Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Tingkat Obesitas Balita Indonesia Kian Menantang

M. Ilham Ramadhan Avisena
18/8/2022 16:22
Tingkat Obesitas Balita Indonesia Kian Menantang
Ilustrasi(shutterstock)

Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Pungkas Bahjuri Ali menyebutkan, dalam satu dekade terakhir telah terjadi perbaikan pada status gizi balita di Indonesia. Namun tantangan baru yang muncul saat ini adalah persoalan obesitas.

"Ada tren menurun pada perbaikan status gizi balita dalam satu dekade terakhir, kecuali tren obesitas. Ini yang sekarang juga menjadi perhatian," ujarnya dalam webinar bertajuk Menuju Kemerdekaan dari Kelaparan dan Malnutrisi, Kamis (18/8).

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan, 1 dari 4 penduduk dewasa usia di atas 18 tahun mengalami obesitas. Prevalensi gizi lebih atau obesitas pada kelompok tersebut bahkan berada di level 21,8%, naik dari kondisi 2013 yang ada di level 14,8%.

Pungkas menyatakan, dari data itu juga menunjukkan bahwa 29,3% perempuan dewasa usia di atas 18 tahun mengalami obesitas. Angka tersebut lebih tinggi dari laki-laki yang hanya 14,5%.

"Kalau mengutip Aizawa dan Helbie, setiap 1% peningkatan kesejahteraan rumah tangga berkaitan dengan kenaikan kemungkinan mengalami kelebihan berat badan dan obesitas sebesar 0,6 poin persentase," kata dia.

Kelebihan gizi atau obesitas disebut menjadi tantangan yang akan dihadapi. Namun Pungkas meyakini upaya dan pemetaan kebijakan yang tepat akan mampu menurunkan tingkat obesitas.

Hal itu menurutnya serupa dengan upaya penanganan stunting yang berhasil ditekan dalam beberapa tahun terakhir. Data Bappenas menunjukkan, prevalensi stunting pada 2021 berada di level 24,4%, turun dari 2020 yang ada di angka 27,67%.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, pemerintah diketahui menargetkan penurunan prevalensi stunting ke level 14%, wasting ke level 7%, dan obesitas untuk dewasa usia di atas 18 tahun menjadi 21,8%.

Persoalan stunting hingga obesitas sukar untuk dipisahkan dari kondisi dan kualitas pangan dalam negeri. Kondisi tersebut setidaknya tergambarkan dari data Badan Pangan Nasional (BPN) yang menunjukkan prevalensi kurang gizi (PoU) Indonesia di 2021 berada di level 8,49%.

Angka itu terbilang masih cukup jauh dari target yang ada di dalam RPJMN di angka 5% dan target Sustainable Development Goals (SDGs) ke-2 menjadi 0% di 2030. PoU merupakan persentase populasi yang mengonsumsi energi kurang untuk hidup sehat dan tetap aktif sesuai dengan standar minimum.

Tingkat PoU itu diketahui mengalami peningkatan dalam tiga tahun terakhir. Di 2019 PoU Indonesia ada di level 7,63%, naik di 2020 menjadi 8,34%, dan naik lagi di 2021 menjadi 8,49%. Kondisi itu berbanding terbalik denhan target RPJMN yang menargetkan PoU 2019 ada di level 6,7%, 2020 di level 6,2%, dan 2021 di level 5,8%.

"Provinsi dengan PoU tinggi adalah Maluku dan Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat," ujar Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan BPN Rachmi Widiriani.

Dia menambahkan, pada 2021, jumlah daerah rentan rawan pangan mencapai 74 kabupaten/kota atau sekitar 14%. Faktor utama penyebabnya ialah produksi pangan wilayah lebih kecil dibanding kebutuhan, persentase penduduk miskin lebih tinggi, prevalensi balita stunting tinggi, dan akses air bersih masih terbatas.

"Adapun target penurunan daerah rentan pangan Indonesia itu adalah dari 16% di 2022 menjadi 12% di tahun 2024 nanti," terang Rachmi. (OL-12)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Retno Hemawati
Berita Lainnya