Headline

Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Dekan FK UI: Impor Dokter Asing Sudah Ada Sejak Lama untuk Transfer Pengetahuan

Devi Harahap
09/7/2024 13:45
Dekan FK UI: Impor Dokter Asing Sudah Ada Sejak Lama untuk Transfer Pengetahuan
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI), Profesor Ari Fahrial Syam(Dok. MI/Adam Dwi)

WACANA pemerintah terkait pengadaan dokter asing di berbagai rumah sakit vertikal menjadi polemik di masyarakat termasuk bagi para akademisi medis. Hal ini juga berdampak pada pemberhentian Profesor dr Budi Santoso SpOG dari jabatan dekan Fakultas Kedokteran Unair awal pekan lalu.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI), Profesor Ari Fahrial Syam mengatakan pengadaan Dokter asing di Indonesia sudah diatur lewat UU No.7 tahun 2023 tentang Kesehatan. Dijelaskan bahwa UU tersebut mengatur terkait pengadaan kedatangan dokter spesialis asing, utamanya untuk transfer of knowledge atau tukar pengetahuan.

“Undang-undang itu yang mengamanatkan bahwa Indonesia bisa menerima dokter asing, tetapi memang disebutkan bahwa tujuan utamanya untuk transfer knowledge dan itu sudah terjadi sejak puluhan tahun lalu,” jelasnya kepada Media Indonesia di Jakarta pada Senin (8/7).

Baca juga : Akademisi Sayangkan Pemecatan Dekan FK Unair

Lebih lanjut, Prof Ari menurutkan bahwa dalam beberapa pelayanan medis kepada masyarakat, dokter asing kerap kali didatangkan selain untuk mentransfer pengetahuan dokter di Indonesia, juga untuk menekan kesenjangan kebutuhan dokter spesialis yang saat ini jumlahnya masih kurang.

“Dokter asing memang didatangkan kepada kita sebagai contoh proses transplantasi ginjal dan hati serta sekarang tindakan-tindakan advance di bidang operasi, misalnya seperti bedah plastik dan endoskopi. Jadi hal itu sudah umum dilakukan,” imbuhnya.

Kendati demikian, hal yang menyebabkan isu ini menjadi polemik adalah adanya SE nomor DG.03.02/D.IV/1483/2024 terkait Kebutuhan Dokter Warga Negara Asing (WNA) pada RS Vertikal di Lingkungan Kementerian Kesehatan yang terbit pada 9 Juni 2024 lalu.

Baca juga : Pemecatan Dekan FK Unair Dinilai Tindakan Represif terhadap Kebebasan Akademik

Di mana, SE tersebut memberikan peluang bagi dokter WNA untuk dihadirkan di rumah sakit vertikal sesuai kebutuhan rumah sakit dan pelayanan kesehatan di mana terdapat kekurangan Sumber Daya Manusia (SDM).

Menurut Prof Ari, kasus pemecatan yang terjadi oleh dekan FK Unair tidak seharusnya terjadi karena hal tersebut bisa diselesaikan secara dialog dengan saling menyerap aspirasi. Menurutnya, pemerintah sebagai pemegang kebijakan jangan menganggap respons dan masukan dari akademisi sebagai ancaman.

“Penting bagi pemerintah untuk menyerap aspirasi dokter bukan respirasi. Perlunya Suprasistem ini mendengar kami yang ada di lapangan karena kami praktisi juga yang tahu permasalahan di lapangan, kami turun ke daerah-daerah. Ketika ada masukan dari kami jangan merasa bahwa kami ini merepresi atau merasa tersaingi,” tuturnya.

Baca juga : Gerakan Hydranation Edukasi Masyarakat Pilih Air Minum Berkualitas

Kemudian, SE tersebut akhirnya dikoreksi dan keluarlah SE kedua dengan nomor DG.03.02/D41732/2024 terkait Penjelasan terhadap Surat Kebutuhan Dokter Warga Negara Asing (WNA) pada RS Vertikal di Lingkungan Kementerian Kesehatan pada 13 Juni 2024.

Pada SE kedua ini dijelaskan bahwa penyusunan kebutuhan dokter WNA untuk kegiatan transfer of knowledge sesuai kebutuhan di mana dokter dengan kompetensi dan keahlian tersebut tidak tersedia atau sangat terbatas di RS Vertikal Kemenkes.

Kemudian, dijelaskan bahwa kebutuhan transfer of knowledge ini dalam rangka percepatan penguasaan bidang keahlian tertentu, seperti transplantasi jantung, tatalaksana kelainan jantung bayi dan anak, serta pengembangan precision medicine di Indonesia.

Baca juga : Jangan Sampai Gaji Dokter Asing Lebih Tinggi dari Lokal

“Kalau transfer of knowledge tidak perlu dibilang sudah dari kapan-kapan. Ini pun sehari-hari juga kita lihat, artinya selalu ada dokter asing di sekitar kita,” jelasnya.

“Jadi kami para akademisi juga terus mendukung pemerintah untuk memajukan dan mengembangkan dokter spesialis jadi gerak cepat kami untuk memproduksi dokter spesialis jangan sampai terganggu,” tambahnya.

Selain itu, Prof Ari berharap agar pemerintah sebagai pemangku kebijakan dapat melibatkan asosiasi profesi dan akademisi dalam membuat berbagai keputusan penting yang berdampak pada masyarakat, dengan begitu tidak memunculkan polemik di masyarakat.

“Tentu ada terobosan dari pemerintah, tapi juga harus didiskusikan kepada kami, jangan membuat chaos di masyarakat dan mengganggu gerak maju kami. Jadi untuk para pimpinan negara ini diharapkan bisa mengurangi isu-isu yang akan mengganggu kita membangun kesatuan, karena isu dokter asing ini berdampak pada kesatuan bangsa,” tandasnya.

(Z-9)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya