Headline
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.
DOKTER spesialis akupuntur dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Irma Nareswari mengatakan akupuntur dapat mengurangi efek samping akibat terapi yang dijalankan pasien kanker agar bisa mempertahankan kualitas hidup mereka.
"Akupuntur merupakan terapi yang dimanfaatkan atau digunakan untuk efek samping dan keluhan-keluhan yang muncul pada saat terapi dan tentunya diharapkan supaya terapi-terapi tersebut itu dapat diselesaikan dan yang pasti kualitas hidup pasien dan tentunya keluarga tetap baik," ucap Irma, dikutip Kamis (2/3).
Terapi akupuntur yang minim rasa sakit, disebut Irma, dapat meningkatkan kualitas hidup pasien yang menjalankan terapi dan keluarga yang mendampingi.
Baca juga: Metode Akupuntur Alternatif Hilangkan Nyeri
Irma mengatakan pasien biasanya diberi obat morfin atau obat-obatan opioid untuk meredakan nyeri pada kankernya. Namun, penggunaan obat tersebut dalam jangka panjang bisa menyebabkan efek samping seperti sembelit atau konstipasi dan xerostomia atau kondisi di mana mulut pasien kering dan pahit sehingga menurunkan nafsu makan mereka.
Dengan melakukan terapi akupuntur, kata Irma, bisa meredakan nyeri pada pasien kanker dan mengurangi dosis penggunaan obat.
Saat ini akupuntur juga bisa dilakukan tanpa jarum dan minim rasa sakit yaitu dengan metode laser yang juga aman untuk pasien anak.
"Jadi, jangan takut bagi pasien-pasien yang takut jarum atau pasien anak-anak itu juga dapat tetap mendapatkan terapi akupuntur dengan menggunakan laser," ucapnya.
Akupuntur biasanya diberikan pada siklus ketiga kemoterapi saat keluhan-keluhan mulai muncul seperti mual dan muntah karena efek kemoterapi.
Akupuntur dapat diberikan sebelum pasien tersebut dilakukan kemoterapi untuk meningkatkan stamina pasien dan lebih merasa tenang serta mengurangi mual muntah secara signifikan.
Meskipun kemoterapi sudah berhenti, penggunaan akupuntur masih bisa dilakukan pada pasien untuk mengurangi kebas pada tubuh akibat radiasi kemoterapi.
Efek samping dari akupuntur, kata Irma, bisa terjadi jika pasien mengalami trombosit rendah di bawah 25.000 atau sel darah putihnya yang terlalu rendah, karena dapat mengakibatkan lebam karena penggunaan jarum akupunktur.
Namun, lebam tersebut tidak menimbulkan kecacatan atau memperburuk keadaan pasien.
Selain itu, ada akupuntur dengan model plester (Press Needle) dengan ukuran jarum yang sangat kecil yakni 0,3 sampai 0,5 milimeter yang bisa ditempel pada titik akupunktur.
"Efek samping lain atau kontraindikasi adalah jika kondisi pasien itu memang hemodinamika jadi tekanan darahnya juga sudah tidak baik, nadinya tidak baik, tanda vitalnya tidak baik tentunya kita akan hentikan dulu terapi akupunturnya sampai kondisi pasien stabil untuk mencegah efek samping lain atau perburukan kondisi tersebut," tutup Irma. (Ant/OL-1)
Kemenkes mengingatkan masyarakat agar siaga terhadap berbagai penyakit yang bisa muncul saat peralihan musim seperti saat ini, salah satunya demam berdarah dengue atau DBD
Banjir tengah melanda berbagai daerah di Indonesia, tidak terkecuali Jabodetabek. Hal itu menimbulkan dampak yang berbahaya bagi masyarakat, khususnya penyebaran penyakit leptospirosis.
Hipertensi, hingga kini, masih menjadi penyebab utama penyakit kardiovaskular dan kematian dini di seluruh dunia.
Pemerintah Indonesia berupaya mengeliminasi kusta karena kusta merupakan penyakit yang seharusnya sudah tidak ada lagi.
Dalam hal cuka sari apel, asam asetat merupakan penyebab utama di balik efek samping yang mungkin muncul.
Penyakit leptospirosis kembali menarik perhatian setelah menimbulkan korban jiwa dan menginfeksi ratusan orang di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Ketegangan otot, nyeri kronis, insomnia, hingga kelelahan dapat menjadi manifestasi dari beban emosional yang belum terselesaikan.
Masyarakat diajak untuk tidak ragu dan malu melakukan pemeriksaan kesehatan ke puskesmas jika memiliki gejala kasus TB sebab penyakit tersebut bisa disembuhkan.
Terapi ini terbukti efektif menangani sejumlah penyakit berat, seperti leukemia, krisis myasthenia gravis, Guillain-Barré syndrome, dan berbagai gangguan neurologis autoimun lain.
Gerakan cepat dalam latihan, seperti agility dengan shuttlecock, memicu rasa pusing hebat yang membuat Gregoria Mariska Tunjung khawatir akan kambuh mendadak.
Studi ini mengukur gejala seperti heartburn, nyeri dada, naiknya asam lambung, dan mual menggunakan kuesioner penilaian mandiri (GERD-Q, skor 0–18).
Lutetium PSMA hadir sebagai solusi terapi radioaktif yang efektif bagi pasien kanker prostat stadium lanjut.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved