Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
HINGGA tahun 2025 mendatang pemerintah memiliki komitmen untuk mengurangi sampah plastik sampai 70%.
Hal ini juga tertuang dalam road map yang diatur dalam UU No. 18 Tahun 2018 serta Peraturan Menteri LHK No.75 Tahun 2019.
Kendati begitu, peta jalan pemerintah ini mulai terasa berat karena produsen makanan minuman justru memperkenalkan produk kemasan baru dari bahan plastik sekali pakai yang tidak sesuai dengan komitmen pemerintah.
Fungsional Ahli Madya Direktorat Pengelolaan Sampah, KLHK, Edward Nixon Pakpahan menyampaikan, “Permen LHK No.75 tahun 2019 memang mewajibkan produsen sektor ritel, manufaktur, serta industri makanan dan minuman untuk melakukan pengurangan produk sampah mereka."
"Kami mendorong agar produsen mengutamakan kemasan guna ulang. Harapannya produsen melakukan pengurangan produksi kemasan plastik sekali pakai,” ujarnya dalam keterangan pers, Senin (1/8).
Edward juga menanggapi wacana regulasi yang mendorong penggunaan air minum dalam kemasan (AMDK) galon sekali pakai. Menurutnya, AMDK galon sekali pakai tidak sejalan dengan prioritas penanganan sampah dalam Permen LHK 75/2019 tersebut.
“Pada dasarnya AMDK galon sekali pakai pada ujungnya nanti hanya akan menjadi sampah dan membebani lingkungan. Kami tidak mendukung penggunaan AMDK galon sekali pakai, usahakan perbanyak AMDK galon guna ulang,” tegasnya.
Selain itu kekhawatiran serupa juga menjadi fokus bahasan pada forum Environment Deputies Meeting and Climate Sustainability Working Group (EDM-CSWG) di Presidensi G20 beberapa waktu lalu.
Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK, Sigit Riliantoro juga mengemukakan bahwa delegasi G20 sepakat untuk mendukung agenda pengelolaan sampah laut. Salah satunya dengan mendorong penerapan ekonomi sirkular.
“Salah satu fokus agenda pada pertemuan tingkat tinggi di G20 ini adalah mencegah sebanyak mungkin sampah plastik ke laut dengan menggunakan siklus ekonomi sirkular,” ujarnya.
Berkaitan dengan itu, AMDK galon sekali pakai yang belum memiliki mekanisme daur ulang yang baik berpotensi menjadi polutan dan mencederai komitmen pemerintah hingga komunitas global untuk mencegah sampah plastik masuk ke laut.
Sumardi Ariansyah, Public and Youth Mobilizitasions dari Econusa Foundation, juga menanggapi masalah ini dengan nada serupa. Menurutnya penggunaan galon sekali pakai itu akan menjadi masalah baru bagi lingkungan dan kesehatan manusia.
“Ini isu yang luar biasa, 2025 sudah dekat. Di 2021-2022 kita sempat mengkampanyekan tentang pengurangan galon sekali pakai. Karena galon sekali pakai dalam penelitian pun tidak begitu steril. Tidak seperti yang selama ini digemborkan bahwa galon sekali pakai lebih steril dari guna ulang,” ujar Ari saat ditemui Minggu (24/7).
Belum lagi menurut Ari, galon sekali pakai itu setelah digunakan belum ada alur daur ulang yang lebih jauh dan sistematis. Menurutnya di Indonesia baru sekitar 12% sistem daur ulang bagi galon sekali pakai.
“Pada Undang-Undang No. 18 Tahun 2018 tentang pengelolaan sampah, regulasi ini jelas memberikan arahan agar industri mengurangi produksi kemasan sekali pakai, serta menggiatkan usaha daur ulang dan penggunaan wadah guna ulang,” kata Ari.
Terkait dengan rencana BPOM yang akan melabeli air minum dalam kemasan (AMDK) galon atas nama kesehatan publik, Ari kurang sependapat dengan solusi yang ditawarkan tersebut. Menurutnya. hal itu adalah solusi semu.
“Solusi itu tidak langsung menyentuh permasalahan inti. tidak 100% galon sekali pakai itu bebas atau steril dari zat-zat kimia. Daripada membuat galon sekali pakai, solusi yang tepat menurut kami adalah penyediaan water station yang disediakan pelaku industri di ruang publik seperti mall atau stasiun,” kata Ari.
Senada dengan Ari, Swietenia Puspa Lestari, Pendiri Divers Clean Action juga merasa bahwa narasi yang dibangun saat ini membuat persepsi masyarakat tentang galon sekali pakai dan guna ulang menjadi keliru.
Baca juga: WALHI: Produsen Belum Berkomitmen untuk Atasi Krisis Sampah Plastik di Indonesia
“Sekarang edukasi atau iklan di masyarakat tentang AMDK galon itu menciptakan persepsi keliru, bahkan sampai build in ke sinetron-sinetron. AMDK galon sekali pakai tidak lebih baik daripada AMDK galon guna ulang,” katanya.
Menurutnya di kalangan masyarakat sendiri ada 50 ribu orang yang sudah menandatangani petisi untuk menolak galon plastik sekali pakai. Masyarakat harus mencegah peralihan konsumsi dari kemasan guna ulang dan isi ulang, jadi konsumen kemasan sekali pakai.
Data KLHK sendiri menunjukkan baru 28,5% sampah plastik ke laut Indonesia yang bisa dikurangi dari 2018-2021. Ini masih jauh dari target pengurangan 70% di 2025. Serta diketahui sampah plastik sekali pakai perlu waktu ratusan tahun untuk terurai kembali.
Belum lagi uraian plastik sekali pakai memperbesar risiko kontaminasi mikro plastik yang mencemari tidak hanya lingkungan tapi juga bagi kesehatan manusia dan hewan. (RO/)L-09)
Kegiatan pengelolaan dan daur ulang sampah ini menggandeng Waste4Change untuk melakukan pengelolaan sampah dari hulu ke hilir.
Jikaa dihitung secara kasar sejak tahun 2018 hingga tahun 2023, kerugian yang disebabkan oleh masalah pencemaran sampah plastik di laut Indonesia diperkirakan mencapai Rp2.000 triliun.
Sampah yang dihasilkan dari kegiatan masyarakat di Indonesia juga bisa masuk ke Samudera Hindia hingga ke Madagaskar.
Warga akan diedukasi modul Plastic, Sustainability & You Education (PSYE) untuk meningkatkan kesadaran tentang penggunaan plastik berkelanjutan dan pengelolaan limbah yang efektif.
Target pemerintah Indonesia dalam menurunkan kebocoran sampah plastik dari aktivitas masyarakat sebesar 70 persen pada 2025.
BRIN terus melakukan penelitian dengan memanfaatkan kecerdasan buatan dalam mendeteksi jenis sampah plastik. Termasuk, melibatkan akademisi dari berbagai multidisiplin ilmu.
Penelitian terbaru memicu kekhawatiran global setelah ilmuwan menemukan sekitar 27 juta ton nanoplastik mengambang dan tersuspensi di Samudra Atlantik Utara.
UPAYA membangun ekosistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan kian mendesak di tengah meningkatnya tekanan terhadap industri pengguna plastik.
Pelibatan anak-anak dalam berbagai upaya mengurangi sampah plastik disebuat bisa membuat kesuksesannya lebih maksimal.
Sampah plastik multilayer diolah menjadi serpihan (flakes) yang dapat dimanfaatkan oleh industri daur ulang.
Di tengah meningkatnya polusi plastik, seorang guru di SDN 003 Bontang Utara, Bontang, menunjukkan bahwa perubahan dapat dimulai dari ruang kelas.
KOTA Surabaya akan menjadi lokasi pertama proyek kemitraan pemerintah Indonesia dan UEA dalam penanganan sampah plastik sungai untuk mencegah kebocoran di perairan laut.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved