Headline
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
KORIKA Riset dan Inovasi Industri Kecerdasan Artifisial (Korika) tengah menjajaki kerja sama global dengan Mohamed bin Zayed (MBZ) University of Artificial Intelligence dari Uni Emirat Arab (UEA) dan institusi global Malaria No More untuk penangan penyakit malaria di Indonesia. Kerja sama tersebut dilakukan dengan mengembangkan teknologi berbasis Artificial Intelligence (AI) untuk memprediksi dampak perubahan iklim terhadap penyebaran penyakit menular malaria.
"Korika telah berdiskusi dan menjajaki keseluruhan aspek pelaksanaan dari upaya membangun toolkit, sebuah sistem cerdas yang berbasis pada perubahan iklim untuk mengentaskan malaria di Indonesia," ujar Ketua Umum Korika, Hammam Riza, Jumat (10/2).
Baca juga: Vaksin HPV untuk Anak Efektif Cegah Kanker Serviks
Dijelaskan Hammam, dengan machine learning dan data sains penyebaran penyakit malaria bisa diprediksi dan dipetakan. Sehingga, intervensi dan mitigasi yang dilakukan benar-benar efektif dalam menekan tingginya penyakit menular itu di Indonesia.
Untuk itu, Korika juga menjalin kerja sama dengan Kemenkes, KLHK dan BMKG dalam memaksimalkan data-data dan informasi terkini. Parameter kasus malaria dan indikator perubahan iklim dapat digunakan untuk memprediksi dan memetakan kasus malaria di setiap daerah yang harus diintervensi.
"Malaria juga dipengaruhi oleh faktor perubahan iklim atau cuaca, sehingga denhan AI kita akan memiliki sistem yang bisa diprediksi dan dapat dilakukan intervensi terhadap merebaknya malaria di berbagai tempat," imbuh Hammam.
Lebih lanjut, dia mengatakan toolkit yang dikembangkan bisa berupa aplikasi seperti PeduliLindungi. Teknologi AI harus dimanfaatkan lebih luas lagi untuk sistem kesehatan Indonesia yang presisi.
"Demikian kita mendapatkan aplikasi seperti PeduliLindungi, karena kita harus berpikir lebih luas beyond covid-19," kata dia.
Director Institute For Malaria and Climate Solutions (IMACS) of Malaria No More Kausik Sarkar mengapresiasi upaya kerja sama dalam mengentaskan malaria di Indonesia. Sebagai negara kepulauan yang memiliki iklim tropis, penyebaran malaria bisa berlangsung cepat dengan dipengaruhi faktor perubahan iklim.
"Indonesia adalah satu dari tiga negara di Asia yang memiliki angka malaria tertinggi selain India dan Myanmar. Untuk kerja sama ini akan sangat penting untuk membangun sistem kesehatan yang lebih baik," ucapnya.
Sementara itu Director of Engagement Services MBZ University of Artificial Intelligence Hosni Ghedira mendukung penuh pemanfaatan AI untuk sistem kesehatan. MBZ dengan sumber daya teknologinya yang mumpuni bisa membantu membangun sistem kesehatan yang lebih baik.
"Dengan mengintegrasikan data-data yang ada terkait malaria dan perubahan iklim kita bisa membantu pembuatan kebijakan. Jadi kami sangat tertarik untuk bisa menyukseskan ini," ujarnya.
Pemanfaatan AI di bidang kesehatan khususnya penyakit menular bukanlah hal baru. Di beberapa negara maju, transformasi digital melalui AI untuk sistem kesehatan telah banyak diterapkan. Untuk penyakit malaria, praktik baik dari India bisa menjadi contoh bagi Indonesia dalam mewujudkan sistem kesehatan yang lebih baik. (H-3)
Obat malaria pertama yang diformulasikan khusus untuk bayi dan balita telah resmi disetujui untuk digunakan.
"Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus menjadi vektor utama. Keberadaan dan penyebarannya yang meluas menjadikan arbovirus sebagai ancaman serius,”
Meskipun tantangan terbesar berada di kawasan Afrika, kawasan Asia Pasifik termasuk Indonesia tidak boleh lengah.
Presiden RI ke-6 itu juga menyoroti wilayah Papua yang masih menyumbang 93% dari beban malaria nasional, dan menekankan pentingnya komitmen lintas pemerintahan.
MALARIA menjadi tantangan kesehatan di Indonesia, terutama di wilayah endemis. Malaria berkembang dari gejala ringan menjadi kondisi yang sangat serius
Beberapa penyakit kuno seperti Rabies, Trakoma, Kusta, TBC, dan Malaria masih menjadi masalah kesehatan serius di Indonesia.
Hari Hepatitis Sedunia dirayakan setiap tanggal 28 Juli sebagai aksi global untuk menunjukkan perhatian terhadap hepatitis yang masih menjadi risiko besar bagi kesehatan masyarakat.
Jepang dikenal luas sebagai salah satu negara dengan masyarakat tersehat di dunia.
Kemenkes mengingatkan masyarakat agar siaga terhadap berbagai penyakit yang bisa muncul saat peralihan musim seperti saat ini, salah satunya demam berdarah dengue atau DBD
Banjir tengah melanda berbagai daerah di Indonesia, tidak terkecuali Jabodetabek. Hal itu menimbulkan dampak yang berbahaya bagi masyarakat, khususnya penyebaran penyakit leptospirosis.
Hipertensi, hingga kini, masih menjadi penyebab utama penyakit kardiovaskular dan kematian dini di seluruh dunia.
Pemerintah Indonesia berupaya mengeliminasi kusta karena kusta merupakan penyakit yang seharusnya sudah tidak ada lagi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved