Headline

Pemerintah belum memastikan reshuffle Noel.

Temuan Arkeologi Ungkap Kekerasan Brutal yang Terjadi di Prancis, 6.300 Tahun yang Lalu

Bimo Aria Seno
22/8/2025 09:56
Temuan Arkeologi Ungkap Kekerasan Brutal yang Terjadi di Prancis, 6.300 Tahun yang Lalu
Tampak dari atas dua lubang zaman neolitikum yang berisi kerangka manusia di Prancis.(Fanny Chenal dan Philippe Lefranc / INRAP)

SEBUAH penemuan arkeologis mengungkap fenomena kekerasan brutal yang terjadi lebih dari 6.000 tahun lalu di Prancis timur laut. 

Dalam proses penelitian, para peneliti menemukan sisa-sisa manusia yang menunjukkan bekas tanda-tanda mutilasi dan penyiksaan yang diyakini sebagai bagian dari perayaan kemenangan masyarakat prasejarah.

Dalam studi yang diterbitkan di jurnal Science Advances, para arkeolog menganalisis tulang belulang 82 orang yang dikuburkan ke dalam lubang-lubang antara tahun 4300 hingga 4150 sebelum masehi (SM) di Prancis Timur Laut. 

Sebagian besar kerangka menunjukkan luka parah akibat benturan benda tumpul, patah tulang bagian bawah tubuh, dan lubang tusukan yang mengindikasikan kemungkinan terjadi penyiksaan sebelum kematian. 

Yang paling mencolok, beberapa orang kehilangan lengan kiri atau tangan mereka, diduga sebagai simbol kemenangan.

“Luka-luka ini bukan sekadar akibat pertempuran, tetapi tampaknya merupakan bagian dari pertunjukan kekerasan yang disengaja,” terang Teresa Fernández Crespo, osteoarkeolog dari Universitas Valladolid, Spanyol. 

Ia menambahkan bahwa lokasi kuburan yang berada di pusat pemukiman menunjukkan bahwa tindakan ini dilakukan secara terbuka untuk mempermalukan musuh di hadapan komunitas.

Analisis kimia terhadap gigi dan tulang mengungkap bahwa orang-orang yang dimutilasi berasal dari luar wilayah setempat, kemungkinan dari daerah di sekitar Paris. 

Melihat dari pola makanan yang mereka konsumsi berasal dari berbagai daerah, mengindikasikan bahwa mereka adalah kelompok yang berpindah-pindah. Sebaliknya, orang-orang yang dikuburkan tanpa dimutilasi berasal dari kelompok lokal, yang diduga tewas saat mempertahankan wilayah mereka.

Para peneliti menyimpulkan bahwa praktik mutilasi anggota tubuh ini merupakan bagian dari ritual kemenangan yang dilakukan oleh suatu kelompok setelah berhasil menaklukkan musuh. Ini menjadi salah satu bukti tertua tentang perayaan militer di Eropa prasejarah yang terdokumentasi dengan baik.

“Kami percaya mereka disiksa dalam konteks ritual kemenangan atau perayaan kemenangan yang mengikuti satu atau beberapa pertempuran,” ungkap Fernández-Crespo. Penemuan ini memberikan wawasan tentang konflik dan identitas sosial masyarakat saat itu, serta bagaimana kekerasan digunakan sebagai simbol kemenangan dan kekuasaan.

Masa Konflik

Bukti lainnya menunjukkan bahwa antara tahun 4500 hingga 4000 SM, di wilayah ini terjadi konflik yang meluas. Menurut Detlef Gronenborn, profesor arkeologi dari Leibniz Center for Archaeology di Jerman, periode waktu ini merupakan masa ketidakstabilan besar yang dipicu oleh perubahan iklim ekstrim dan masa krisis di seluruh eropa dengan puncaknya sekitar tahun 4100 SM.

Banyak pemukiman yang ditinggalkan secara tiba-tiba. Gronenborn juga menyebutkan bahwa migrasi besar-besaran dari wilayah Prancis Selatan kemungkinan menjadi pemicu ketegangan dan konflik yang berakibat pada perang. 

Linda Fibiger, osteoarkeolog dari Universitas Edinburgh, menyatakan bahwa temuan ini menarik dan memberikan wawasan penting tentang peristiwa kekerasan yang terjadi pada masa neolitikum. 

Sementara itu, Miguel Ángel Moreno-Ibáñez, dari universitas yang sama, menambahkan bahwa analisis kimia memungkinkan para peneliti membedakan antara korban dan pelaku dalam peristiwa kekerasan tersebut.

Peristiwa ini adalah masa perang, ketika masyarakat tinggal di pemukiman yang diperkuat, dan sisa-sisa tulang menunjukkan tanda-tanda kekerasan. 

Ditemukannya banyak tembikar dari wilayah Paris membuat para arkeolog meyakini bahwa penduduk dari wilayah paris menyerang wilayah yang kini dikenal sebagai Prancis timur laut.

Peneliti Fernández-Crespo menjelaskan bahwa “Luka-luka yang ditimbulkan dalam pertempuran neolitikum biasanya menargetkan kepala dan sangat jarang bagian tubuh lainnya”. 

Namun, temuan ini menunjukkan kekerasan ekstrim yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap seluruh tubuh. Hal ini hanya dapat dipahami dakam konteks penyiksaan dan mutilasi. 

Para peneliti menduga bahwa serangan brutal ini mungkin merupakan bentuk balas dendam, seperti yang dicatat dalam studi tersebut. (livescience.com/Z-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya