Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
DIREKTUR Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Imran Pambudi menyebut kewaspadaan orangtua menjadi kunci keberhasilan dalam penanganan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) yang terjadi pada anak-anak.
Menurut Imran, kewaspadaan orangtua memahami perubahan yang dialami pada anak diperlukan apabila agar apabila anak mengalami perburukan DBD maka penanganan dari tenaga medis yang tepat bisa lebih cepat didapatkan oleh anak dan mencegah fatalitas dari DBD.
"Orangtua harus paham betul kondisi anaknya, karena kadang dia tidak bisa mengungkapkan sakitnya apa. Padahal dalam diagnosis dokter sering mengandalkan anamnesis (wawancara medis). Lewat wawancara, penyakit bisa terjawab dan tidak harus menggunakan hasil laboratorium. Dengan pertanyaan hampir 60% bisa diduga. Sehingga ketika anak DBD, orangtua harus tahu kondisi anaknya," kata Imran dalam diskusi, Minggu (23/6).
Baca juga : DBD Bisa Sebabkan Anak Alami Gangguan Tumbuh Kembang
Data Kementerian Kesehatan, per 5 Mei 2024, dalam hal distribusi kasus DBD sesuai kelompok umur selama tiga tahun terakhir (2022-2024) kasus DBD ditemukan paling banyak pada kelompok umur 15-44 tahun dengan persentase 43% dari seluruh kelompok umur.
Namun, apabila dilihat dari distribusi kematian DBD sesuai kelompok umur, dalam tujuh tahun terakhir justru kematian akibat DBD paling banyak ditemukan pada kelompok umur 5-14 tahun dengan persentase 53% dari seluruh kelompok umur.
Hal itu menunjukkan, meski DBD menjangkiti kelompok usia yang produktif, fatalitasnya paling banyak terjadi di usia kelompok anak-anak yaitu 5-14 tahun.
Baca juga : Ternyata Anda Bisa Tertular DBD Berulang Kali
Imran mengatakan kematian pada usia anak-anak akibat DBD itu disebabkan karena imunitas anak tidak sebaik kelompok usia produktif.
Di samping itu, hal tersebut turut dipengaruhi karena kerap kali gejala-gejala perburukan sulit ditemukan pada anak yang mengalami DBD karena yang bersangkutan tidak dapat mendeskripsikan dengan tepat gejala yang dialaminya sehingga yang ditemukan kerap kali anak sudah dalam kondisi kritis.
Maka dari itu, ketika anak terlihat mengalami gejala DBD atau sudah mengalami DBD, ada baiknya orangtua ataupun pihak yang bertanggung jawab merawat anak melakukan komunikasi yang intens dengan anak mengenai apa perubahan yang dialami hingga apa yang dirasakan oleh anak.
Baca juga : Waspadai Penularan Penyakit HFMD dan DBD Selama Lebaran dan Arus Balik
"Karena sering tuh ditemukan kalau di Jakarta misalnya, yang ngurusin anak itu baby sitter. Ketika anaknya sakit yang bawa orangtuanya tapi ga tahu kondisinya. Sementara baby sitter yang paling tahu kondisi anak malah tetap tinggal di rumah ga ikut pemeriksaan. Jadi memang sangat penting komunikasi dibangun orangtua dan yang merawat anak di rumah untuk mengetahui kondisi anak," kata Imran.
Adapun beberapa gejala yang menjadi penanda bagi orangtua bahwa anak mengalami perburukan saat DBD di antaranya tidak ada perbaikan kondisi setelah suhu tubuh menurun, anak terus menolak makan dan minum, nyeri perut hebat, lemah, lesu, hingga anak ingin terus tidur.
Lalu, di samping itu, perlu juga diperhatikan saat anak mengalami perubahan perilaku seperti suka marah-marah, anak terlihat pucat dan tangan serta kakinya dingin, perdarahan, hingga anak tidak buang air kecil lebih dari 4-6 jam. (Ant/Z-1)
Dilansir dari laman Kementerian Kesehatan, pencegahan agar nyamuk tidak berkembang biak dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip 3M Plus dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk.
MUSIM kemarau basah merupakan kondisi yang memungkinkan timbul dan merebaknya berbagai penyakit. Di antaranya seperti demam berdarah dengue (DBD), diare, dan leptospirosis.
"Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus menjadi vektor utama. Keberadaan dan penyebarannya yang meluas menjadikan arbovirus sebagai ancaman serius,”
Sejumlah faktor turut memperparah penyebaran penyakit DBD yakni tingginya mobilitas penduduk, perubahan iklim, dan urbanisasi.
DOKTER spesialis penyakit dalam dr. Dirga Sakti Rambe menyebut terdapat penjelasan mengapa kasus demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia sulit sekali dihentikan.
KEMENTERIAN Kesehatan (Kemenkes) melaporkan hingga 2 Juni 2025 terdapat 277 kasus kematian akibat DBD dari 63.014 kasus incidence rate dari berbagai daerah.
Peningkatan kasus DBD Garut tersebut, menyebabkan 8 meninggal dan 7 orang mendapat perawatan di rumah sakit serta yang lainnya berangsur sembuh.
Penurunan kasus DBD di Klaten, menurut Anggit, karena faktor kesadaran masyarakat meningkat dalam upaya pencegahan penyebaran penyakit demam berdarah.
DINAS Kesehatan Kalimantan Timur (Kaltim) menerapkan gerakan 3M Plus termasuk memerangi jentik nyamuk dalam menangani kasus demam berdarah dengue (DBD) yang jumlahnya terus meningkat.
demam berdarah dengue (DBD) di Kota Tasikmalaya dilaporkan terus meningkat sejak bulan Januari hingga Juli 2025. Tercatat, 471 orang positif terserang nyamuk aedes aegypti.
DALAM kegiatan pengabdian masyarakat Mahasiswa Membangun Desa (MMD) dari Universitas Brawijaya (UB) melakukan pemeriksaan jentik nyamuk cegah demam berdarah dengue (dbd)
Upaya PSN Plus ini mencakup kampanye "Jumat 10 Menit", yaitu kebiasaan rutin membersihkan lingkungan rumah setiap Jumat selama 10 menit.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved