Headline
KPK akan telusuri pemerasan di Kemenaker sejak 2019.
BELUM kering duka atas kejadian meninggalnya seorang santri Gontor di Ponorogo. Kini terulang kembali, kasus kekerasan di lembaga pendidikan keagamaan yang mengorbankan satu orang santri hingga meninggal.
Santri tersebut diketahui bersekolah di Ikatan Cendikiawan Muslim Boarding school (ICMBS) Sidoarjo, Jawa Timur. Kabar duka itu tersiar, pada Senin (12/9) dan langsung diketahui Heti Hamid, ibu dari korban bahwa putra bungsunya itu telah berpulang.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jasra Putra mengungkapkan orangtua korban mempermasalahkan lembaga ponpes yang tidak jujur sejak awal.
“Menurut orang tua Sitti Hamid, ibu korban sekolah berasrama tersebut menyampaikan anaknya masuk UKS dalam kondisi kejang kejang dan langsung pingsan. Sekolah melalui RS Sidoarjo meminta ijin operasi karena darah keluar terus menerus dari mulut karena pembekuan darah di otak, kemudian dilaporkan anak meninggal,” ungkap Jasra, Selasa (20/9).
“Setelah melihat jenazah, ibu korban bersedih, dan kepalanya ada jahitan panjang, dan sekolah menyampaikan lompat dari lantai 3, dan orangtua semakin curiga. Orangtua kemudian memilih proses hukum dengan melapor ke Polres Sidoarjo, karena merasa ada kejanggalan setelah melihat langsung jenazah anaknya. Akhirnya informasi terakhir, sekolah merubah lagi keterangan, dengan menyampaikan meninggal anak akibat berkelahi satu lawan satu,” imbuh Jasra.
Baca juga: Perbaikan Tata Kelola Institusi Pendidikan Swasta Harus Segera Dilakukan
Peristiwa ini menambah daftar panjang kekerasan yang diselesaikan di ranah privat lembaga pendidikan. Jasra menyayangkan seolah sudah menjadi suratan anak-anak yang meninggal di ranah privat lembaga pendidikan bertipe “ponpes atau asrama” bukan lagi urusan orang tua.
“Ketika diserahkan kepada sekolah, ternyata sekolah tidak jujur. Seolah-olah ketika anak sudah dititipkan di sana, anak terputus nasabnya dari orang tua kandung. Saya kira kita harus mengingat kembali tentang ratifikasi Konvensi Hak Anak yang memasukkan Kafalah sebagai pengakuan pola pengasuhan alternatif dengan tidak memutus nasab,” jelas Jasra.
Meski penyebab meninggalnya anak dianggap tidak tunggal, namun ketika pandangan bahwa anak yang dititipkan menjadi milik lembaga, yang menjadi pijakan dalam menetapkan segala aturan, maka lembaga terjebak dalam menyegeramkan semua kondisi anak dalam peraturan dan keamanan sekolah.
“Sehingga menurut saya, itu telah mengikis kebijakan, SOP, aturan yang dibuatnya sendiri, dalam memperhatikan keselamatan anak-anak yang membutuhkan perhatian khusus, karena anak anak yang terlepas dari orangtua, dalam peraturan negara kita dimasukkan dalam anak-anak yang membutuhkan perhatian khusus dalam perlindungan dalam PP Perlindungan Khusus Anak. Karena kondisi kerentanan yang sewaktu waktu dapat terjadi,” tutur Jasra.
Jasra berhadap sekolah tipe asrama, disarankan bekerjasama dengan lembaga-lembaga rujukan terpercaya, yang memilliki kebijakan bekerja dengan anak dan kode etik bekerja dengan anak, agar apa yang diragukan sekolah berasrama tentang keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan tetap berjalan.
“Negara sudah menyiapkan layanan pro bono baik secara hukum, paralegal, maupun pendampingan khusus yang dibutuhkan. Sehingga sekolah berasrama tidak ragu, karena protap pekerjaan mereka telah diatur Undang Undang dan aturan terkait. Seperti Dinas Perempuan dan Perlindungan Anak, Relawan SAPA 129 yang memiliki Task Force lintas profesi dan tempat koordinasi lintas dinas dan lembaga,” kata dia.
“Saya kira dengan seringnya penyelesaian kekerasan di ranah privat, sekolah berasrama perlu jembatan, soal bagaimana melapor kekerasan, dengan lembaga lembaga yang terpercaya, yang bekerja dengan kdoe etik dan diberi mandat jelas, agar proses kasus tidak mengganggu proses pendidikan. Namun tetap tujuan mencabut akar kekerasan itu terjadi, sehingga akar kekerasan dalam pendidikan berasrama dapat dicabut, dengan tidak mentolerir siapapun,” tandasnya. (OL-4)
Kekerasan Terhadap 8 Jurnalis di Serang, Alarm Bahaya bagi Keselamatan Jurnalis di Indonesia
UPAYA memperkuat perlindungan perempuan dan anak dari ancaman tindak kekerasan melalui pengintegrasian sistem antarlembaga terkait harus mendapat dukungan semua pihak.
Para arkeolog menganalisis tulang belulang 82 orang yang dikuburkan ke dalam lubang-lubang antara tahun 4300 hingga 4150 sebelum masehi (SM) di Prancis Timur Laut.
Marius Borg Høiby, putra tertua Putri Mahkota Norwegia Mette-Marit, didakwa 32 pelanggaran hukum, termasuk tuduhan pemerkosaan.
Wilayah urban yakni Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur dan DKI Jakarta tercatat sebagai 3 provinsi dengan pelaporan jumlah perempuan korban kekerasan tertinggi.
Hasil kajian juga menyebutkan bahwa kekerasan dalam bentuk verbal dan psikis/emosi adalah bentuk kekerasan yang paling banyak dialami oleh anak dengan disabilitas.
PELATIHAN bagi para Asesor Penjaminan Mutu Eksternal Pendidikan Pesantren Jenjang Ma’had Aly terus digencarkan untuk meningkatkan mutu pendidikan pesantren di Tanah Air.
FORUM Pondok Pesantren (FPP) Jawa Barat wilayah Cirebon meminta masyarakat hati-hati menyikapi seruan boikot terhadap sebuah produk.
Taj Yasin menjanjikan hadiah bagi santri-santri asal Jawa Tengah yang bisa meraih juara pada ajang nasional di Sulawesi Selatan.
Baznas menyalurkan bantuan program Zmart Pesantren untuk 10 Pondok Pesantren di wilayah Jawa Timur.
Pesantren bukan hanya tempat menuntut ilmu atau sekadar menjadi pintar. Yang terpenting adalah menjaga akhlak generasi muda.
KETUA Bidang Pondok Pesantren dan Majelis Taklim Pengurus Pusat GP Ansor, Nur Faizin mendukung gagasan tentang transformasi pendidikan pesantren.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved