Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

CT Scan Toraks Kuantitatif Bisa Deteksi Risiko Awal Demensia

Mediaindonesia.com
02/8/2024 20:31
CT Scan Toraks Kuantitatif Bisa Deteksi Risiko Awal Demensia
(DOK FKUI)

CT Scan Toraks Kuantitatif (CTK) dapat digunakan sebagai pemeriksaan tambahan pasien penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Prosedur ini selain bisa mendeteksi lebih awal PPOK, pun bisa memperlihatkan risiko hendaya kognitif (HK) pada pasien PPOK.

"Dengan demikian, tata laksana holistik dapat dilakukan lebih awal. Ini membantu menurunkan risiko demensia pada pasien PPOK, yang pada pasien dengan HK memiliki tiga kali lebih berisiko terkena demensia dalam 2-5 tahun," ujar ahli radiologi dr Yopi Simargi Sp Rad Subsp TR (K) MARS, dalam sidang promosi doktor di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rabu (31/7), dalam disertasinya berjudul 'Peran CT Scan Toraks Kuantitatif, HIF-1 Alpha, dan Faktor Klinis Terhadap Kejadian Hendaya Kognitif pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik'.

Dia menjelaskan bahwa hipotesis awal dan umumnya diketahui, hipoksia kronik melalui peningkatan ekspresi gen HIF-1 Alpha dianggap sebagai dasar paling sering disebutkan untuk menyebabkan pasien PPOK mengalami HK. Namun, salah satu temuan penting penelitian ini menunjukkan, inflamasi sistemik derajat rendah dapat menjadi faktor lainnya yang lebih dasar terbentuknya HK tersebut.

Baca juga : Mantan Menteri Perindustrian Saleh Husin Raih Gelar Doktor dari Universitas Indonesia

"Hal itu terbukti dalam penelitian ini dengan adanya hubungan secara langsung dan tak langsung dari kerusakan paru yang terlihat pada CTK," kata Yopi yang juga pengajar di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya dan Kepala Instalasi Radiologi RS Atma Jaya tersebut.

Pada penelitiannya, Yopi mengusulkan teori patomekanisme terjadinya HK pada pasien PPOK, yang menunjukkan bahwa tenaga kesehatan perlu lebih memperhatikan inflamasi (peradangan) sistemik.

Teori patomekanisme ini diperoleh dengan melihat luas kerusakan paru (%LAA), yang bisa dideteksi dengan CTK. "Semoga ke depan, CTK masuk dalam guideline sebagai pemeriksaan rutin bagi pasien PPOK," ujarnya.

Baca juga : Dekan FK UI: Impor Dokter Asing Sudah Ada Sejak Lama untuk Transfer Pengetahuan

Yogi berharap temuan itu mampu membantu manajemen PPOK. Apalagi, teori patomekanisme yang diusulkan ini sudah diterima dalam publikasi jurnal internasional yang khusus membahas PPOK dengan indeks scopus tertinggi Q1, yaitu International Journal of COPD. “Sehingga, dengan adanya temuan bermakna parameter CTK dengan HK, dan bagaimana inflamasi sistemik perlu dipelajari pada pasien PPOK, maka CTK dapat diusulkan untuk digunakan lebih awal sehingga dapat menjadi alarm adanya HK pada pasien PPOK dan pasien bisa langsung mendapatkan tatalaksana yang tepat untuk HK secara pararel,” tutur Yopi.

Seperti diketahui, secara global, data WHO 2019 mencatat PPOK sebagai penyebab ketiga kematian (3,23 juta), dan diperkirakan kematian PPOK akan mencapai 5,4 juta pada 2060. PPOK sangat umum terjadi, tetapi di Indonesia PPOK kurang terdeteksi dengan baik. Ini terlihat dari data PPOK nasional yang tergolong minim.

Data Riskesdas menunjukkan prevalensi PPOK di Indonesia berdasarkan wawancara masyarakat usia kurang dari 30 tahun yakni 3,7%, tertinggi di Nusa Tenggara Timur (10%) dan terendah di Lampung (1,4%). Survei Epidemiology and Impact of COPD Asia mengungkapkan prevalensi PPOK di Indonesia mencapai 4,5%.

Penyakit ini dinilai bisa menurunkan kualitas hidup pasien. PPOK ialah kondisi peradangan paru kronis yang memicu terhambatnya aliran udara dari paru-paru. Pasien akan mengalami sesak napas yang kian memburuk dan rentan infeksi sehingga menyebabkan serangan akut. Komplikasi PPOK yang timbul di luar paru, salah satunya HK, juga perlu ditanggulangi dengan baik. (S-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Denny parsaulian
Berita Lainnya