Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Bahasa Enggano di Bengkulu Utara Terancam Punah

Atalya Puspa
26/10/2024 20:26
Bahasa Enggano di Bengkulu Utara Terancam Punah
Suku Enggano di Pulau Enggano, Bengkulu Utara.(Dok. Antara/David Muharmansyah)

BANYAK bahasa daerah saat ini terancam punah karena tidak dilestarikan oleh para penuturnya. Salah satu bahasa daerah yang tengah menjadi bahan riset dari tim peneliti UGM adalah eksistensi bahasa Enggano yang ada di pulau Enggano, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu yang saat ini rentan terancam punah.

Peneliti Bahasa Enggano dari Fakultas Ilmu Budaya UGM Wening Udasmoro menyampaikan bahwa bahasa Enggano semakin rentan punah lantaran hanya sekitar 30% dari penutur suku Enggano yang masih menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari.

“Saya mengamati beberapa kepala suku di Enggano. Ironisnya, mereka sama sekali tidak mengenali bahasa Enggano yang telah dituliskan oleh orang asing. Hal ini menunjukkan bahwa pengucapan dan pelafalan bahasa Enggano sangat berbeda dari bahasa lainnya secara umum,” ujar Wening.

Ahli Bahasa dari FIB UGM Aprillia Firmonasari menuturkan Bahasa Enggano sendiri mengalami ancaman serius, dengan jumlah penutur yang semakin berkurang. Ia mengutip data terbaru dari Summer Institute of Linguistics (SIL) menunjukkan bahwa ada sebelas bahasa yang terancam punah di Indonesia, dan hilangnya satu bahasa berarti hilangnya warisan budaya yang tak ternilai.

 “Sehingga mungkin ada perlu usaha-usaha preservasi bahasa agar bahasa-bahasa yang terancam punah itu bisa kita lakukan strateginya,” tuturnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Antropolog UGM Heddy Shri Ahimsa-Putra. Ia menekankan bahwa perlu adanya strategi untuk menghadapi situasi dimana bahasa daerah harus diajarkan secara sistematis di sekolah.

“Perlu adanya guru-guru yang mau untuk menjadi guru bahasa daerah. Sayangnya, banyak orang yang menggunakan bahasa daerah tidak mengetahui tata bahasanya,” ucapnya.

Ia mengatakan bahwa buku pelajaran bahasa daerah perlu dikembangkan dengan komprehensif. Memiliki 700 bahasa daerah berarti kita membutuhkan banyak guru yang mampu mengajarkan bahasa-bahasa ini. Namun, masih sedikit orang yang menguasai tata bahasa daerah secara mendalam.

Salah satu solusi yang ia usulkan adalah mendirikan museum bahasa, tempat orang bisa belajar dan mendengarkan percakapan dalam bahasa daerah. Selain itu, kita juga bisa memanfaatkan ethnoscience untuk memperkaya pengetahuan tentang bahasa-bahasa ini. (Z-9)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya