Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
BELUM kering duka atas kejadian meninggalnya seorang santri Gontor di Ponorogo. Kini terulang kembali, kasus kekerasan di lembaga pendidikan keagamaan yang mengorbankan satu orang santri hingga meninggal.
Santri tersebut diketahui bersekolah di Ikatan Cendikiawan Muslim Boarding school (ICMBS) Sidoarjo, Jawa Timur. Kabar duka itu tersiar, pada Senin (12/9) dan langsung diketahui Heti Hamid, ibu dari korban bahwa putra bungsunya itu telah berpulang.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jasra Putra mengungkapkan orangtua korban mempermasalahkan lembaga ponpes yang tidak jujur sejak awal.
“Menurut orang tua Sitti Hamid, ibu korban sekolah berasrama tersebut menyampaikan anaknya masuk UKS dalam kondisi kejang kejang dan langsung pingsan. Sekolah melalui RS Sidoarjo meminta ijin operasi karena darah keluar terus menerus dari mulut karena pembekuan darah di otak, kemudian dilaporkan anak meninggal,” ungkap Jasra, Selasa (20/9).
“Setelah melihat jenazah, ibu korban bersedih, dan kepalanya ada jahitan panjang, dan sekolah menyampaikan lompat dari lantai 3, dan orangtua semakin curiga. Orangtua kemudian memilih proses hukum dengan melapor ke Polres Sidoarjo, karena merasa ada kejanggalan setelah melihat langsung jenazah anaknya. Akhirnya informasi terakhir, sekolah merubah lagi keterangan, dengan menyampaikan meninggal anak akibat berkelahi satu lawan satu,” imbuh Jasra.
Baca juga: Perbaikan Tata Kelola Institusi Pendidikan Swasta Harus Segera Dilakukan
Peristiwa ini menambah daftar panjang kekerasan yang diselesaikan di ranah privat lembaga pendidikan. Jasra menyayangkan seolah sudah menjadi suratan anak-anak yang meninggal di ranah privat lembaga pendidikan bertipe “ponpes atau asrama” bukan lagi urusan orang tua.
“Ketika diserahkan kepada sekolah, ternyata sekolah tidak jujur. Seolah-olah ketika anak sudah dititipkan di sana, anak terputus nasabnya dari orang tua kandung. Saya kira kita harus mengingat kembali tentang ratifikasi Konvensi Hak Anak yang memasukkan Kafalah sebagai pengakuan pola pengasuhan alternatif dengan tidak memutus nasab,” jelas Jasra.
Meski penyebab meninggalnya anak dianggap tidak tunggal, namun ketika pandangan bahwa anak yang dititipkan menjadi milik lembaga, yang menjadi pijakan dalam menetapkan segala aturan, maka lembaga terjebak dalam menyegeramkan semua kondisi anak dalam peraturan dan keamanan sekolah.
“Sehingga menurut saya, itu telah mengikis kebijakan, SOP, aturan yang dibuatnya sendiri, dalam memperhatikan keselamatan anak-anak yang membutuhkan perhatian khusus, karena anak anak yang terlepas dari orangtua, dalam peraturan negara kita dimasukkan dalam anak-anak yang membutuhkan perhatian khusus dalam perlindungan dalam PP Perlindungan Khusus Anak. Karena kondisi kerentanan yang sewaktu waktu dapat terjadi,” tutur Jasra.
Jasra berhadap sekolah tipe asrama, disarankan bekerjasama dengan lembaga-lembaga rujukan terpercaya, yang memilliki kebijakan bekerja dengan anak dan kode etik bekerja dengan anak, agar apa yang diragukan sekolah berasrama tentang keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan tetap berjalan.
“Negara sudah menyiapkan layanan pro bono baik secara hukum, paralegal, maupun pendampingan khusus yang dibutuhkan. Sehingga sekolah berasrama tidak ragu, karena protap pekerjaan mereka telah diatur Undang Undang dan aturan terkait. Seperti Dinas Perempuan dan Perlindungan Anak, Relawan SAPA 129 yang memiliki Task Force lintas profesi dan tempat koordinasi lintas dinas dan lembaga,” kata dia.
“Saya kira dengan seringnya penyelesaian kekerasan di ranah privat, sekolah berasrama perlu jembatan, soal bagaimana melapor kekerasan, dengan lembaga lembaga yang terpercaya, yang bekerja dengan kdoe etik dan diberi mandat jelas, agar proses kasus tidak mengganggu proses pendidikan. Namun tetap tujuan mencabut akar kekerasan itu terjadi, sehingga akar kekerasan dalam pendidikan berasrama dapat dicabut, dengan tidak mentolerir siapapun,” tandasnya. (OL-4)
Selain pencabulan terhadap siswa santri yang kini dilaporkan ke kepolisian, upaya penculikan terhadap siswi di sebuah sekolah perlu diwaspadai.
Pendanaan pemulihan melalui peraturan ini hanya dapat diberikan setelah mekanisme restitusi dijalani, tetapi tidak ada batasan waktu yang tegas.
TPPK yang dibentuk di setiap sekolah bertugas melakukan upaya pencegahan dan penanganan kasus kekerasan.
BNPT bersama FKPT Provinsi Bali menyelenggarakan Lomba Gelar Budaya bertajuk Suara Damai Nusantara (SUDARA) guna memperkuat ketahanan siswa-siswi tingkat SMP dan SMA/sederajat
POLDA Metro Jaya mengungkap 1.449 kasus kejahatan jalanan sepanjang April hingga Juni 2025. Dari ribuan kasus tersebut terdapat tiga kasus yang menonjol.
TAWUR ialah fenomena kekerasan yang belakangan ini banyak berkembang di kalangan kelompok remaja yang berasal dari sekolah dan wilayah yang berbeda.
Taj Yasin menjanjikan hadiah bagi santri-santri asal Jawa Tengah yang bisa meraih juara pada ajang nasional di Sulawesi Selatan.
Baznas menyalurkan bantuan program Zmart Pesantren untuk 10 Pondok Pesantren di wilayah Jawa Timur.
Pesantren bukan hanya tempat menuntut ilmu atau sekadar menjadi pintar. Yang terpenting adalah menjaga akhlak generasi muda.
KETUA Bidang Pondok Pesantren dan Majelis Taklim Pengurus Pusat GP Ansor, Nur Faizin mendukung gagasan tentang transformasi pendidikan pesantren.
Sementara Kuasa Hukum pelapor -- KDR -- Heru Lestarianto, Sabtu (31/5) menjelaskan aksi penganiayaan tersebut tersebut terjadi pada Februari lalu.
Dia juga membangun kedekatan emosional dengan semua santri agar mereka patuh, disiplin dan menjauhi hal negatif yang bisa merusak masa depan mereka.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved