Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Literasi Digital Tentukan Wajah Budaya dan Tradisi Sebuah Bangsa

Budi Ernanto
21/9/2024 15:15
Literasi Digital Tentukan Wajah Budaya dan Tradisi Sebuah Bangsa
Ilustrasi.(123 RF)

DUNIA digital yang sehat dan inklusif menjadi kunci dalam menciptakan ruang maya yang aman menghargai perbedaan dan mendorong dialog positif tentu harus dilakukan oleh semua masyarakat Indonesia. Itu sebabnya upaya menumbuhkan nilai-nilai toleransi di dunia digital harus terus dilakukan. 

Jika merujuk data Indeks Literasi Digital Indonesia pada tahun 2022, Indonesia berada di level 3,54 poin dari skala 1 sampai 5. Hal ini menandakan tingkat literasi digital masyarakat Indonesia masih dalam kategori sedang.

Namun meskipun ada peningkatan, dalam literasi digital skor indikator budaya digital justru alami penurunan, yang awalnya 3,9 menjadi 3,84 atau turun 0,06 poin. Hal ini menunjukan pentingnya pendekatan yang aplikatif dalam mengintegarsikan budaya digital. 

Baca juga : Beradaptasi pada Perubahan Teknologi Perbesar Peluang Kerja Kaum Muda

Penurunan nilai toleransi budaya itu biasanya terjadi di media sosial yang kerap memberikan narasi-narasi negatif. Parahnya, algoritma ketertarikan membuat seseorang akan disuapi terus menerus dengan informasi tersebut. 

“Di sisi lain teknologi juga menjadi kesempatan membuat kita terpecah. Dengan teknologi apalagi di media sosial kita bisa berinteraksi secara anonim yang membuat kita lebih berani. Algoritma di media sosial seperti informasi yang menggema. Ketika narasi-narasi yang didapat menjadi suatu yang negatif itu yang kemudian membuat kita terpolarisasi,” ujar Program Officer Asia Search for Common Ground, Gracia Satya Widi Respati dalam Webinar Obral Obrol Literasi Digital (OOTD) bertajuk Etika Digital: Menjaga Tradisi, Merajut Inovasi yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jumat (20/9). 

Namun jika teknologi digital dapat dimanfaatkan dengan baik, nilai toleransi dan tradisi budaya yang menjadi wajah Indonesia dapat tersebar ke seluruh belahan dunia. Sebaliknya, jika warga Indonesia memiliki etika yang buruk, maka perspektif dunia terhadap negeri ini juga akan menjadi tidak baik. 

Baca juga : Pemahaman Literasi Digital Diperlukan untuk Kemajuan Daerah

Rane Hafied, Director Paberik Soeraja Rakjat mengatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari tak terkecuali ketika beraktivitas di dunia digital, kita harus menerapkan nilai-nilai Pancasila untuk menunjukan wajah Indonesia yang sesungguhnya. 

“Contoh yang paling gampang kita belajar dari sila-sila Pancasila bagaimana mencakup segalam macam aspek dan itu adalah budaya yang kita sepakati bersama sebagai orang Indonesia,” Rane yang juga jadi pembicara dalam webinar OOTD yang diselenggarakan Kemenkominfo tersebut. 

Contoh pemanfaatan teknologi digital yang baik adalah mendunianya tradisi batik. Dunia kini meyakini batik adalah milik Indonesia. Hal itu disampaikan oleh Fariz P.Mursyid, Putra Batik Nusantara 2018 Community Empowerment Manager IAAPPBN 2024-2027.

“Saya rasa teknologi digital memang bisa membawa perubahan yang signifikan dalam kelestarian budaya Indonesia. Khususnya batik dengan adanya digitalisasi batik ini bisa jadi lebih mudah untuk diakses dan diperkenalkan secara global,” pungkasnya. 

Teknologi digital bagaiman dua mata sisi pisau untuk menjaga tradisi dan harga diri sebuah bangsa. Jika litelaris digital masyarakat suatu bangsa terbilang buruk, wajah bangsa tersebut lah yang turut akan tercoreng. Sebaliknya, jika kebudayaan sebuah bangsa dapat dijunjung tinggi, tak pelak bangsa tersebut akan dihormati. (Z-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Budi Ernanto
Berita Lainnya