Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
WAKIL Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi Partai NasDem yang juga Ketua Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) Willy Aditya menjelaskan bahwa beleid atau draft RUU TPKS tidak akan mengatur ranah seksualitas yang bersifat privat atau pribadi. Dalam sebuah acara diskusi Media DPR tentang 'Stop Kekerasan Seksual di Sekitar Kita' Willy menjelaskan bahwa RUU TPKS akan fokus mengatur tentang perlindungan terhadap korban kekerasan-kekerasan seksual.
"Khusus untuk rancangan UU ini, kita hanya mau fokus tentang kekerasan karena sejatinya kekerasan hanya step domain. Tidak boleh dalam sebuah negara hukum, kekerasan itu dimiliki, dikuasai dan di pegang oleh kelompok di luar negara. Jadi seksualitas tidak kita atur sebenarnya karena seksualitas itu adalah ekpresi yang paling optimal dari hak private," ujar Willy di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (26/11).
Willy menjelaskan, RUU TPKS akan memisahkan ranah pulik dan ranah privat. Ranah publik yang diatur dalam RUU TPKS ialah berbagai macam bentuk kekerasan seksual yang dapat menimbulkan kerugian bagi korban. Sementara seksualitas yang selama ini diperdebatkan oleh berbagai kalangan dikatakan oleh Willy hanya sebatas objek dalam RUU TPKS.
Baca juga: Menag: WNI Bisa Masuk Arab Saudi tanpa Vaksinasi Booster
"Kebetullan objeknya adalah seksualitas," ungkapnya.
Willy menyebut, untuk meloloskan RUU TPKS menjadi UU dibutuhkan sikap politik yang sama tentang cara pandang mengenai seksualitas dan kekerasan. Dengan political will yang senada maka Baleg akan segera membawa RUU TPKS ke dalam rapat pleno untuk nantinya disahkan dalam Rapat Sidang Paripurna sebagai UU hak inisiatif DPR.
"Jadi benturan sosiologisnya lebih besar, Karena kita berhadapan dengan bukan hanya dengan narasi agama tapi narasi patriarki dan peodalis itu yang lebih dominan," ungkapnya.
Setidaknya sudah ada enam poin krusial yang telah disepakati oleh fraksi-fraksi di Baleg. Terkait frasa 'Tindak Pidana' yang dijadika judul dalam RUU TPKS, Willy menjelaskan bahwa 5 fraksi telah sepakat. Sementara 3 fraksi menolak dan 1 fraksi menyatakan abstain.
"Setelah itu sistematika sudah disepakati, perlindungan menjadi bab terkhusus tapi dibelakang karena deliknya yang lebih dahulu dan kita tambahkan satu jenis kekerasan seksual," ungkapnya.
Menurut Willy, RUU TPKS memiliki keunggulan dari sisi hukum acara yang bisa digunakan oleh korban untuk memperoleh perlindungan. Berbeda dengan KUHP, dalam RUU TPKS korban sudah bisa mendapatkan perlindungan dengan minimal mengantongi 1 bukti dalam laporannya ke pihak kepolisian. Kesaksian dari korban sudah cukup untuk menjadi alat bukti kepada pihak yang berwajib.
"Kita punya hukum acara sendiri dengan satu alat bukti kalau di KUHP itu butuh 3 alat bukti dengan RUU ini kesaksian korban sudah bisa menjadi alat bukti," ungkapnya.
Willy menagetkan, RUU TPKS harus segera dibawa dalam rapat pleno secepat mungkin sebelum masa sidang berakhir pada 15 Desember. Harapannya setelah itu RUU TPKS bisa segera diparipurnakan sebagai hak inisiatif DPR.
"Target saya sebagai Ketua Panja tentu harus diplenokan secepatnya sebelum masa sidang ini selesai," ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama Peneliti Institut Sarinah Lucky Sandra Amalia menjelaskan RUU TPKS sebagai payung hukum dapat mengubah cara pandang masyarakat tentang kekerasan seksual. Korban membutuhkan peran negara untuk mengintervensi kasus-kasus kekerasan seksual yang selama ini masuk dalam ranah yang privat.
"Karena selama ini persoalan kekerasan seksual cenderung masuk ranah privat. satu-satunya elemen yang bisa masuk mengitervensi urusan privat adalah negara," tegas Sandra.
Kehadiran negara dalam melindungi korban kekerasan seksual dapat dilakukan denga mengeluarkan payung hukum yang bisa memberi jaminan keamanan dan keadilan bagi korban. Sandra juga menyebut bahwa kekerasan seksual juga menjadi salah satu faktor penghambat kemajuan pembagungan di Indonesia.
"Kekerasan seksual jadi hamabtan pembangunan di indoensia. karena perempuan salah satu sumber pembagunan," ungkapnya. (H-3)
DPR dan pemerintah tidak menyerap aspirasi semua pihak dalam membahas RUU KUHAP.
KETUA Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Bob Hasan menyatakan, pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) kemungkinan lewat dari target selama tiga bulan.
Terungkap bahwa sindikat telah menjual sedikitnya 24 bayi, bahkan beberapa di antaranya sejak masih dalam kandungan, ke luar negeri dengan harga antara Rp11 juta-Rp16 Juta.
PRESIDEN RI Prabowo Subianto membuka kesempatan rumah sakit (RS) dan klinik asing untuk berinvestasi dan membuka cabang di dalam negeri. Anggota Komisi IX DPR RI agar tidak jadi bumerang
ANGGOTA DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Nasim Khan angkat suara terkait polemik pertunjukan sound horeg yang belakangan marak dipersoalkan masyarakat.
KETUA DPR Puan Maharani menegaskan bahwa pembahasan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tak pernah ditutupi.
Aturan teknis sangat dibutuhkan agar menjadi landasan pembentukan unit pelaksana teknis daerah (UPDT).
Agar kehadiran beleid itu efektif mencegah dan menuntaskan kasus kekerasan seksual di Tanah Air
Sepanjang 2021 terdapat 3.838 kasus kekerasan berbasis gender dilaporkan langsung kepada Komnas Perempuan. Angka itu naik 80% dibandingkan tahun sebelumnya.
PKS merupakan satu-satunya pihak di DPR yang menolak pembahasan RUU PKS
RUU TPKS akan memuat aturan secara terperinci hingga ke aturan hukum beracara untuk melindungi korban kekerasan seksual.
Kemenag sedang menyusun regulasi dalam bentuk Peraturan Menteri Agama dengan mengikuti dinamika dalam penyusunan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved