Headline

Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.

Fokus

Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.

Lansia yang Berdaya Akan Membuat Negara Bermartabat

Devi Harahap
07/8/2024 19:51
Lansia yang Berdaya Akan Membuat Negara Bermartabat
Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam Forum Diskusi Denpasar (FDD) 12 edisi ke-199 pada Rabu (7/8/2024).(Dok Diskusi Denpasar 12)

BERTAMBAHNYA penduduk Indonesia dengan bonus demografi akan berdampak pada meningkatnya masyarakat lanjut usia sehingga memastikan kehidupan yang layak bagi lansia menjadi perhatian yang mendesak. Lansia sebagai kaum yang telah memberikan kontribusi signifikan kepada masyarakat, mereka juga harus mendapatkan rasa hormat, perawatan, dan perlindungan di masa tua mereka.

Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat mengatakan jumlah kaum lanjut usia (lasia) di Indonesia akan terus meningkat, dikatakan bahwa sebanyak 20 persen penduduk indonesia pada 2045 akan diisi oleh lansia, untuk itu negara wajib untuk memenuhi berbagai kebutuhan dan hak-hak lansia guna menjadikan mereka berdaya di masa tuanya.

“Diprediksi akan ada 50 juta lansia di tahun 2045, ini adalah sebuah angka yang harus diantisipasi dengan persiapan-persiapan secara komprehensif. Perlindungan terhadap lansia adalah amanat dari konstitusi karena jika lansia berdaya, akan membuat negara bermartabat,” ujarnya pada acara Forum Diskusi Denpasar (FDD) 12 edisi ke-199 bertajuk “Memuliakan Lansia: Hak-Hak Lansia, Kewajiban Negara Dan Masyarakat” pada Rabu (7/8).

Baca juga : Efektivitas Pencegahan DBD Harus Ditingkatkan

Perempuan yang akrab disapa Ririe itu menjelaskan bahwa prosedur pemenuhan hak-hak lansia terutama mengenai pusat pelayanan minimal yang ada perlu ditingkatkan dan harus ada pembenahan mekanisme pelayanan sebagai implementasi kewajiban dari negara.

“Kemudahan pemberian pelayanan adalah salah satu cara kita untuk bisa menghormati hak-hak lansia dan membantu para lansia menikmati kehidupan di masa senja mereka. Rumah sakit geriatri di Indonesia yang dikhususkan bagi para lansia, jumlahnya sangat terbatas dan ada di semua kota dan kabupaten bahkan ibukota provinsi saja tidak semuanya memiliki Rumah Sakit spesialis geriatri,” imbuhnya.

Direktur Kesehatan Usia Produktif dan Lanjut Usia, Kementerian Kesehatan RI, Vensya Sitohang memaparkan proporsi data usia lansia di Indonesia dari yang semakin meningkat setiap tahun. Disebutkan ada 7,6 persen lansia pada tahun 2010 lalu meningkat menjadi 11,75 persen tahun 2023, dan diperkirakan akan menjadi 20 persen di tahun 2045.

Baca juga : Perlu Gerak Bersama Hadapi Peningkatan Kasus DBD di Tanah Air

“Melalui Dari data terpilah tersebut, provinsi ini DIY menjadi yang tertinggi dengan jumlah penduduk lansia yaitu sebesar 16,2 persen dan Jawa Timur 15,57 persen serta Jawa Tengah 15,05 persen. Ini harus menjadi perhatian kita untuk menciptakan kondisi nyaman terhadap lansia,” paparnya.

Lebih lanjut, Vensya mengatakan persentase kabupaten kota yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan lanjut usia kini telah mencapai 514, sementara target Kemenkes mengenai lansia yang mendapatkan pelayanan kesehatan yaitu sebesar 90% meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan paliatif yang harus dilakukan secara berkesinambungan.

“Pemerintah daerah tingkat kabupaten kota wajib memberikan pelayanan kesehatan dalam bentuk edukasi dan skrining usia lanjut sesuai dengan standar pada warga negara usia 60 tahun ke atas di wilayah kerjanya dalam kurun waktu 1 tahun minimal 1 kali dengan target 100%. Skrining yang dilakukan adalah pengukuran tinggi badan, berat badan, lingkar perut, pengukuran tekanan darah, gula darah, kadar kolesterol dalam darah, dan perilaku resiko demensia,” katanya.

Baca juga : Gelagat Ekonomi Melemah sudah Tampak

Sementara itu, Pendiri Center for Ageing Studies, Universitas Indonesia, Prof. Tri Budi. W. Rahardjo mengungkapkan setidaknya ada tiga jenis kondisi lansia di Indonesia yaitu lansia mandiri, ringan dan berat. Dijelaskan bahwa jenis kondisi itu tidak lepas dari masalah kesehatan baik penyakit tidak menular maupun penyakit menular.

“Lansia Mandiri sebanyak 74,3 persen, lansia ringan sebanyak 22 persen dan lansia sedang dan berat sebanyak 3,7 persen. Bahkan lansia yang mengalami demensia saat ini sudah ada 1,5 juta dan diprediksi akan meningkat menjadi 4 juta pada 2045,” jelasnya.

Menurut Prof Tri Budi, untuk mewujudkan lansia yang berdaya dan bermartabat, studi kelansiaan harus dimasukkan dalam kurikulum. Menurutnya, pengembangan program pendidikan dan pelatihan yang akan mendukung pendampingan kepada lansia secara utuh itu tidak lepas dari sumber daya dan jejaring serta terpenuhinya sarana dan prasarana.

“Mewujudkan lansia yang bermartabat adalah hak asasi bagi lansia. Melalui pendekatan siklus hidup saya menganggap bahwa hal ini seharusnya masuk dalam kurikulum, nanti yang akan kita peroleh adalah lansia sejahtera dan bermartabat. Lewat kurikulum yang mempelajari lansia, kita berupaya untuk menciptakan perlindungan dan derajat kesehatan serta membangun masyarakat yang peduli lansia,” ungkapnya.

Selain itu, lanjut Prof Budi, pendampingan secara utuh bagi lansia dapat diwujudkan setidaknya ke dalam beberapa dimensi yaitu spiritual, intelektual, emosional, sosial, vokasional dan dukungan lingkungan melalui komunitas dan rumah sakit. Sehingga pada akhirnya, lansia itu akan sejahtera.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya