Headline
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.
UPAYA pencegahan persoalan-persoalan kekerasan terhadap perempuan, termasuk kekerasan seksual berbasis elektronik (KSBE), harus dimulai dari hulu. Ini dapat dilakukan melalui edukasi dan peningkatan literasi kepada masyarakat.
"Tidak bisa dipungkiri arus digitalisasi selain memiliki sisi positif juga membawa dampak ragam kekerasan, termasuk kekerasan seksual yang semakin banyak terjadi lewat perangkat elektronik yang dimiliki masyarakat," kata Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Senin (28/11).
Catatan Komnas Perempuan mengungkapkan kekerasan seksual berbasis elektronik (KSBE) meningkat tajam dalam kurun waktu 2017-2021. Dari 16 laporan yang diterima Komnas Perempuan pada 2017, naik menjadi 1.721 laporan di 2021.
Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang resmi diundangkan 9 Mei lalu menyebutkan bahwa yang termasuk KSBE adalah tindakan melakukan perekaman dan atau mengambil gambar atau tangkapan layar yang bermuatan seksual di luar kehendak atau persetujuan orang yang menjadi objek perekaman atau gambar atau tangkapan layar. Selain itu, tindakan mentransmisikan informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang bermuatan seksual di luar kehendak penerima yang ditujukan atas dasar keinginan seksual.
Tindakan berikutnya yang termasuk KSBE ialah melakukan penguntitan dan atau pelacakan menggunakan sistem elektronik terhadap orang yang menjadi objek dalam informasi atau dokumen elektronik untuk tujuan seksual. Menurut Lestari, upaya menyosialisasikan isi dari sejumlah kebijakan, termasuk UU Nomor 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual harus konsisten dilakukan.
Selain itu, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, upaya edukasi dan peningkatan literasi masyarakat terkait apa dan bagaimana menyikapi dan mencegah tindak kekerasan seksual juga harus ditingkatkan. Kehadiran UU TPKS yang merupakan bentuk komitmen negara dalam memberikan jaminan hak asasi manusia secara menyeluruh, khususnya dari kekerasan dan diskriminasi, ujar Rerie yang juga anggota Komisi X DPR dari Dapil II Jawa Tengah, tidak memberi dampak yang signifikan bila tidak dipahami secara menyeluruh oleh masyarakat dan para pemangku kepentingan yang melaksanakan kebijakan tersebut.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berpendapat kecepatan pemahaman masyarakat terkait tindak pidana kekerasan melalui perangkat elektronik, harus bisa mengimbangi kecepatan perkembangan teknologi di dunia digital, agar tindak kekerasan seksual berbasis elektronik bisa terus berkurang. Karena itu, tegas Rerie, dibutuhkan langkah segera yang strategis untuk membangun pemahaman yang menyeluruh dari masyarakat terkait berbagai isu tindak kekerasan dan upaya pencegahannya pada keseharian masyarakat.
Rerie juga mengajak semua pihak, masyarakat dan para pemangku kepentingan, untuk mengedepankan kepedulian terhadap sesama dengan menjunjung tinggi penegakan hak-hak asasi manusia dalam menjalankan aktivitas di tengah masyarakat. (OL-14)
PENGUATAN langkah koordinasi dan sinergi antarpara pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah serta masyarakat harus mampu melahirkan gerakan antikekerasan.
WAKIL Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan, upaya pencegahan kasus kekerasan pada anak dan perempuan harus dilakukan oleh semua pihak secara bersama-sama.
Upaya untuk mewujudkan peningkatan kualitas anak, perempuan, dan remaja masih banyak menghadapi tantangan.
Perlu penguatan kualitas guru dengan mekanisme yang transparan, sehingga mudah diakses.
WAKIL Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mendorong dilakukannya upaya antisipatif dalam menyikapi dampak konflik global terhadap perekonomian nasional.
WAKIL Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mendorong ketersediaan sistem pendidikan yang relevan dengan kebutuhan dunia kerja dan masyarakat.
PEMBENAHAN mutlak diperlukan di sejumlah sektor untuk mendorong efektivitas penerapan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
KETUA Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Universitas Gadjah Mada, Sri Wiyanti Eddyono mengatakan terdapat implikasi jika tidak memaksimalkan UU TPKS.
SEJAK disahkan 9 Mei 2022, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) belum optimal ditegakkan dalam melindungi korban kekerasan seksual.
selama ini lebih dari 50% lembaga di Indonesia sudah memberikan layanan menggunakan UU TPKS.
Sanksi pemberatan harus dilakukan karena oknum-oknum tersebut seharusnya pihak yang harus memberikan perlindungan terhadap perempuan.
KEMENTERIAN Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) menyampaikan progres sisa peraturan turunan UU TPKS.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved