Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
PERUBAHAN iklim menimbulkan tantangan besar terhadap ketahanan pangan, khususnya di negara-negara rentan seperti Indonesia. Meningkatnya suhu, cuaca ekstrem, dan perubahan pola curah hujan akan mengancam dan memperburuk berbagai dampak tersebut.
Dalam menghadapi tantangan ini, program yang digagas Nutrisi Esok Hari, menawarkan alternatif bagi lembaga publik dalam mengurangi jejak karbon. Nutrisi Esok Hari menawarkan menu berkelanjutan gratis bagi institusi publik di Indonesia. Strategi ini dianggap paling efektif untuk mengatasi perubahan iklim.
“Mengatasi perubahan iklim memerlukan implementasi pola makan yang ramah iklim dan transformasi sistem pangan. Inisiatif kami menawarkan penerapan menu berbasis nabati berkelanjutan di institusi publik, seperti sekolah, universitas, dan komunitas, dengan pendampingan ahli gizi profesional. Semua layanan ini gratis- tanpa biaya,” ungkap Pengelola program Nutrisi Esok Hari Yohana Sadeli, dikutip di Jakarta, Kamis (4/7).
Baca juga : Dampak Perubahan Iklim terhadap Pangan Tingkatkan Risiko Gagal Panen
Sejak didirikan pada tahun 2021, Nutrisi Esok Hari telah memiliki 15 komitmen dengan berbagai institusi di Indonesia. Melalui inisiatif ini, pemilik bisnis makanan, institusi nirlaba menerima dukungan dan panduan gratis untuk mengganti produk berbasis hewani dengan alternatif nabati, yang dapat meningkatkan kesehatan dan menurunkan dampak lingkungan.
Saat ini, Nutrisi Esok Hari berpotensi mengubah 300.000 makanan yang disajikan menjadi 100% berbasis nabati setiap tahunnya. Menurut program tersebut, selain manfaat lingkungan dan kesehatan, perubahan menu tersebut juga membantu mempertahankan atau bahkan mengurangi biaya yang dikeluarkan.
“Mulai tahun ini, Nutrisi Esok Hari juga memperluas programnya untuk Posyandu dan usaha katering yang bertujuan menyajikan makanan lezat kaya akan protein dengan memanfaatkan protein nabati lokal untuk komunitasnya,” tambah Yohana.
Baca juga : Mitigasi Krisis Iklim Lewat Transformasi Sistem Pangan
Beberapa contoh dari penerima program ini adalah Dreama Kitchen dan Rella’s Kitchen. Keduanya merupakan usaha katering dan Kader Posyandu di Jepitu dan Kemadang, dua kecamatan di Kabupaten Gunungkidul.
Sebelumnya, PBB telah menerbitkan kajian mengenai perubahan iklim pada awal tahun 2024. Ketahanan pangan menjadi perhatian utama, akibat cuaca ekstrem dan bencana iklim yang dapat mempengaruhi siklus tanaman dan pertanian di negara-negara Asia, naiknya harga dan meningkatnya kelaparan.
“Kita bergantung pada sistem pangan yang tidak memadai dan terlalu bergantung pada protein hewani, penghasil emisi utama CO2 dan gas rumah kaca dalam produksi pangan. Peternakan dan penangkapan ikan bertanggung jawab pada 61% emisi yang berasal dari sektor agrikultur –tanpa mempertimbangkan rantai pasokan lainnya– namun hanya menyediakan 37% protein dan 18% kalori untuk dikonsumsi di seluruh dunia”, jelas Yohana.
Menurut laporan Komisi EAT-Lancet, sistem pangan yang selaras dengan tujuan lingkungan dan gizi terdiri dari lebih dari 90% makanan berbasis nabati.
"Kami menginisiasi salah satu diskusi penting untuk isu krisis iklim, peningkatan kesadaran mengenai dampak pilihan pangan serta memfasilitasi perubahan yang kita perlukan di lembaga nasional kita. Kami mendorong institusi dan pemerintah daerah di Indonesia untuk ikut serta dalam upaya ini, mengambil inspirasi dari kota Cali dan Chaparral, keduanya di Colombia, yang sudah menjalankan program kami di sana ”, ungkap Yohana. (Z-8)
Badan Pangan Nasional (Bapanas) berkomitmen terus membantu pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di sektor pangan lokal.
Pemerintah daerah perlu turun tangan. Salah satunya berkoordinasi dengan pemerintah desa untuk menginventarisasi lulusan sekolah yang belum mendapatkan pekerjaan.
Program ketahanan pangan Kostrad sudah dilaksanakan dan berjalan di beberapa daerah seperti di Bogor, Karawang, Sukabumi, Tasikmalaya, Garut, Ciamis dan Pangandaran.
Lokasi ketahanan pangan Kostrad di Gudang Ketahanan Pangan berada di Desa/Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi,
Produksi beras Kabupaten Cianjur mencapai 860 ribu ton lebih. Produksinya terbilang melebihi dari kebutuhan konsumsi rata-rata masyarakat.
Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan (DKP3) Kota Cirebon berkolaborasi dengan PT Pos Indonesia dan Bulog Cirebon memberikan bantuan pangan berupa beras sebanyak 10 kilogram
Pengaruh El-Nino membuat masa panen di Kabupaten Kuningan yang seharusnya dilakukan Maret mundur sebulan.
Dengan inovasi benih, tidak ada alasan salah satu tanaman pangan tidak bisa ditanam di satu daerah karena kondisi geografisnya.
Pada gelaran itu disiapkan berbagai komoditas seperti beras, telur ayam, dan cabai merah. Harganya lebih murah dibanding di pasaran.
Keterbatasan lahan sejatinya tidak harus jadi kendala bagi Kota Sukabumi bisa meningkatkan produksi pangan lokal.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved