Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
PENYEDIAAN alat kontrasepsi untuk pelajar merupakan kebijakan yang tak masuk akal dan salah kaprah. Seperti diungkapkan aktivis perempuan dan anak yang juga Direktur Utama Institut Sarinah, Eva Kusuma Sundari.
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan, salah satunya mengatur penyediaan alat kontrasepsi. ''Kebijakan pembagian alat kontrasepsi itu akan menjadi sangat aneh jika kemudian para pelajar tidak dikenalkan dengan pendidikan tentang kesehatan reproduksi. Jika tiba-tiba dibagikan (kontrasepsi) bisa saja akan jadi salah paham,” katanya kepada Media Indonesia di Jakarta pada Senin (5/8).
Eva menjelaskan PP yang mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja itu perlu diperjelas, sehingga tidak terjadi salah persepsi di masyarakat seperti adanya dukungan pemerintah terkait hubungan seksual pada anak usia sekolah dan remaja. Alih-alih membagikan alat kontrasepsi, Eva mengatakan lebih utama untuk diberikan edukasi kesehatan reproduksi pada remaja.
Baca juga : Komisi X Kecam Terbitnya Aturan Penyediaan Alat Kontrasepsi bagi Siswa Sekolah
“Seharusnya ada tahapan, harus ada pendidikan tentang kesehatan reproduksi, dengan memberikan kemampuan untuk bagaimana remaja bisa mempertahankan atau lebih cerdas mengelola alat reproduksi,” jelasnya.
Menurut Eva, jika pemerintah telah melakukan pendidikan terkait kesehatan alat reproduksi kepada para pelajar secara masif dan mereka mampu berdaulat atas tubuhnya, ia meyakini kebijakan pemberian alat kontrasepsi tidak dibutuhkan.
“Setelah semua itu dilakukan dan ketika kita cek hasil pendidikan itu, bisa jadi kita tidak perlu membagikan alat kontrasepsi itu karena masyarakat kita menjunjung norma-norma agama,” imbuhnya.
Baca juga : PSAAT 2024 Jadi Momentum untuk Tingkatkan Prestasi Pelajar
Jika tujuan pemerintah hendak menekan angka kehamilan dini dan pernikahan dini akibat dampak seks bebas, Eva menekankan bahwa pembagian alat kontrasepsi adalah hal yang keliru. Ia justru mendorong agar pemerintah lebih dulu membangun mentalitas para remaja melalui pendidikan seks lewat kurikulum.
“Tahapan pendidikan seks dan kesehatan alat reproduksi itu jangan dilompati. Pembagian itu tidak diperlukan jika anak sudah paham dan mampu berpikir atas kedaulatan tubuhnya dan bisa berbicara ‘say no’ pada segala bentuk seksualitas. Tapi, jika tidak ada pendidikan seksualitas dan pendidikan kesehatan reproduksi di dalam kurikulum sekolah, maka percuma saja, justru pembagian itu akan menjadi disalah dipahami sebagai dukungan untuk melakukan seks,” jelasnya.
Data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat sebanyak 60% remaja usia 16-17 tahun di Indonesia telah melakukan seks di luar pernikahan. Angka itu diikuti, remaja usia 14-15 tahun sebanyak 20%, dan pada usia 19-20 sebanyak 20%.
Baca juga : Pelajar di Kota Balikpapan Ikuti Sosialisasi Industri Kelapa Sawit
Menurut Eva, tingginya angka tersebut disebabkan salah satunya karena tidak ada pendidikan seks dan kesehatan reproduksi dalam kurikulum pendidikan tingkat menengah dan atas. Sehingga, para remaja minim pengetahuan atas kedaulatan tubuhnya dan keliru serta menganggapnya sebagai sesuatu yang tabu.
“Hal yang paling urgent adalah bukan membagikan kontrasepsi, tapi mengubah kurikulum di sekolah supaya ada pendidikan tentang kesehatan reproduksi dan skill agar remaja punya kedaulatan terhadap tubuhnya sehingga paham bahwa seks itu akan berujung hamil dan jika hamil, maka perempuan akan berada pada situasi rentan dan buntu,” katanya.
Eva mengatakan lebih baik pemerintah fokus membenahi sistem kurikulum dan konsep pendidikan yang inklusi terhadap pembelajaran kesehatan reproduksi anak dan remaja. Menurutnya, pencegahan lebih baik dilakukan melalui proses tahapan edukasi daripada pembagian alat kontrasepsi yang dapat disalah tafsirkan publik sebagai promosi dari seks bebas.
“Lebih baik berhenti dan jangan membagi-bagikan alat kontrasepsi tapi terlebih dahulu rombak konsep pendidikan di sekolah, agar mereka punya kedaulatan terhadap tubuh dan mengelola tubuhnya secara cerdas, bahwa tidak boleh melakukan seks di usia remaja,” pungkasnya. (S-1)
dampak negatif globalisasi untuk berbagai sektor kehidupan, baik pada sektor ekonomi, teknologi hingga sosial budaya, dan cara menyikapinya
Strategi percepatan perekaman KTP-el kategori pemilih pemula terus dilakukan.
Peristiwa nahas itu terjadi saat ketiga korban bersama dengan teman-teman mereka mengikuti kegiatan Pramuka.
Seorang pelajar SMP berinisial ZI tewas tragis terseret arus parit di Lembang, Kabupaten Bandung Barat.
Bus yang membawa rombongan SMK Lingga Kencana Depok ini hendak pulang setelah merayakan perpisahan di Bandung.
Diketahui ada 9 korban yang meninggal dunia. Belum diketahui apakah yang meninggal adalah para penumpang bus karena kecelakaan melibatkan pengguna jalan lainnya.
Kanker serviks, atau kanker leher rahim, merupakan salah satu tantangan kesehatan serius bagi wanita di seluruh dunia.
Berikut beberapa fungsi kondom yang perlu kamu tahu, seperti dipaparkan oleh dr. Arthur Samuel Simon, Sp.KK, seorang Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.
PEMERINTAH Provinsi DKI Jakarta diminta untuk mengawasi pengelolaan dan mengevaluasi ruang terbuka hijau (RTH) Tubagus Angke Jakarta Barat, yang beberapa waktu lalu ditemukan kondom bekas.
Penataan harus dilakukan dengan menutup sementara dan merevitalisasi desain taman agar lebih terbuka.
Kebijakan itu diambil pemerintah Prancis dalam upaya mencegah kehamilan tidak diinginkan di kalangan kaum muda.
Museum di Belanda memamerkan kondom langka dari abad ke-19 yang diukir erotik gambar biarawati dan tiga rohaniawan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved