Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
CERITA sejarah yang diangkat dalam bentuk karya sastra akan menggugah ingatan masyarakat akan suatu peristiwa yang tak tertulis dalam teks sejarah, meskipun peristiwa itu berdampak besar dalam kehidupan masyarakat.
Begitu juga dengan fakta dan pertiswa sejarah yang ditulis sesuai dengan kaedah prosedur ilmiah, menjadi sumber berhargabagi penulisan karya sastra.
Sisi lain dalam sejarah bisa dibuat menarik dalam karya sastra, sebab fiksi memberi kebebasan bagi penulis untuk meramunya menjadi cerita menarik dalam karya sastra berbasis peristiwa sejarah.
Demikian benang merah dari sasarehan daring atau Sadaring seri ke-5 yang digelar organisasi penulis Satupena bertema “Sejarah dalam Sastra” di Jakarta, Minggu (10/10).
Sadaring ini menampilkan tiga narasumber berbobot yakni penulis novelsejarah, Iksana Banu, peneliti dan penulis sejarah, Amurwani Dwi Lestariningsih, dan penulis novel dan antropolog, Nusya Kuswantin.
Acara Sadaring dimoderatori oleh sejarawan UGM yang juga salah satu Ketua Presidium Satupena, Prof. Sri Margana. Dua puisi dibacakansebelum acara dimulai yakni puisi “Catatan Harian” karya Putu Fajar Arcana, dan puisi “Pelajaran” yang dibawakan Magdalena Sitorus.
Margana memberikan gambaran teoritis tentang hubungan sastra dan sejarah sehingga memberi pemahaman utuh bagi peserta untuk memahmi apa yang diungkapkan para narasumber. Menurutnya, tanggungjawab sastra dan sejarah agak berbeda.
Tugas sejarah itu kata Margana, kembar. Sejarah harus menceritakan suatu peristiwa sesuai dengan kejadian atau fakta dan menuliskannya dengan mengikuti prosedur ilmiah, spasial, temporal, kronologis berdasarkan fakta atau bukti.Sedangkan sastra cukup mengungkapkan gambaran tentang peristiwa yang dapat dipahami pembaca.
Penulis Novel Iksaka Banu yang banyak melahirkan novel berlatar sejarah era kolonial, banyak mempelajari sejarah masa ini yang jarang diungkap secara resmi tapi banyak informasi menarik yang bisa diangkat dalam bentuk novel.
“Sejarah kolonial lebih mengungkap tokoh dan nama besar, tapi masyarakat biasa, orang kecil yang seakan tak membuat sejarah sesungguhnya ikut berperan dalam perjalanan sejarah itu sendiri. Di mana mereka? Sedang apa mereka? Nah, kalau kita tahu informasinya, bisa kita ramu dalam bentuk novel menarik,” ungkap Banu.
Menurut Iksana Banu, karena pilihan pada masa Sejarah Kolonial, maka dirinya melakukan riset data atau dokumen masa kolonial, yakni dari para pengelana Eropa yang menulis catatan perjalanannya, tentunya yang sudah dibukukan.
Selanjutnya dari memoar atau kenang-kenangan yang ditulis para pejabat baik Belanda maupun pribumi, juga karya novel yang sudah ditulis para jurnalis misalnya.
Mantan wartawan yang kemudian menjadi novelis dan memperdalam antropologi, Nusya Kuswantin menceritakan bagaimana proses kreatifnya melahirkan novel berlatar belakang peristiwa mencekam tahun 1965.
“Profesi saya sebagai wartawan dan tempat tinggal saya di Banyuwangi, membuat orang bertanya tentang banyak hal. Juga mereka meneritakan pengalaman masa lalunya. Ini awalnya yang membuat saya terdorong serius mendalami masalah terkait peristiwa ’65,” katanya.
Secara personal, Nusya menceritakan bagaimana kesulitan mengambil sudut pandang, siapa aku dan bagimana nanti jika novel ini terbit.
“Ibu pernah menyarankan agar jangan menerbitkan soal ini dulu, tunggu situasi benar-benar aman. Akhirnya setelah saya kuliah lagi di Yogyakarta dan kondisi di sana sangat memungkinkan, keberanian untuk menerbitkan novel berjudul Lasmi semakin tinggi,” ungkap Nusya.
Harus Ada Keberanian
Begitu juga cerita peneliti dan penulis sejarah AmurwaniDwiLestariningsih. PNS di Kemendikbudristek ini juga menceritakan bagaimana awal mulatertarik menulis terkait peristiwa 65, khsusunya dari sudut perempuan yakni para tahanan wanita yang tanpa diadili tapi harus mendekam di penjara dan menderita lama di jeruji besi masa Orde Baru.
Amurwani mengungkapkan, hasil diskusi dengan rekan sejarawan Dr. Asvi Warman Adam mengantarkan riset untuk tesisnya tentang perempuan anggota Gerwani yang ditahan, akhirnya membuka jalan dan melancarkan risetnya untuk menulis tesis, meski untuk menjelajah dan menemukan mereka, awalnya sangat sulit.
“Saya mencari Sekjen Gerwani bernama Bu Darminah. Alamatnya saya sudah pegang yaitu di Gang Rela, Manggarai, Jakarta Selatan. Tiga hari mondar mandir di titik alamat itu, saya baru ketemu orang tua berambut putih berusia 70-an tahun," ucapnya.
"Dia tak mengaku, hanya bertanya balik, untuk apa mencari Darminah? Akhirnya setelah kembali ke orgaisasi Pakorba di Pasar Minggu, saya diyakinkan bahwa wanita beramput putih itu adalah Darminah. Akhirnya kita ketemu di Kantor Pakorba,” ungkap Amurwani.
Secuil cerita itu menggambarkan betapa para mantan anggotadan pengurus Gerwani menutup rapat identitas denganmengganti nama. Bu Darminah hanya dikenal sebagai Mbah Jamu di Manggarai, yang lain berubah identitas.
Semua itu demi menyelamatkan diri dan bisa beradaptasi dengan masyarakat. Kenapa? Orde Baru membuat mereka sangat takut, karena stigma buruk masih dilekatkan pada mereka. (RO/OL-09)
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), menggelar rangkaian kegiatan strategis dalam rangka penguatan literasi dan sastra, serta revitalisasi bahasa daerah di Jawa Tengah.
Aprinus mencontohkan, beberapa karya yang kandungan SARA, yakni pada novel Salah Asuhan yang pada draf awalnya disebut menyinggung ras Barat (Belanda).
Sastra sebagai suatu ekspresi seni berpeluang mempersoalkan berbagai peristiwa di dunia nyata, salah satunya adalah persoalan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Dedikasi Pramoedya Ananta Toer tidak lepas dari berbagai konsekuensi berat, ia harus merasakan pahitnya penjara di tiga rezim berbeda.
Dengan lebih dari 50 karya yang diterjemahkan ke 42 bahasa, Pramoedya Ananta Toer adalah lambang harapan, perlawanan, dan keberanian melawan ketidakadilan.
Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta menggagas Jakarta International Literary Festival (JILF) 2024.
Gempa Rusia magnitudo 8.8 guncang Kamchatka! Ketahui fakta dan daftar 7 gempa terbesar di dunia, termasuk Valdivia dan Tohoku.
Daftar gempa bumi terbesar di dunia, magnitudo, lokasi, dan dampaknya. Pelajari fakta menarik tentang gempa bumi!
MENEMUKAN kembali identitas Indonesia, demikian ide penulisan sejarah yang diusung oleh Kementerian Kebudayaan dengan melibatkan 113 sejarawan dan arkeolog.
ANGGA Dwimas Sasongko bersama Visinema Pictures meneruskan ambisinya untuk menggarap film epik tentang Pangeran Diponegoro berjudul Perang Jawa.
PENGENALAN dan pemahaman atas sejarah dan objek bersejarah serta aturannya selayaknya diketahui masyarakat Depok, terutama para pelajar dan guru sejarahnya sebagai stakeholders.
PENELITI senior BRIN Lili Romli menyayangkan pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon tentang tidak adanya bukti yang kuat terjadinya pemerkosaan massal pada Mei 1998.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved