Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
KOMISI Nasional Anti Kekerasan terhadap (Komnas) Perempuan menyatakan bahwa Indonesia sudah harus memiliki bank data terkait kejadian Femisida di tanah air.
Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi saat ini tengah berjuang dalam mendapatkan berbagai data yang dapat diartikan masuk ke dalam golongan Femisida.
"Hal ini kami lakukan bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) maupun instansi Aparat Penegak Hukum (APH)," kata Siti Aminah Tarbi pada saat kegiatan “Komnas Perempuan - Femisida di Indonesia: Realita, Tantangan, dan Solusi” secara daring Sabtu (12/10).
Baca juga : Pembunuhan Perempuan Terus Terjadi, Mengapa?
Data-data terkait kekerasan yang masuk ke dalam ranah Femisida, saat ini belum terarsipkan dengan baik. Sehingga ini menjadi sebuah tantangan besar bagi Komnas Perempuan dan pihak-pihak berwenang lainnya. “Tantangan pertama di Indonesia ini, belum adanya data nasional tentang Femisida ini sendiri,” ucap dia.
Komnas Perempuan dalam laman resminya menyatakan bahwa Femisida masih sangat minim dikenal oleh kalangan masyarakat dan juga peraturan-undangan nasional maupun daerah di tanah air.
Sedangkan di ranah hukum, kasus-kasus pembunuhan terhadap perempuan ditangani sebagai tindak pidana sebagaimana umumnya. Oleh karena itu, data pilah tentang pembunuhan terhadap perempuan tidak tersedia di Bareksrim.
Baca juga : Pemerintah Abai, Pembunuhan Perempuan Meningkat
"Inilah salah satu tantangan yang dihadapi Komnas Perempuan dalam melakukan kajian Femisida dan wawasan hukumnya di Indonesia. Bahkan instrumen hak asasi internasional juga tidak secara khusus menyoroti kasus Femisida sebagai bentuk kekerasan yang paling ekstrim terhadap perempuan," katanya
Sehingga, kata dia, kebanyakan pendekatan untuk mencari data itu masih data dari pelaku dan data dari korban masih sedikit.
Selain itu, di kalangan masyarakat sendiri masih memiliki masalah yang masih harus terus disosialisasikan lebih lanjut. Di kalangan masyarakat Femisida masih ditempatkan sebagai tindak kriminalitas pada umumnya. Pengaduan ke organisasi-organisasi pengada layanan dan Komnas Perempuan terkait Femisida, nyaris tidak ada.
“Ketika seorang perempuan dibunuh oleh laki-laki, misalnya oleh pasangannya atau laki-laki tidak dikenal, entah karena cemburu, kehamilan yang tidak dikehendaki, memaafkan atau karena faktor-faktor lain, kasusnya dilaporkan ke APH dan APH selanjutnya menanganinya sebagai kriminalitas pada umumnya," ucap dia. (Ant/H-2)
Komnas Perempuan memandang kematian Juwita dikategorikan femisida.
Komnas Perempuan juga telah menggagas pedoman untuk membangun organisasi yang inklusif serta pedoman bebas kekerasan berbasis gender yang telah menjadi rujukan banyak pihak.
Femisida adalah pembunuhan terhadap perempuan dan anak perempuan yang disengaja karena faktor gendernya.
Ketersediaan data tentang kasus femisida menjadi hal yang sangat penting sebagai pintu masuk proses analisis kerentanan perempuan.
Pantauan dari tahun ke tahun, jenis kasus femisida tertinggi adalah femisida intim yaitu pembunuhan yang dilakukan oleh suami, mantan suami, pacar, mantan pacar atau pasangan kohabitasi.
Berdasarkan data Jakarta Feminist, pada tahun 2023 ada sebanyak 180 kasus femisidan di 38 provinsi dengan total 187 korban dan 197 pelaku.
Komnas Perempuan mengecam dan menyayangkan mediasi damai dalam kasus kekerasan seksual terhadap N.
Komnas Perempuan mengingatkan bahwa selain proses hukum pada pelaku, pemenuhan hak atas keadilan dan pemulihan bagi korban harus dilakukan.
Komnas Perempuan menyoroti praktik penyiksaan seksual yang melibatkan aparat penegak hukum. Laporan tahunan lembaga tersebut mencatat setidaknya ada 13 kasus penyiksaan seksual di 2024
Langkah itu, kata dia, juga bentuk keseriusan Polri dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan yang yang cenderung meningkat secara sistematis.
Anggota Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kerusuhan Mei 1998, Nursyahbani Katjasungkana dan Komnas Perempuan menanggapi pernyataan Fadli Zon soal pemerkosaan massal.
Komnas Perempuan meminta DPR dan pemerintah segera mempercepat pembahasan dan pengesahan RUU PPRT.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved