Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Kewaspadaan Orangtua Kunci Keberhasilan Penanganan DBD pada Anak

Basuki Eka Purnama
24/6/2024 13:00
Kewaspadaan Orangtua Kunci Keberhasilan Penanganan DBD pada Anak
Orangtua menunggui anaknya yang dirawat di rumah sakit karena DBD di Ruang Melati lantai 5 RSUD Dr Soekardjo Kota Tasikmalaya.(MI/Kristiadi)

DIREKTUR Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Imran Pambudi menyebut kewaspadaan orangtua menjadi kunci keberhasilan dalam penanganan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) yang terjadi pada anak-anak.

Menurut Imran, kewaspadaan orangtua memahami perubahan yang dialami pada anak diperlukan apabila agar apabila anak mengalami perburukan DBD maka penanganan dari tenaga medis yang tepat bisa lebih cepat didapatkan oleh anak dan mencegah fatalitas dari DBD.

"Orangtua harus paham betul kondisi anaknya, karena kadang dia tidak bisa mengungkapkan sakitnya apa. Padahal dalam diagnosis dokter sering mengandalkan anamnesis (wawancara medis). Lewat wawancara, penyakit bisa terjawab dan tidak harus menggunakan hasil laboratorium. Dengan pertanyaan hampir 60% bisa diduga. Sehingga ketika anak DBD, orangtua harus tahu kondisi anaknya," kata Imran dalam diskusi, Minggu (23/6).

Baca juga : DBD Bisa Sebabkan Anak Alami Gangguan Tumbuh Kembang

Data Kementerian Kesehatan, per 5 Mei 2024, dalam hal distribusi kasus DBD sesuai kelompok umur selama tiga tahun terakhir (2022-2024) kasus DBD ditemukan paling banyak pada kelompok umur 15-44 tahun dengan persentase 43% dari seluruh kelompok umur.

Namun, apabila dilihat dari distribusi kematian DBD sesuai kelompok umur, dalam tujuh tahun terakhir justru kematian akibat DBD paling banyak ditemukan pada kelompok umur 5-14 tahun dengan persentase 53% dari seluruh kelompok umur.

Hal itu menunjukkan, meski DBD menjangkiti kelompok usia yang produktif, fatalitasnya paling banyak terjadi di usia kelompok anak-anak yaitu 5-14 tahun.

Baca juga : Ternyata Anda Bisa Tertular DBD Berulang Kali

Imran mengatakan kematian pada usia anak-anak akibat DBD itu disebabkan karena imunitas anak tidak sebaik kelompok usia produktif.

Di samping itu, hal tersebut turut dipengaruhi karena kerap kali gejala-gejala perburukan sulit ditemukan pada anak yang mengalami DBD karena yang bersangkutan tidak dapat mendeskripsikan dengan tepat gejala yang dialaminya sehingga yang ditemukan kerap kali anak sudah dalam kondisi kritis.

Maka dari itu, ketika anak terlihat mengalami gejala DBD atau sudah mengalami DBD, ada baiknya orangtua ataupun pihak yang bertanggung jawab merawat anak melakukan komunikasi yang intens dengan anak mengenai apa perubahan yang dialami hingga apa yang dirasakan oleh anak.

Baca juga : Waspadai Penularan Penyakit HFMD dan DBD Selama Lebaran dan Arus Balik

"Karena sering tuh ditemukan kalau di Jakarta misalnya, yang ngurusin anak itu baby sitter. Ketika anaknya sakit yang bawa orangtuanya tapi ga tahu kondisinya. Sementara baby sitter yang paling tahu kondisi anak malah tetap tinggal di rumah ga ikut pemeriksaan. Jadi memang sangat penting komunikasi dibangun orangtua dan yang merawat anak di rumah untuk mengetahui kondisi anak," kata Imran.

Adapun beberapa gejala yang menjadi penanda bagi orangtua bahwa anak mengalami perburukan saat DBD di antaranya tidak ada perbaikan kondisi setelah suhu tubuh menurun, anak terus menolak makan dan minum, nyeri perut hebat, lemah, lesu, hingga anak ingin terus tidur.

Lalu, di samping itu, perlu juga diperhatikan saat anak mengalami perubahan perilaku seperti suka marah-marah, anak terlihat pucat dan tangan serta kakinya dingin, perdarahan, hingga anak tidak buang air kecil lebih dari 4-6 jam. (Ant/Z-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya