Headline
Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
PERTANYAAN mengenai keamanan transplantasi ginjal pada penderita HIV telah lama menjadi perhatian medis. Namun, perkembangan terbaru menunjukkan bahwa transplantasi ginjal antara donor dan penerima yang sama-sama hidup dengan HIV aman dilakukan.
Sebuah studi besar yang didanai National Institutes of Health (NIH) di Amerika Serikat membuktikan hal ini bisa dilakukan. Studi itu memberikan harapan baru bagi mereka yang mengalami penyakit ginjal stadium akhir.
Studi ini meneliti transplantasi ginjal antara donor yang meninggal dengan HIV (HIV D+) kepada penerima yang juga mengidap HIV (HIV R+). Hasilnya dibandingkan dengan transplantasi dari donor tanpa HIV (HIV D-).
Menariknya, hasil kesehatan jangka panjang antara kedua kelompok menunjukkan perbedaan yang sangat kecil. Dengan kata lain, transplantasi ginjal dari donor dengan HIV aman dan hasilnya setara dengan transplantasi dari donor tanpa HIV.
Dalam studi ini, sebanyak 198 pasien dengan HIV dan penyakit ginjal stadium akhir di Amerika menerima transplantasi ginjal. Hasil menunjukkan tingkat kelangsungan hidup dan fungsi ginjal setelah transplantasi sangat mirip antara penerima dengan donor HIV dan non-HIV.
Setelah satu tahun pascaoperasi, tingkat kelangsungan hidup penerima mencapai 94% pada kelompok HIV D+/R+ dan 95% pada kelompok HIV D-/R+. Pada tahun ketiga, angkanya tetap stabil di sekitar 85-87% untuk kedua kelompok.
Salah satu tantangan besar dalam transplantasi ginjal adalah keterbatasan organ yang tersedia. Pasien HIV sering menghadapi risiko kematian yang lebih tinggi saat menunggu organ karena akses mereka yang lebih terbatas dibandingkan dengan pasien tanpa HIV.
Undang-Undang Kesetaraan Kebijakan Organ HIV yang diberlakukan pada 2015 membantu mengatasi masalah ini. Undang-undang tersebut memungkinkan transplantasi organ antar individu dengan HIV, meskipun saat ini masih terbatas pada lingkungan penelitian untuk mengawasi dampaknya dengan lebih hati-hati.
Selama studi berlangsung, para peneliti juga mengawasi risiko spesifik, seperti kemungkinan penerima memperoleh strain HIV baru dari donor. Meskipun satu kasus penerima mungkin terpapar strain HIV berbeda, tidak ada efek klinis yang signifikan ditemukan. Secara keseluruhan, tingkat komplikasi bedah, infeksi, dan kejadian buruk lainnya hampir sama antara kedua kelompok.
Berdasarkan bukti dari studi besar ini, transplantasi ginjal antara donor dan penerima dengan HIV aman dan layak dilakukan. Hasil ini membuka pintu untuk memperluas praktik transplantasi ginjal bagi penderita HIV, tidak hanya terbatas pada penelitian tetapi juga dalam praktik medis umum.
Dengan demikian, pasien HIV dengan penyakit ginjal kini memiliki harapan baru untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik melalui transplantasi ginjal tanpa perlu khawatir tentang risiko kesehatan yang besar. (National Institute of Health/Z-3)
Pemerintah akan terus mengupayakan transplantasi ginjal ini berjalan bukan hanya di Jakarta atau rumah sakit besar saja, tapi di seluruh Indonesia,
Towana Looney, seorang perempuan asal Alabama, mencetak sejarah sebagai penerima transplantasi ginjal babi hasil rekayasa genetika dengan masa bertahan hidup terpanjang.
Towana Looney, berhasil pulih dengan baik setelah menjalani transplantasi ginjal babi bulan lalu, yang membebaskannya dari dialisis.
Transplantasi memberikan harapan baru bagi para pasien yang mengalami kegagalan organ. Namun, keterbatasan donor masih jadi kendala.
Transplantasi memberikan harapan baru bagi pasien yang mengalami kegagalan organ untuk bisa memiliki kualitas hidup yang baik dan bisa beraktivitas normal
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved