Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
KEPALA Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, menyebut terdapat kesenjangan yang cukup lebar antarnegara dalam mewujudkan cita-cita laut yang aman untuk seluruh dunia. Kesenjangan tersebut terbagi dalam dua hal yaitu teknis dan nonteknis, namun saling berhubungan dan berkaitan erat.
Hal tersebut disampaikan Dwikorita saat menjadi pembicara kunci pada sesi 3 plenary, Safe and Predicted Ocean, dalam UN Ocean Decade Conference di Barcelona, Spanyol, baru-baru ini. Dalam kesempatan tersebut Dwikorita memaparkan presentasinya di depan perwakilan negara-negara dunia berjudul Gaps and Strategies for Safe and Predicted Ocean.
“Kesenjangan ini harus kita persempit. Ini pekerjaan rumah seluruh negara-negara di dunia,” ungkapnya.
Baca juga : Waspada Cuaca Ekstrem, BMKG Imbau Pemudik Aktif Pantau Informasi Cuaca Sebelum Mudik Lebaran
Dwikorita menerangkan, kesenjangan yang dia maksud yaitu pertama dalam hal kerangka hukum dan mekanisme kelembagaan, banyak negara yang gagal menerapkan pertukaran data antarlembaga maupun antarnegara, serta tidak adanya kerangka hukum untuk Multi-Hazard Early Warning Systems (MHEWS). Kedua yaitu terkait prasarana pengamatan dan sistem pemantauan karena jaringan observasi yang dimiliki masih manual, serta terbatasnya anggaran untuk otomatisasi pemantauan dan transmisi data.
Selanjutnya, kesenjangan ketiga yaitu terkait prakiraan dan prediksi numerik yang belum dapat dilakukan karena keterbatasan kapasitas SDM dan ketersediaan sarana prasarananya. Keempat, dalam hal peramalan berbasis dampak, banyak negara dalam prakiraan dan peringatan yang dikeluarkan tidak memiliki informasi mengenai potensi bahaya dan kerentanan wilayahnya. Kemudian, kelima dalam hal pengamatan data, yakni kurangnya data observasi khususnya di lautan. Dan terakhir, yakni terkait layanan peringatan dan multi-hazard early warning systems, banyak negara tidak memiliki kapasitas yang mumpuni untuk memperkirakan bahaya kumulatif dan dampaknya yang berjenjang.
“Dari aspek nonteknis, saya melihat perlunya untuk memastikan bahwa early warning dapat menyentuh dan dipahami hingga ke last mile,” ujarnya.
Baca juga : BMKG: Musim Kemarau di Indonesia Diprediksi Mundur
Strategi Atasi Kesenjangan
Lebih lanjut Dwikorita mengatakan terdapat sejumlah strategi yang dapat dilakukan untuk mempersempit jurang kesenjangan tersebut. Di antaranya yaitu dengan membangun aliansi jaringan dengan berbagai pihak mulai dari akademisi, lembaga penelitian, antarpemerintah, maupun kemitraan pemerintah dan swasta. Strategi selanjutnya yaitu dengan memperkuat konteks lokal bagi komunitas di daerah terpencil, serta perlibatan sektor swasta untuk mempercepat tercapainya early warning system for all (EW4ALL) secara cepat, tepat, akurat, mudah dipahami dan direspons, serta luas jangkauannya.
Dalam kesempatan tersebut Dwikorita juga menawarkan beberapa solusi untuk mengatasi kesenjangan dalam aspek teknis dan nonteknis. Pada aspek teknis, ia menyodorkan solusi dengan target memberikan peringatan yang tepat waktu, dapat diandalkan, akurat, dapat dipahami, dan dapat ditindaklanjuti. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan pengamatan yang sistematis dan berkesinambungan, memperkuat sistem berbasis komunitas lokal yang ada serta sistem terintegrasi (berbasis kolaboratif) dan pertukaran data.
“Sedangkan untuk kesenjangan nonteknis, solusinya dengan target untuk memastikan respons dini dapat dilakukan oleh masyarakat. Hal ini dapat dicapai dengan komunikasi risiko melalui pendidikan komunitas, meningkatkan literasi kebencanaan masyarakat, dialog, kemitraan pemerintah-swasta, dan sebagainya,” pungkas Dwikorita. (RO/B-1)
BMKG menginformasikan potensi cuaca ekstrem yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia, termasuk udara kabur, cerah berawan, berawan, berawan tebal, hujan ringan
GEMPA bumi bermagnitudo 6,0 yang mengguncang wilayah Poso, Sulawesi Tengah, pada Rabu (23/7) pukul 21.06 WITA, mengakibatkan tiga rumah warga mengalami kerusakan.
BMKG mencatat sebanyak 11 gempa susulan terjadi setelah gempa utama bermagnitudo 6,0 yang mengguncang wilayah Poso, Sulawesi Tengah, Kamis (24/7) malam.
Poso, Provinsi Sulawesi Tengah diguncang gempa bumi, Kamis (24/7). Gempa bumi itu merupakan gempa dangkal dan tidak berpotensi tsunami
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisikan merilis prakiraan cuaca untuk wilayah DKI Jakarta, periode Kamis 24 Juli 2025. Cuaca diperkirakan akan cukup bersahabat.
Bibit Siklon Tropis 99W terpantau di perairan barat Filipina yang membentuk daerah perlambatan kecepatan angin atau konvergensi yang memanjang di Laut Cina Selatan.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan potensi hujan ini diperkirakan akan bergeser ke wilayah tengah dan timur Indonesia pada periode 10 hingga 12 Juli 2025.
BMKG memperingatkan para pemudik Lebaran yang melintas di Jawa Tengah untuk waspada terhadap hujan dengan intensitas sedang hingga tinggi yang berpotensi terjadi pada 23-27 Maret 2025.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati memastikan layanan informasi cuaca, iklim, serta deteksi gempa bumi dan potensi tsunami tetap berjalan selama 24 jam meskipun ada efisiensi anggaran.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menyoroti urgensi peringatan dini sebagai sarana penting dalam melindungi masyarakat dari bencana alam.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menghibau pemudik berhati-hati dan waspada akan potensi cuaca ekstrem saat mudik lebaran.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved