Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
TERORISME masih menjadi ancaman di Indonesia. Berceritalah Nyoman Rencini, isteri Ketut Sumawat yang meninggal dunia akibat peristiwa Bom Bali I pada 2002 silam. Nyoman hingga kini harus menghidupi tiga anaknya tanpa suami.
Menjadi binatu usaha rumahan milik tetangganya, hingga berjualan kopi di warung sederhananya ia lakoni di tengah derita hidup sebagai seorang ibu sekaligus berperan sebagai ayah di keluarga kecilnya itu.
Kisah haru juga dituturkan oleh Nugroho Agung Laksono. Lelaki kelahiran Jakarta yang sejak kelas 4 SD ingin membantu meringankan beban ekonomi ibunya itu harus menghadapi kenyataan hidup yang keras di Ibukota dan sulit ia lupakan.
Peristiwa Bom Kampung Melayu di Jakarta pada 2017 telah mengubah perjalanan hidupnya. Kakinya harus dioperasi besar di RS Polri akibat terkena pecahan bom rakitan yang diledakan oleh teroris. Kini Agung menjalani hari-harinya sebagai sopir angkot. "Aku masih tetap ingin membantu ibu. Keluarga saya ekonominya pas-pasan," katanya lirih.
Begitu juga yang dialami Sudirman Abdul Talib. Ia masih ingat, bom dahsyat yang meledak di Kedutaan Besar Australia di Kuningan, Jakarta pada 9 September 2004 itu telah mengakibatkan jemari tangannya tidak normal lagi. Satu matanya di sebelah kiri masih bermasalah.
Pemuda asal Bima, Nusa Tenggara Barat ini mengaku sempat putus asa menjalani hidupnya. Namun berkat dukungan moril dan rasa empati dari masyarakat serta aktivis perdamaian kini Agung bisa menyelesaikan studi S1 jurusan bahasa Inggris yang ia cita-citakan sejak merantau dan menginjakan kakinya di Jakarta 18 tahun silam.
Itulah sekelumit kisah tiga penyintas akibat aksi terorisme yang beruntun terjadi di Tanah Air. Diinisiasi oleh AIDA (Aliansi Indonesia Damai) mereka mengisahkan pengalaman pilunya itu di serambi tenda Hotel Sari Pacific, Jakarta, Kamis (9/12).
Setelah mendengar kisah-kisah yang menyentuh rasa kemanusiaan itu, seketia Ali Fauzi bangkit dari tempat duduknya menghampiri ketiganya dan memberikan salam empati. Mata Ali Fauzi tampak sembab.
"Bila mendengar cerita-cerita para penyintas perasaan saya bergolak, tak tahan menahan haru," ujarnya. Ali Fauzi sendiri dulu adalah mantan teroris dan pentolan Jamaah Islamiah (JI). Dia ahli perakit bom dengan jabatan instruktur perakitan bom di organisasi JI.
Namun, adik Amrozi pelaku Bom Bali 1 itu telah insyaf dan bahkan bertekad mengabdikan hidupnya untuk melakukan gerakan deradikalisasi kepada mantan teroris agar menjalani hidup yang benar. Sekarang, sebanyak 112 mantan teroris dia bina dan dicarikan jalan untuk berkegiatan ekonomi melalui Yayasan Lingkar Perdamaian di kampung halamannya Desa Tenggulun, Lamongan, Jawa Timur.
Cukup panjang kisah mantan narapidana terorisme (napiter) ini sampai ia menyempal dari jaringan teroris JI. Ali Fauzi mengatakan merasa berdosa ketika melihat dengan mata kepala sendiri bahwa bom-bom yang diledakan oleh para teroris itu membunuh banyak orang yang tak berdosa dan sekaligus menyengsarakan keluarga mereka. Perasaan berdosa itu terus menggelayutinya hingga sekarang.
Aksi terorisme merujuk pada pengalaman yang ia pahami tidak akan hilang. Apalagi para teroris itu dengan lihai membungkusnya dengan keyakinan agama. Untuk itu Ali Fauzi mengimbau kepada seluruh masyarakat agar tetap waspada dan berani serta terus bergandengan tangan dalam memerangi aksi-aksi destruktif itu.(Soelistijono/H-3)
FPHW secara tegas menolak berkembangnya organisasi masyarakat yang teridentifikasi dan menganut paham intoleransi, radikalisme dan terorisme.
Pancasila dan khilafah tidak bisa hidup berdampingan di Indonesia. Salah satunya harus dikorbankan.
SOSOK Prof Yudian Wahyudi menjadi salah satu lulusan pesantren yang berhasil di dunia akademik. Dari Pesantren Termas di Pacitan, Jawa Timur.
KARENA Indonesia negara multikultural, munculnya potensi radikalisme menjelang pilkada serentak 9 Desember 2020 masih sangat tinggi.
Paham radikalisme tumbuh subur di masyarakat karena tidak sedikit orang yang baru belajar agama tidak mampu menafsirkan ilmu itu dengan baik.
Kelompok teroris tersebut bahkan telah melakukan penggambaran untuk serangan tersebut.
Anak harus memahami dan menghargai diri dan lingkungan serta mengetahui konsekuensi hukum dan akibat dari kekerasan/perundungan.
Selain itu, anak-anak juga perlu dilatih untuk berani bersuara terhadap berbagai hal negatif yang dialaminya, misalnya dari tindak kekerasan.
Kasus KDRT cukup banyak dialami oleh pasangan, baik yang masih dalam status pacaran maupun menikah
Dinas Pendidikan Pemkab Sumedang bertekad Meminimalkan terjadinya kasus-kasus kekerasan terhadap anak, utamanya di lingkungan sekolah.
Saat demonstrasi hari Kamis (22/8) misalnya, korban yang sempat dievakuasi ke kampus Unisba mencapai 16 orang.
Seorang perempuan berusia 30-an menderita luka ringan tetapi tidak memerlukan perawatan apa pun.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved