Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Fasilitas Observasi Atmosfer BRIN Perkuat Mitigasi Bencana Hidrometeorologi

Atalya Puspa
10/9/2024 06:20
Fasilitas Observasi Atmosfer BRIN Perkuat Mitigasi Bencana Hidrometeorologi
Equatorial Atmosphere Radar (EAR(https://www.rish.kyoto-u.ac.jp/)

SALAH satu fasilitas observasi atmosfer penting dunia ada di Indonesia, yakni Radar Atmosfer Khatulistiwa atau Equatorial Atmosphere Radar (EAR) yang merupakan fasilitas riset di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

EAR dibangun oleh Research Institute for Sustainable Humanosphere (RISH) Kyoto University, Jepang di Observatorium Atmosfer Khatulistiwa, Kototabang. EAR telah berperan penting memantau dinamika atmosfer di Indonesia. Radar ini bisa memberikan informasi dalam memperkuat kemampuan mitigasi bencana hidrometeorologi. Pengoperasian EAR didasarkan pada nota kesepahaman (MoU) antara RISH Kyoto University dan BRIN.

EAR merupakan suatu radar Doppler yang terdiri dari 560 antena yagi pada diameter sekitar 110 meter. Radar ini memancarkan gelombang radio pada frekuensi 47 MHz dan menerima pantulan gema dari turbulensi di atmosfer.

Baca juga : BRIN Permudah Ijin Riset di Indonesia

Fokus pengamatan EAR adalah profil angin dan turbulensi di ketinggian 1,5 sampai 20 kilometer, serta ketidakberaturan lapisan ionosfer pada ketinggian di atas 90 kilometer.

“Data EAR sangat berharga dalam studi atmosfer tropis di sekitar ekuator yang tentunya juga dapat memengaruhi fenomena global,” kata Peneliti Ahli Pertama, Kawasan Stasiun Lapangan Agam BRIN, Fahmi Rahmatia, dalam keterangan tertulis, Senin (9/9).

Kolaborasi riset terkait EAR, menurutnya, sangat penting untuk meningkatkan pemahaman atas dinamika cuaca dan iklim di Indonesia yang berada di khatulistiwa.

Baca juga : BRIN Dorong Percepatan Riset untuk Obat-Obatan Tradisional

Manfaat dari penggunaan EAR sangat signifikan bagi masyarakat, karena pemahaman mitigasi bencana hidrometeorologi memerlukan kajian dan studi berbasis ilmu pengetahuan yang sangat komprehensif.  

Infrastruktur riset EAR, sebutnya, membantu menyediakan kajian dan studi tersebut. Selain itu, EAR yang sudah beroperasi sejak 2001 juga telah menyediakan data yang bersifat jangka panjang.

Lebih lanjut Fahmi menguraikan, topik riset terkait data pengamatan EAR dilakukan dalam beberapa bahasan utama, di antaranya, pengamatan vektor angin resolusi tinggi untuk studi tentang struktur rinci atmosfer ekuatorial yang berkaitan dengan pertumbuhan dan pelemahan konveksi cumulus. Kemudian dalam jangka panjang, pembahasan hubungan antara gelombang atmosfer dan sirkulasi atmosfer global.

Baca juga : BRIN Kembangkan Teknologi Nuklir untuk Riset Cagar Budaya

Ada juga pengamatan dari dekat permukaan hingga ionosfer, membahas keterkaitan dinamis antara atmosfer ekuator dan ionosfer. Sehingga, dari hasil-hasil tersebut, pembahasan menyeluruh tentang unsur-unsur atmosfer seperti ozon dan gas rumah kaca, serta variasi atmosfer bumi yang menyebabkan perubahan iklim seperti El-Nino dan La-Nina dapat dilakukan.

Adapun pengguna data EAR, ujar Fahmi, meliputi berbagai lembaga dan organisasi - baik nasional maupun internasional - yang bergerak dalam penelitian atmosfer, pengembangan model cuaca dan iklim, pemanfaatan lapisan Ionosfer, dan lainnya. Selain itu, universitas, serta badan pemerintahan yang fokus pada pemantauan cuaca dan mitigasi bencana juga menggunakan data-data hasil observasi EAR.

“Kolaborasi dalam negeri maupun internasional telah menjadi jalan untuk pengembangan pemahaman global tentang dinamika atmosfer tropis dan perannya dalam sistem iklim dunia,” katanya.

Baca juga : Dua Skema BRIN terkait Pendanaan Riset dan Inovasi

Sejak 2020, EAR berhenti beroperasi disebabkan beberapa hal. Pertama, karena berakhirnya MoU antara BRIN dan RISH Kyoto University. Kedua, ada beberapa komponen yang rusak pada peralatan EAR. Wabah Covid-19 membuat komunikasi antara pihak Jepang dan BRIN sedikit terhalang.

Karena itu, pada 2 Agustus 2024, BRIN dan RISH Kyoto University kembali memperbaharui MoU. Selanjutnya pada 4 September 2024, RISH Kyoto University kembali melakukan perbaikan agar peralatan EAR bisa beroperasi kembali.

Profesor Hasighuci dari Rish Kyoto University menerangkan, perbaikan lebih diutamakan pada penggantian modul signal processing unit dan penggantian kabel pada setiap modul antena. Kemudian penggantian UPS cadangan untuk menyuplai daya saat pemadaman listrik.

“Sebab, hal yang paling utama yang harus diperhatikan adalah suplai arus listrik tidak boleh terputus, karena pengamatan dilakukan 24 jam secara terus-menerus setiap harinya,” tutur Hasighuci.

Dia menyebut, tidak ada yang berubah pada sistem pengamatan peralatan EAR dengan pengamatan pada waktu sebelumnya. “Mudah-mudahan beberapa hari ke depan, kami bisa menyelesaikan perbaikan ini, supaya pengamatan EAR bisa beroperasi,” harapnya.

EAR menjadi fasilitas riset terbesar dari RISH Kyoto University yang berada di luar Jepang. Masyarakat bisa merasakan manfaatnya melalui perbaikan di dalam konteks metode untuk memprediksi perubahan iklim global, dan dinamika atmosfer secara global, khususnya yang punya karakteristik daerah-daerah tropis seperti Indonesia. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya