Headline
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
PENYEDIAAN alat kontrasepsi untuk pelajar merupakan kebijakan yang tak masuk akal dan salah kaprah. Seperti diungkapkan aktivis perempuan dan anak yang juga Direktur Utama Institut Sarinah, Eva Kusuma Sundari.
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan, salah satunya mengatur penyediaan alat kontrasepsi. ''Kebijakan pembagian alat kontrasepsi itu akan menjadi sangat aneh jika kemudian para pelajar tidak dikenalkan dengan pendidikan tentang kesehatan reproduksi. Jika tiba-tiba dibagikan (kontrasepsi) bisa saja akan jadi salah paham,” katanya kepada Media Indonesia di Jakarta pada Senin (5/8).
Eva menjelaskan PP yang mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja itu perlu diperjelas, sehingga tidak terjadi salah persepsi di masyarakat seperti adanya dukungan pemerintah terkait hubungan seksual pada anak usia sekolah dan remaja. Alih-alih membagikan alat kontrasepsi, Eva mengatakan lebih utama untuk diberikan edukasi kesehatan reproduksi pada remaja.
Baca juga : Komisi X Kecam Terbitnya Aturan Penyediaan Alat Kontrasepsi bagi Siswa Sekolah
“Seharusnya ada tahapan, harus ada pendidikan tentang kesehatan reproduksi, dengan memberikan kemampuan untuk bagaimana remaja bisa mempertahankan atau lebih cerdas mengelola alat reproduksi,” jelasnya.
Menurut Eva, jika pemerintah telah melakukan pendidikan terkait kesehatan alat reproduksi kepada para pelajar secara masif dan mereka mampu berdaulat atas tubuhnya, ia meyakini kebijakan pemberian alat kontrasepsi tidak dibutuhkan.
“Setelah semua itu dilakukan dan ketika kita cek hasil pendidikan itu, bisa jadi kita tidak perlu membagikan alat kontrasepsi itu karena masyarakat kita menjunjung norma-norma agama,” imbuhnya.
Baca juga : PSAAT 2024 Jadi Momentum untuk Tingkatkan Prestasi Pelajar
Jika tujuan pemerintah hendak menekan angka kehamilan dini dan pernikahan dini akibat dampak seks bebas, Eva menekankan bahwa pembagian alat kontrasepsi adalah hal yang keliru. Ia justru mendorong agar pemerintah lebih dulu membangun mentalitas para remaja melalui pendidikan seks lewat kurikulum.
“Tahapan pendidikan seks dan kesehatan alat reproduksi itu jangan dilompati. Pembagian itu tidak diperlukan jika anak sudah paham dan mampu berpikir atas kedaulatan tubuhnya dan bisa berbicara ‘say no’ pada segala bentuk seksualitas. Tapi, jika tidak ada pendidikan seksualitas dan pendidikan kesehatan reproduksi di dalam kurikulum sekolah, maka percuma saja, justru pembagian itu akan menjadi disalah dipahami sebagai dukungan untuk melakukan seks,” jelasnya.
Data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat sebanyak 60% remaja usia 16-17 tahun di Indonesia telah melakukan seks di luar pernikahan. Angka itu diikuti, remaja usia 14-15 tahun sebanyak 20%, dan pada usia 19-20 sebanyak 20%.
Baca juga : Pelajar di Kota Balikpapan Ikuti Sosialisasi Industri Kelapa Sawit
Menurut Eva, tingginya angka tersebut disebabkan salah satunya karena tidak ada pendidikan seks dan kesehatan reproduksi dalam kurikulum pendidikan tingkat menengah dan atas. Sehingga, para remaja minim pengetahuan atas kedaulatan tubuhnya dan keliru serta menganggapnya sebagai sesuatu yang tabu.
“Hal yang paling urgent adalah bukan membagikan kontrasepsi, tapi mengubah kurikulum di sekolah supaya ada pendidikan tentang kesehatan reproduksi dan skill agar remaja punya kedaulatan terhadap tubuhnya sehingga paham bahwa seks itu akan berujung hamil dan jika hamil, maka perempuan akan berada pada situasi rentan dan buntu,” katanya.
Eva mengatakan lebih baik pemerintah fokus membenahi sistem kurikulum dan konsep pendidikan yang inklusi terhadap pembelajaran kesehatan reproduksi anak dan remaja. Menurutnya, pencegahan lebih baik dilakukan melalui proses tahapan edukasi daripada pembagian alat kontrasepsi yang dapat disalah tafsirkan publik sebagai promosi dari seks bebas.
“Lebih baik berhenti dan jangan membagi-bagikan alat kontrasepsi tapi terlebih dahulu rombak konsep pendidikan di sekolah, agar mereka punya kedaulatan terhadap tubuh dan mengelola tubuhnya secara cerdas, bahwa tidak boleh melakukan seks di usia remaja,” pungkasnya. (S-1)
Diduga pelaku berkomunikasi dengan jaringan pengedar untuk transaksi maupun konsumsi.
KEKHAWATIRAN ini dilontarkan Mendikdasmen Abdul Mu'ti. Mendikdasmen sempat melarang siswa bermain game Roblox karena permainan itu dinilai mengandung kekerasan.
Kasus kematian tragis Zara Qairina Mahathir, pelajar berusia 13 tahun dari SMKA Tun Datu Mustapha, Sabah, Malaysia, telah mengguncang perhatian publik.
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) memastikan bahwa Tes Kemampuan Akademik (TKA) dilaksanakan secara gratis.
Green Innovation Camp 2025, kompetisi karya inovasi lingkungan bagi pelajar, sukses diselenggarakan.
Kecelakaan antara truk boks dengan sepeda motor itu menewaskan pelajar berusia 15 tahun dan melukai pengendara motornya.
Museum di Belanda memamerkan kondom langka dari abad ke-19 yang diukir erotik gambar biarawati dan tiga rohaniawan.
Sebuah penelitian mengungkap pasangan heteroseksual monogami meninggalkan "jejak" mikroba satu sama lain setelah berhubungan intim, bahkan ketika menggunakan kondom.
Tim mengeluarkan "kantong" misterius tersebut. Meskipun sebagian besarnya hancur karena proses tersebut, kantong tersebut masih dapat diidentifikasi sebagai kondom.
Berikut beberapa fungsi kondom yang perlu kamu tahu, seperti dipaparkan oleh dr. Arthur Samuel Simon, Sp.KK, seorang Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.
Kondom telah menjadi bentuk kontrasepsi yang populer bagi pria karena kemanjurannya terhadap konsepsi dan infeksi menular seksual (IMS).
DPR meminta aturan penyediaan kontrasepsi bagi remaja jangan multitafsir
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved