Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
SARAF kejepit merupakan kondisi berbahaya yang biasanya ditandai dengan rasa nyeri di area tubuh tertentu, termasuk di area pinggang. Meskipun begitu, beberapa orang masih sulit membedakan nyeri pinggang biasa dengan yang berbahaya.
Apalagi, mengutip dari Mayo Clinic, sekitar 80% pernah merasakan nyeri di area pinggang, setidaknya sekali dalam hidupnya.
Banyak orang abai terhadap nyeri pinggang, beberapa orang lain merasa perlu melakukan pengobatan.
Hernia Nucleous Pulposus (HNP) atau saraf kejepit merupakan masalah yang sering terjadi di area tulang belakang, umumnya bagian punggung bawah atau pinggang. Kondisi ini dapat terjadi ketika saraf di area tulang belakang tertekan oleh jaringan sekitarnya, sehingga dapat menimbulkan rasa nyeri, baal, dan otot bagian tulang belakang yang melemah.
Baca juga: Sakit Pinggang Sebelah Kanan pada Wanita, ini Penyebab dan Cara Mengobati
Semua orang berisiko mengalami saraf kejepit, terutama mereka yang berusia 50 tahun ke atas, memiliki berat badan berlebih, genetika, beberapa orang mewarisi kecenderungan untuk mengalami HNP atau saraf kejepit, merokok, karena merokok dapat mengurangi suplai oksigen ke disk tulang belakang, sehingga tulang belakang lebih rentan rusak serta duduk dalam waktu yang lama.
Saraf kejepit sebaiknya tak dianggap remeh. Jika terus dibiarkan, ini akan mengganggu hantaran listrik sistem saraf ke otak, sehingga menyebabkan kesemutan, otot di bagian paha menjadi lemah, muncul rasa nyeri yang dapat mengganggu aktivitas. Bahkan, bisa menyebabkan kelumpuhan. Oleh karena itu, sebaiknya jika sudah mengalami gejala nyeri di area tulang belakang, segera lakukan konsultasi dengan dokter.
Pada umumnya nyeri pinggang biasa akibat aktivitas sehari-hari dapat hilang dengan sendirinya, atau muncul beberapa saat saja. Namun, kamu harus waspada jika mengalami nyeri yang disertai dengan kesemutan di area kaki, melemahnya otot-otot di bagian paha atau kaki, serta muncul nyeri tajam di pinggang yang menjalar ke area kaki.
Untuk mengatasi sekaligus mencegah saraf kejepit, sebaiknya jika mulai mengalami nyeri di area pinggang, segeralah melakukan pemeriksaan dengan dokter. Setelah melakukan konsultasi, biasanya dokter akan menyarankan pemeriksaan deteksi HNP dengan CT-Scan atau MRI untuk mengetahui ada atau tidaknya saraf kejepit. Setelah itu, dokter akan memberikan beberapa pilihan pengobatan yang sesuai dengan tingkat keparahan saraf kejepit, seperti terapi atau tindakan operasi. (Ant/OL-14)
Mengeblok saraf penghantar sinyal nyeri menjadi alternatif cara untuk mengatasi nyeri secara jangka panjang, bahkan permanen.
Jangan terjebak mitos seputar nyeri pinggang dan punggung, serta saraf kejepit. Mari pahami penjelasan dokter berikut ini.
NYERI pinggang tidak selalu karena saraf terjepit. Ada 60-an penyebab nyeri di bagian pinggang.
Data menunjukkan setiap orang dalam hidup mereka minimal pernah mengalami satu kali periode nyeri pinggang.
Salah satu pemicu rasa sakit di pinggang sebelah kanan yaitu penyempitan tulang belakang. Kondisi ini biasanya disebabkan oleh radang sendi yang berkaitan dengan penuaan.
Generasi Beta: Pahlawan atau korban revolusi teknologi? Mari kita bahas.
Dalam dekade terakhir, masyarakat Indonesia mulai akrab dengan dunia digital. Mulai dari kakek-nenek hingga cucu telah melek teknologi informasi.
Di era digital yang terus berkembang, transformasi digital bukan hanya sekadar tren. Itu telah menjadi kebutuhan mendesak dalam berbagai bidang, termasuk di bidang kesehatan.
Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (Simpus) adalah sebuah sistem digital yang dirancang khusus untuk membantu Puskesmas dalam mengelola berbagai informasi kesehatan.
Kalian harus perbanyak minum air putih. Air putih bermanfaat baik untuk kesehatan kulit. Dengan asupan cairan tubuh yang baik maka badan dan kulit menjadi terwat.
Putri Catherine dari Wales mengumumkan sedang menjalani kemoterapi pencegahan untuk mengobati kanker. Tapi apa itu kemoterapi pencegahan?
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved