Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Dokter Sebut Ibu Hamil yang Terlalu Gemuk Berdampak Buruk bagi Bayi

Basuki Eka Purnama
15/4/2022 05:45
Dokter Sebut Ibu Hamil yang Terlalu Gemuk Berdampak Buruk bagi Bayi
Ilustrasi ibu hamil(MI/Ramdani)

DOKTER Spesialis Kebidanan & Penyakit Kandungan Konsultan Obstertik Ginekologi Sosial (POGI) Prof Dwiana Ocviyanti mengingatkan dampak buruk yang bisa menimpa ibu hamil dan bayi jika mereka terlalu gemuk apalagi obesitas.

"Khusus yang obesitas, ibu obesitas dua kali lipat kemungkinan dia menderita preeklampsi," ujar Ketua Pokja Angka Kematian Ibu (AKI) itu dalam sebuah acara kesehatan yang digelar daring, dikutip Jumat (15/4).

Preeklampsia merupakan gangguan kehamilan yang ditandai tekanan darah tinggi dan kandungan protein yang tinggi dalam urine. Bila ibu sampai terkena masalah itu, dia berisiko empat kali lipat melahirkan bayi dengan berat badan lahir yang rendah atau IUGR (Intra Uterine Growth Restriction).

Baca juga: Ini yang Harus Dilakukan Ibu Hamil Agar Bisa Berpuasa

Bayi IUGR berisiko dua kali lipat mengalami stunting atau kondisi tubuh anak pendek akibat kekurangan gizi kronik yang disebabkan antara lain asupan makanan tidak adekuat ataupun kebutuhan makanan anak meningkat karena dia mengalami penyakit seperti infeksi.

"Sedangkan ibu yang preeklampsi, rata-rata untuk menolong ibunya kita tidak mengizinkan ibunya hamil sampai cukup bulan. Sebagian mereka diterminasi kehamilannya pada masa pre-term. Prematur saja meningkatkan risiko stunting dua kali," jelas Prof Ocviyanti.

Bayi dengan berat badan kecil selama di kandungan tidak akan tumbuh dengan baik, kemudian ditambah dia harus lahir prematur maka menempatkannya pada risiko stunting hingga 7,5 lipat.

"Ini menyedihkan. Gemuk itu bukan hal yang baik-baik saja," tutur Prof Ocviyanti.

Berat badan ideal ibu untuk memulai kehamilan bila mengambil rerata tinggi badan perempuan di Indonesia yakni 150-160 cm, maka tidak boleh lebih dari 60 kg. 

Kemudian, selama kehamilan ibu juga perlu menjaga kenaikan berat badannya. Pada lima bulan pertama kehamilan, bila berat badan ibu sudah normal maka tidak apa-apa jika tidak mengalami kenaikan berat badan. Tetapi bila naik pun diusahakan tidak boleh lebih 6 kg sepanjang kehamilannya.

"Kita bukan makan untuk dua orang. Lima bulan pertama kehamilan kalau berat badan normal tidak perlu naik berat badan juga tidak apa-apa. Naik 1-2 kg cukup. Tetapi kalau berat badan berlebih bahkan sepanjang kehamilan tidak boleh lebih dari 6 kg," kata Prof. Ocviyanti.

Berbicara risiko anak stunting, sebenarnya bukan saja berasal dari ibu hamil gemuk dan mengalami kenaikan berat badan tak terkontrol, tetapi juga mereka dengan kekurangan energi kronik (KEK) dan anemia. 

Data Riskesdas terbaru menunjukkan, sebanyak 17% ibu dengan kondisi KEK, sementara anemia dihadapi sekitar 50% ibu.

"Sudah ada yang kekurusan, kegemukan 30%-40%, 50% ibu hamil anemia, ini jelas berisiko terhadap terjadinya stunting dan kematian ibu," tutur Prof Ocviyanti.

Agar kondisi itu tak terjadi, dia menyarankan para ibu hamil mengikuti langkah-langkah yang sudah diinformasikan Kementerian Kesehatan yakni menjalani pemeriksaan kehamilan ke dokter, memastikan tidak memiliki risiko KEK, obesitas, penyakit penyerta dari awal dan tidak anemia.

"Kalau ini bisa kita kendalikan, kita berharap generasi muda di 2024 dimulai dengan angka stunting yang turun, nantinya betul-betul menjadi golden generation," demikian saran dia. (Ant/OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya