Penelitian: Kesehatan Otak Pesepak Bola Cenderung Memburuk Setelah Usia 65 Tahun

Basuki Eka Purnama
09/12/2022 11:45
Penelitian: Kesehatan Otak Pesepak Bola Cenderung Memburuk Setelah Usia 65 Tahun
Ilustrasi--Dua pemain bersaing untuk menyundul bola dalam laga Piala Dunia antara Kroasia dan Jepang.(AFP/OZAN KOSE)

KESEHATAN otak pemain sepak bola cenderung lebih buruk di saat melewati usia 65 tahun dibanding orang-orang pada umumnya. Hal itu terungkap dalam penelitian yang dipublikasikan, Jumat (9/12).

Proyek SCORES, lembaga yang berbasis di University of East Anglia di Inggris timur, menggunakan sistem daring untuk menilai fungsi kognitif individu-individu dan memantau penurunan kesehatan otak.

Proyek tersebut melibatkan 145 pesepak bola profesional, termasuk mantan striker Crystal Palace Mark Bright dan dua mantan pemain klub Norwich, Jeremy Goss dan Iwan Roberts.

Baca juga: Studi: Stres Pada Tingkat Tertentu Baik untuk Otak

Meskipun dalam penilaian ditemukan pesepak bola dalam kelompok usia 40-50 tahun kondisinya lebih baik daripada populasi umum, hal itu tidak berlaku saat mereka menua.

Data laporan SCORES menyusul penelitian oleh studi FIELD di Universitas Glasgow, yang menemukan pesepak bola tiga setengah kali lebih mungkin meninggal karena penyakit neurodegeneratif daripada populasi yang berusia sama.

Penelitian itu juga menyebabkan seruan baru untuk perlindungan yang lebih besar bagi pemain sepak bola dari gegar otak dan dampak jangka panjang dari menyundul bola berulang kali.

Dan sementara latihan fisik yang terkait dengan menjadi pesepak bola membantu para pemain dalam menjaga kesehatan otak mereka di tahun-tahun setelah pensiun, manfaat itu berkurang seiring berjalannya waktu.

"Ketika mereka mencapai usia 65 - saat itulah segalanya mulai memburuk," kata pemimpin peneliti SCORES Michael Grey, seperti dilansir AFP, Jumat (9/12).

"Performa pada usia di atas 65 memburuk ketika penilaian untuk hal-hal seperti waktu reaksi, fungsi eksekutif, dan navigasi spasial. Ini adalah tanda peringatan dini untuk kesehatan otak yang memburuk," lanjutnya.

Grey menambahkan studi SCORES direncanakan untuk mengikuti kelompok pesepak bola selama sisa hidup mereka.

"Ini akan memberi kita gambaran yang sangat jelas tentang potensi kerusakan yang disebabkan oleh menyundul bola," katanya, sambil menambahkan ukuran sampel yang lebih besar diperlukan untuk menghasilkan kesimpulan lebih lanjut.

Studi saat ini mencakup 55 mantan pemain sepak bola berusia 65 tahun ke atas, yang hasilnya dibandingkan dengan 27 anggota kelompok studi berusia 65 tahun ke atas yang tidak bermain sepak bola dan juga dengan kelompok normatif yang berisi ribuan peserta yang digabungkan dari studi lain yang telah melakukan tes yang sama.

SCORES - yang merupakan singkatan dari Screening Cognitive Outcomes after Repetitive head impact Exposure in Sport - juga mencoba mengumpulkan lebih banyak data dari mantan pesepak bola putri, di tengah kekhawatiran mereka bisa berisiko lebih besar terkena demensia daripada pesepak bola putra.

Keluarga Nobby Stiles, anggota timnas Inggris di Piala Dunia 1966, termasuk di antara sekelompok pemain dan keluarga kerabat mereka yang berencana menuntut Asosiasi Sepak Bola Inggris atas kegagalan mereka melindungi pemain dari cedera otak.

Stiles meninggal pada Oktober 2020 di usia 78 tahun karena menderita demensia. Dia ditemukan menderita ensefalopati traumatis kronis, kondisi otak progresif yang disebabkan oleh pukulan berulang di kepala.

Sementara tinju telah lama menjadi fokus perhatian, karena memungkinkan pukulan ke kepala, olahraga lain kini menghadapi masalah cedera otak.

Misalnya, Steve Thompson adalah salah satu dari banyak persatuan pemain rugby yang mengambil tindakan hukum terhadap beberapa badan pengatur karena kelalaian.

Pria berusia 44 tahun itu, anggota tim Inggris yang memenangi Piala Dunia Rugbi 2003, telah didiagnosa menderita demensia dini. (Ant/OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya