BADAN Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan, para penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia bisa menjadi bonus demografi, seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup.
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengatakan, peningkatan angka usia harapan hidup lansia mencapai 74 tahun atau naik jika dibandingkan dengan tahun 2010, yaitu 72 tahun dan 2020 sebesar 73 tahun. Karena itu, Hasto menilai potensi Lansia di setiap daerah mesti dioptimalkan.
“Sudah seharusnya dioptimalkan agar mereka menjadi sosok lansia tangguh, sehat dan tetap produktif atau bahkan bisa diberdayakan sebagai bonus demografi,” jelas Hasto dalam peringatan Hari Lansia Nasional, Senin (29/5).
Baca juga : 29 Mei Hari Lansia Nasional, Begini Sejarahnya
Menurutnya, peran keluarga dan kepedulian generasi muda sangat berpengaruh dalam membentuk lansia bermartabat yang saat ini jumlahnya semakin banyak seiring meningkatnya usia harapan hidup orang-orang di Indonesia.
"Kepedulian keluarga dan generasi muda itu penting agar para Lansia menjadi bermartabat yaitu bagaimana peran keluarga agar lansia tetap produktif dan berguna bagi keluarga dan masyarakat dengan pemberian kesempatan untuk berperan dalam kehidupan keluarga, mengikuti kegiatan sosial kemasyarakatan dan keagamaan, mendapatkan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak Lansia," kata Hasto.
Baca juga : Lansia dan Pemanasan Global
"Kita kebanjiran usia tua kalau yang menopang yang muda itu stunting waduh berat sekali. Oleh karenanya jangan sampai muncul generasi stunting. Generasi harus berkualitas supaya besok bisa mengurus orang tua-orang tua yang sehat," bebernya.
Pada 2035 mendatang, lanjut Hasto, rata-rata pendidikan lansia Indonesia hanya 8,3 tahun. Supaya bisa keluar dari jebakan middle income, katanya, pemberdayaan usia produktif merupakan keniscayaan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2022, selama 10 tahun terakhir, persentase penduduk Lansia di Indonesia meningkat dari 7,57 persen pada 2012 dan menjadi 10,48% pada 2022. Angka tersebut diproyeksi akan terus mengalami peningkatan hingga mencapai 19,9% pada 2045.
Struktur penduduk tua
Saat ini, tercatat ada delapan provinsi yang telah memasuki struktur penduduk menua, yaitu persentase penduduk lanjut usia yang lebih besar dari 10%.
Kedelapan provinsi tersebut adalah DI Yogyakarta (16,69%), Jawa Timur (13,86%), Bali (13,53%), Jawa Tengah (13,07%), Sulawesi Utara (12,98%), Sumatera Barat (10,79%), Sulawesi Selatan (10,65%), dan Lampung (10,24%).
Menurut jenis kelamin, lansia perempuan lebih banyak daripada lansia laki-laki, yaitu 51,81% berbanding 48,19%. Menurut tempat tinggalnya, lansia di perkotaan lebih banyak daripada di perdesaan, yaitu 56,05% berbanding 43,95%.
Terkait dengan kesehatan lansia, sebanyak 42,09% lansia pernah mengalami keluhan kesehatan dalam sebulan terakhir, separuh di antaranya (20,71%) terganggu aktivitasnya sehari-hari atau sakit. Artinya, sekitar satu dari lima lansia di Indonesia mengalami sakit dalam sebulan terakhir.
Selanjutnya, angka kesakitan lansia penyandang disabilitas hampir dua kali lebih besar dibandingkan lansia non disabilitas (34,60% berbanding 18,82%). Sementara jika dilihat berdasarkan klasifikasi desa, angka kesakitan lansia di perdesaan lebih tinggi dibandingkan di perkotaan (23,92% berbanding 18,20%).
Mengingat kondisi kesehatan yang rentan terserang penyakit, lansia perlu berperilaku sehat seperti rajin berolahraga dan menghindari rokok. Akan tetapi, hampir seperempat lansia masih merokok, baik setiap hari (21,24%) maupun tidak setiap hari (2,19%).
Staf Ahli Gubernur Daerah Istimewa Yogyakara Bidang Hukum Pemerintahan dan Politik Maladi mengungkapkan, jumlah penduduk lanjut usia di DIY telah mencapai 16,25% menjadi yang tertinggi di antara semua provinsi di Indonesia.
Saat ini, sambubngnya, rasio ketergantungan lanjut usia di daerah Yogjakarta bahkan mencapai 25,58%. Hal itu berarti, setiap 100 penduduk usia produktif, harus menanggung 26 orang lanjut usia. (Z-4)