Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
UBUD Writers & Readers Festival (UWRF) kembali hadir untuk ke-19 kalinya dari Kamis (27/10) hingga Minggu (30/10).
UWRF menyatukan talenta sastra terbaik dari segi lokal maupun internasional untuk program di tahun 2022, juga berperan sebagai pilar untuk beragam diskusi dan pertukaran budaya yang dinamis.
Festival sastra terbesar di Asia Tenggara akan menjadi tuan rumah untuk lebih dari 200 live events. Panelis-panelis ternama yang ikut bergabung meliputi Carla Power, Tim Baker, Audrey Magee, Sequoia Nagematsu, Kylie Moore-Gilbert dan Osman Yousefzada.
Baca juga : Sampoerna Academy Dorong Kreativitas Anak di Bali Melalui Literasi
UWRF22 juga turut menyambut susunan penulis dan seniman Indonesia, termasuk penulis dan jurnalis Putu Oka Sukanta, sutradara film Kamila Andini, penulis novel Ahmad Fuadi dan musisi Rara Sekar.
Dr. Drs I Ketut Suardana, M.Fil.H, Ketua Yayasan Mudra Swari Saraswati, menjelaskan, “Sudah lebih dari tiga tahun sejak saya membuka festival ini di dalam suasana yang baik."
"Saya sangat bahagia para komunitas penulis dan pembaca akhirnya bisa berkumpul kembali di Ubud dan bersuka ria dalam buku dan cerita dan ide-ide di bawah tema Uniting Humanity, yang banyak mencerminkan semangat dari festival ini sendiri. Festival ini merupakan acara yang mempersatukan umat manusia yang sangat beragam,” kata I Ketut Suardana.
Baca juga : Perpustakaan Milan Kundera Dibuka di Tanah Kelahirannya, Brno, Rep Ceko
Festival ini menawarkan berbagai panel diskusi yang mencermikan tema tahun ini dan mengangkat suara-suara yang dipengaruhi oleh tindakan penganiayaan, konflik dan pelanggaran hak asasi manusia.
UWRF22 juga akan menyorot beberapa topik, seperti The War in Ukraine, sebuah diskusi meliputi penulis asal Ukrania Oksana Maksymchwk dan Maz Rosochinsky, mengenai efek dari riak seismik yang disebabkan oleh perang terhadap dunia setelah pandemi covid, dan juga Uniting Humanity: Poetry of Peace, sebuah malam yang diisi dengan pengucapan kata-kata, dongeng dan hikmah dalam berdoa untuk kedamaian.
Janet DeNeefe, Festival Director dan Founder menjelaskan, “Kami tidak bisa mengabaikan invasi Ukraina karena dampak globalnya yang sangat luas. Ide untuk Poetry of Peace, menggabungkan penulis dan seniman bersama, mencerminkan bagaimana festival ini selalu beroperasi.”
Baca juga : Jakarta dalam Belantara Kata
Lalu Janet DeNeefe menambahkan,“Kami suka melampaui ekspektasi dengan adanya beragam program yang bertujuan untuk memberikan sarana informasi dan juga menyenangkan hati para pengunjung”
Sebagai bagian dari edisi ke-19, festival ini juga mempersembahkan beragam event-event yang mencakup banyak aspek kultur dan perspektif untuk mewujudkan pengertian yang lebih mendalam dan juga rasa hormat terhadap satu sama lain.
Hal ini termasuk diskusi langsung dengan aktivis asal Inggris dan seniman interdisipliner Osman Yousefzada, yang akan menceritakan isi dari buku pertamanya mengenai trauma yang diciptakan dari pengalaman migrasi, rasisme dan kemiskinan di Inggris selama beberapa dekade terakhir ini.
Baca juga : Industri Kepenulisan Terus Berkibar Meski Diterjang Pandemi
“Tema uniting humanity melalui dialog dualitas dan kepemilikan adalah suatu hal yang penting untuk pekerjaan saya dan menulis dan turut berpartisipasi dalam festival ini dengan pemikir dan penulis lainnya adalah sebuah kebahagiaan,” ujar Osman.
Jurnalis dan novelis asal Papua, Aprila Wayar juga akan turut berperan sebagai program utama di tahun ini untuk mendiskusikan mengenai taktik kreatif yang telah ia kembangkan sebagai sarana untuk perubahan di seluruh Tanah Air.
“Saya berharap festival tahun ini akan menjadi kunci untuk kebangkitan sastra dan menjadi dunia untuk literasi di Indonesia, juga sebagai dunia yang lebih kuat setelah pandemi covid,” ucap Wayar.
Baca juga : Kebiasaan Lokal tak Baik Harus Jadi Tantangan Bagi Pegiat Literasi
Program festival akan dilanjutkan dengan diskusi bersama penulis asal Australia Tim Baker tentang bagaimana menulis bisa menjadi obat dan membantu kita untuk membuat hidup, hubungan dan diri sendiri lebih bermakna saat bertemu dengan trauma.
Mengenai buku barunya Patting the Shark, di mana ia berjuang melawan diagnosa kanker prostrat stadium 4. Ia menjelaskan, “Saya merasa Bali dan Ubud khususnya merupakan tempat yang sempurna untuk membicarakan mengenai menulis sebagai obat karena pengalaman saya di sini menyembuhkan saya."
"Salah satu alasan saya sangat bersemangat untuk datang ke Ubud dan mendiskusikan buka saya adalah karena Bali mengerti kesehatan, pemikiran, badan dan jiwa holistik, jadi saya merasa berada di lingkungan yang sangat mendukung pembicaraan yang terkadang terasa peka dan sensitif,” papar Tim Baker.
Baca juga : Sastra dan Sejarah Berfungsi Ingatkan Kolektif Bangsa
Acara di luar program utama juga menjanjikan inspirasi yang luas. Akan ada sesi-sesi puisi, literary lunches, long table dinners, jalan-jalan di persawahan dan desa, peluncuran buku, pesta cocktail, dan pertunjukan musik.
Di kebun permakultur Mana Earthly Paradise, sebuah acara spesial dengan talenta musik Indonesia Rara Sekar akan menunjukkan proyek musik solonya di tengah kebun.
“Berupaya untuk selalu merawat hubungan diri dengan diri, diri dengan masyarakat dan diri dengan alam dengan kesadaran yang kritis dan reflektif di manapun aku berkarya,” jelas Rara.
Janet DeNeefe menambahkan, “Sebagai festival sastra terbesar di Asia Tenggara, reputasi nasional dan internasional memungkinkan kami untuk membawa nama-nama tersohor ke Bali dan peran kami adalah untuk menyiapkan platform terbaik untuk talenta literasi selanjutnya."
"UWRF adalah sebuah festival yang penuh karakter dan kedalaman dan setelah 19 tahun, menjadi sebuah ambisi yang membuat saya percaya bahwa kami bisa sampaikan,” terang Janet DeNeefe. (RO/OL-09)
Kali ini, UWRF mengangkat tema 'Atita, Wartamana, Anagata: Masa Lalu, Masa Kini dan Masa Depan'.
Jelang Hari Dongeng Nasional. Ayo Dongeng Indonesia bersama Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbudristek menggelar Festival Dongeng Internasional Indonesia (#FDII2022).
Sekolah interkultural Sampoerna Academy menginspirasi lahirnya generasi muda kreatif dan inovatif dengan menghadirkan karya murid di Ubud Writers & Readers Festival 2022.
SETELAH berhasil menghanyutkan pembaca lewat buku kumpulan fiksi mini pertamanya berjudul Strings Attached, Firnita kembali menghadirkan kumpulan fiksi mininya, Shorter Stories.
Kegiatan tahunan Ubud Writers & Readers Festival (UWRF) kembali digelar di Bali. Tahun ini festival tersebut berlangsung pada 8 hingga 17 Oktober mendatang.
Prof Agus telah menulis dan menerbitkan 11 buku yang membahas berbagai topik seputar politik, keamanan, dan hubungan internasional.
Sutradara kondang Hanung Bramantyo kembali menunjukkan produktivitasnya dengan menghadirkan dua film pada Februari ini.
Dedikasi Pramoedya Ananta Toer tidak lepas dari berbagai konsekuensi berat, ia harus merasakan pahitnya penjara di tiga rezim berbeda.
Kelima Penulis dongeng Indonesia ini menghasilkan karya legendaris yang menghibur sekaligus mendidik.
Han Kang, yang kini berusia 53 tahun, sebelumnya dikenal luas berkat karyanya The Vegetarian, yang memenangkan Man Booker International Prize pada 2007.
Penamuda mengundang para penulis untuk berkolaborasi menulis buku dengan beragam tema.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved