Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
DIREKTUR Utama (Dirut) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Kesehatan Ali Ghufron Mukti menyampaikan bahwa penerapan kelas rawat inap standar (KRIS) yang akan menggantikan kelas perawatan berpotensi tidak menimbulkan kenaikan biaya iuran kepesertaan di kelas 3.
"Kalau kelas 3 enggak akan naik. Kelas III itu kan, mohon maaf, umumnya PBI (Penerima Bantuan Iuran) kan kelas 3. Kenapa dia PBI?
Kenapa? Kenapa dia PBI? Tidak mampu,"kata Dirut BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti usai menghadiri kegiatan Penyerahan Penghargaan Universal Health Coverage (UHC) Awards 2024 di Jakarta, Kamis (8/8).
Hal tersebut dia sampaikan untuk menanggapi pertanyaan wartawan mengenai potensi perubahan iuran saat KRIS diberlakukan menggantikan kelas BPJS
Kesehatan. Berikutnya, Ghufron pun menyampaikan bahwa kenaikan iuran berpotensi terjadi pada peserta di kelas 1 dan 2.
Baca juga : DJKN Dorong Penetapan Iuran KRIS BPJS Kesehatan Segera Ditetapkan
"Bisa naik (iuran kelas 1 dan 2). Saat ini, sudah waktunya juga naik," kata dia.
Meskipun begitu, Ghufron tidak menyebutkan nominal kenaikan iuran yang dimaksud dan waktu penerapannya.
"Bisa saja (tahun depan) tergantung pemerintah dan banyak pihak,"ucapnya.
Baca juga : Skema Baru Iuran BPJS jangan Bebani Masyarakat
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menyatakan bersama-sama BPJS Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dan
Kementerian Keuangan (Kemenkeu), sedang mengkaji besaran iuran program KRIS yang tidak memberatkan masyarakat.
"Iuran terus terang sedang dalam kajian dari Kementerian Keuangan, DJSN, BPJS Kesehatan, dan Kemenkes, untuk nanti menentukan berapa yang
paling pas, yang bisa diterima oleh masyarakat, yang paling adil untuk masyarakat, dan tidak memberatkan masyarakat" kata Wakil Menteri
Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono.
Sementara itu, Ketua DJSN Agus Suprapto mengharapkan iuran peserta KRIS segera ditetapkan, tidak perlu menunggu hingga batas paling lambat
penerapan KRIS, yakni pada 1 Juli 2025.
"Harapannya nanti ada penetapan tarif dan iuran ini bisa dilaksanakan segera. Dan saya kira walaupun tanggalnya 1 Juli 2025 akan lebih cepat lebih baik,"ujarnya.
Menurut Agus, penetapan iuran harus segera dilakukan mengingat rumah sakit juga perlu melakukan penyesuaian aturan. Pelaksanaan KRIS merupakan amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Tujuannya, untuk memberikan
fasilitas dan pelayanan kesehatan yang setara bagi peserta BPJS Kesehatan. (Ant/H-3)
PENGURUS IDI sekaligus Ketua Perhimpunan Dokter Indonesia Timur Tengah (PDITT), Iqbal Mochtar, menanggapi wacana dihadirkannya program obat gratis dari Presiden Prabowo Subianto.
BPJS Kesehatan menegaskan komitmennya untuk memperkuat strategi pendanaan dan mengembangkan layanan kesehatan jangka panjang
Sepanjang 2014–2024, jumlah Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang bekerja sama meningkat 28%, dari yang semula 18.437 menjadi 23.682.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti menjelaskan DJS masih kondisi sehat karena berkiblat pada Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2015.
KETUA Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, Abdul Kadir, menegaskan bahwa capaian kinerja BPJS Kesehatan pada tahun 2024 menjadi titik penting dalam perjalanan Program JKN menuju fase maturitas.
SETELAH dilakukan koreksi kembali Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) terhadap penonaktifan kepesertaan BPJS Kesehatan, jumlah peserta PBI yang nonaktif di Jawa Tengah turun
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved