Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
POLEMIK penggunaan senyawa kimia Bisfenol A (BPA) diduga menyebabkan berbagai masalah kesehatan, mulai dari kanker hingga kemandulan, santer terdengar belakangan ini. Betulkah tudingan itu?
Ketua Yayasan Kanker Indonesia (YKI), Prof Aru Wisaksono Sudoyo menyatakan, sungguh tidak tepat mengaitkan kanker dengan BPA. Sebab, belum ada bukti ilmiahnya.
“Sampai saat ini belum ada buktinya. Tidak cukup data untuk menyatakan BPA ini menyebabkan kanker. Kita perlu mengumpulkan data yang lebih banyak lagi dalam beberapa tahun ke depan sampai kita benar-benar yakin tentang hal ini,” kata Prof Aru saat ditemui Media Indonesia, Jumat (30/9).
Diketahui, kontroversi BPA semakin memanas setelah munculnya rencana pelabelan BPA pada air mineral kemasan galon isi ulang. Alih-alih BPA sebabkan penyakit kanker, kata Prof Aru, sebetulnya faktor penyebab kanker itu lebih disebabkan oleh gaya hidup.
Hal ini, tegasnya, sudah dibuktikan melalui bukti ilmiah yang sahih yaitu, overweight atau obesitas, gaya hidup kurang olahraga, dan pola makan tidak sehat.
Selain tiga faktor tersebut, faktor lain seperti zat kimiawi dari lingkungan pengaruhnya sangat kecil hanya sekitar 2%.
“Isu rokok lebih penting lho justru dikaitkan dengan kanker dibandingkan BPA. Sekali lagi, masih ada konflik data terkait BPA menyebabkan kanker,” jelas Prof Aru.
BPA biasa didapati dalam kemasan kaleng atau plastik. Fungsinya untuk memperkuat daya tahan kemasan sehingga bisa digunakan ulang. Komposisi BPA dalam wadah atau kaleng ini sangat kecil, dan tidak mudah untuk terurai.
Dokter spesialis penyakit dalam, Laurentius Aswin Pramono, mengatakan, saat ini penelitian dampak BPA terhadap kesehatan baru ada dalam tingkat mencit, atau studi sel di laboratorium. Akan tetapi, itu tidak bisa membuat kita berkesimpulan bahwa BPA merupakan penyebab dari kanker ataupun gangguan endokrin dan hormon,” imbuhnya.
Pada dasarnya, jelas dia, semua bahan kimia bersifat endocrine disruptor, yaitu komponen kimiawi yang bisa mengganggu fungsi sistem endokrin dan reproduktif dalam tubuh kita.
“Namun, untuk menimbulkan gangguan metabolisme dan endokrin, butuh kadar yang sangat besar dalam satu waktu secara bersamaan. Dalam berbagai review study, penggunaan bahan kimia dalam keseharian ternyata tidak mampu mencapai ambang yang bisa menyebabkan endocrine disruption,” tuturnya.
Ia menyontohkan, kandungan BPA dalam galon guna ulang hanya 0,001% dari ambang batas yang bisa mengganggu. “Disebutkan, butuh 10 ribu galon dalam satu waktu untuk bisa mencapai jumlah tersebut. Terkait hal ini, memang tidak perlu khawatir untuk menggunakan galon sehari-hari,” ujarnya.
Secara umum, zat-zat kimia yang masuk ke tubuh akan dibersihkan melalui berbagai mekanisme. Misalnya melalui detoksifikasi di liver (hati), dan dibuang oleh ginjal melalui urin. “Ada banyak jalur pembuangan zat kimia dari tubuh kita. Untuk BPA, akan didetoks di liver. Jadi dalam jumlah kecil tidak berbahaya karena akan didetoksifikasi, sehingga tidak masuk ke peredaran darah,” tutur Aswin.
Dengan kata lain, BPA yang masuk ke tubuh sehari-hari dalam jumlah kecil tidak akan terakumulasi, sehingga potensinya sangat minim untuk bisa menimbulkan endocrine disruption. “Yang berpotensi mengganggu adalah yang masuk dalam jumlah yang sangat besar dalam satu waktu, bukan akumulasi selama puluhan tahun,” tegas Aswin.
Secara etiologi dalam skala global, tidak ada hubungan kausalitas yang kuat antara BPA dengan berbagai penyakit, seperti kanker dan gangguan endokrin. “Tidak seperti rokok dengan kanker paru, atau virus HPV dengan kanker serviks, yang memang secara etiologi hubungan kausalitasnya sangat kuat,” papar dia.
Aswin menekankan, banyak sekali faktor yang bisa berpotensi menimbulkan gangguan endokrin dan hormon. “Ada hal-hal yang lebih penting untuk diperhatikan. Terutama sekali gaya hidup,” ujarnya. Pola makan dengan prinsip gizi seimbang, serta berolahraga secara teratur, adalah cara yang sangat baik untuk menjaga kesehatan metabolisme, kadar hormon, dan endokrin kita. (H-2)
BPOM mengungkapkan temuan mengkhawatirkan terkait paparan senyawa kimia berbahaya Bisphenol A (BPA) dalam galon guna ulang di enam kota besar Indonesia.
Menurut Dokter Tirta, kemunculan isu BPA di Indonesia sangat aneh karena baru muncul beberapa tahun belakangan dengan informasi yang kurang akurat.
Penelitian tidak mendapati adanya migrasi BPA dari kemasan galon guna ulang tersebut ke dalam air minum baik yang terpapar ataupun tidak terpapar sinar matahari.
KOMUNITAS Konsumen Indonesia (KKI) mengungkap temuan mengejutkan terkait distribusi air minum dalam kemasan galon guna ulang oleh market leader.
PARA pelaku industri air minum dalam kemasan (AMDK) yang berada di daerah menyesalkan kampanye negatif terkait isu Bisfenol A (BPA) yang dilancarkan pihak-pihak tertentu.
Penyebab seseorang terkena obesitas yang diketahui sejauh ini berkaitan dengan pola makan yang tidak sehat dan aktivitas fisik yang minim. Air putih pun terbukti tidak mengandung kalori.
Para ilmuwan mengembangkan sistem kecerdasan buatan yang merevolusi imunoterapi kanker.
Menurut data GLOBOCAN 2022, Indonesia termasuk dalam 10 besar negara dengan jumlah kasus kanker ovarium tertinggi di dunia.
Penelitian terbaru menunjukkan kombinasi radioterapi dan imunoterapi dapat “membangunkan” tumor paru-paru yang sebelumnya kebal pengobatan.
Banyak tantangan yang dihadapi pasien kanker anak dan keluarga, terutama yang berasal dari latar belakang keluarga prasejahtera.
MENILAI prevalensi gangguan tidur di antara pasien kanker sangat penting untuk memahami gejala dan mengidentifikasi strategi manajemen yang tepat.
Louis Van Gaal pertama kali didiagnosis menderita kanker prostat pada 2020, tetapi memilih merahasiakan kondisinya itu dari publik dan pemain saat masih melatih Belanda pada Piala Dunia 2022.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved