selanjutnya.
Terkait variabel sosialisasi dan pemahaman program, komponen pemberian stimulan mendapatkan skor tertinggi, yaitu 3,66. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan akan sarana dan prasarana untuk layanan kepada masyarakat, seperti buku, komputer, dan sarana penunjang lainnya seperti rak dan printer, masih tinggi.
Pemberian bantuan ini dinilai efektif untuk meningkatkan layanan yang diberikan perpustakaan kepada masyarakat.
Mentoring/pendampingan sebagai salah satu komponen program yang lain juga dinilai efektif, baik yang dilakukan secara remote/jarak jauh (skor 3,30) maupun melalui visit/kunjungan (skor 3,44).
Hasil studi kualitatif menunjukkan bahwa faktor pendampingan menjadi faktor penting untuk mendorong capaian/progress implementasi.
Terkait variabel pencapaian tujuan program, pendekatan program yang mendorong perpustakaan untuk meningkatkan kualitas sarana dan prasarana dinilai baik, baik itu koleksi bahan pustaka maupun layanan komputer dan internet di perpustakaan.
Selain itu, sebagian perpustakaan juga dibuat senyaman mungkin dengan layout yang menarik, sehingga menarik orang untuk datang berkunjung.
Hal ini dikuatkan dengan pernyataan pemustaka yang menyatakan: “Keberadaan perpustakaan yang dilengkapi dengan komputer dan internet sangat menyenangkan buat saya, karena kalau ada tugas dari sekolah saya langsung mengerjakannya di perpustakaan, gedungnya nyaman, wifi-nya kencang, dan penggunaan komputer tidak perlu antri.” (Pemustaka Kabupaten Kubu Raya).
Untuk variabel pemantauan program, sistem mentoring yang dibangun dengan melibatkan fasilitator daerah dan PIC di tingkat daerah juga dinilai efektif (skor 3,28).
Sistem mentoring berbasis data melalui pendokumentasian data di Sistem Informasi Manajemen menjadikan mentoring efektif untuk mendorong capaian implementasi pasca bimtek atau kegiatan program lainnya.
Mentoring dapat dikatakan menjadi backbone (tulang punggung) untuk pencapaian di perpustakaan dan perlu terus dilakukan ke depannya secara rutin dan berkala.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan dan komponen program dinilai efektif. Hal ini diperkuat dari studi kualitatif, di mana sebagian besar narasumber menilai bahwa implementasi program di wilayahnya sudah berjalan baik.
Hal ini karena menurut pengelola, program TPBIS dianggap berhasil menguatkan kapasitas pengelola perpustakaan dan mendorong perpustakaan untuk aktif melibatkan masyarakat.
Meski demikian, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan untuk implementasi program di masa mendatang agar efektivitasnya semakin baik, yaitu:
PEMERINTAH Provinsi DKI Jakarta telah resmi menambah jam operasional Perpustakaan Jakarta dan Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin hingga malam hari.
Saat ini, masyarakat yang berkunjung ke Perpustakaan Jakarta dan PDS HB Jassin bisa mencapai 3.600 orang.
Pembukaan museum dan perpustakaan lebih lama ini bisa menjadi sarana bagi para warga untuk belajar lebih banyak lagi.
Salah satu dampak yang disoroti adalah kerusakan koleksi perpustakaan yang jumlahnya mencapai ribuan
DEWASA ini, kita menyadari bahwa masyarakat informasi dengan kemajuan teknologi informasi dan big data telah menjadi tantangan besar bagi perpustakaan.
Saat ini tantangan yang dihadapi dalam upaya peningkatan literasi masyarakat tidaklah mudah.
Keuangan inklusif bagi perempuan menjadi kunci mendukung Asta Cita dan target pertumbuhan ekonomi 8%.
Kemitraan Australia-Indonesia Menuju Masyarakat Inklusif (Inklusi) dan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) berbagi inisiatif mendukung pemerintah mewujudkan kebijakan inklusif.
SETARA Institute meluncurkan Indeks Inklusi Sosial Indonesia (IISI) 2024 untuk menyambut kinerja kepemimpinan nasional baru.
KOMPETISI trading, Ultimate Trading Championship (UTC), dirancang untuk mendorong inklusi finansial, khususnya bagi para investor dan trader muda Indonesia.
Peran Pegadaian dalam inklusi keuangan tergambar dalam pemberian akses pinjaman pada nasabah termasuk yang bersifat nonperbankan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved