WAHANA Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh meminta aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kematian gajah betina yang diperkirakan masih berusia 2 tahun, sebelumnya ditemukan dalam kondisi terluka parah terutama bagian belalainya di kawasan lokasi Replanting Sawit di Desa Alue Meuraksa, Kecamatan Teunom, Kabupaten Aceh Jaya.
Direktur Eksekutif WALHI Aceh Muhammad Nur mengatakan bahwa Pemerintah Aceh bersama Pemerintah Kabupaten terlihat tidak serius dalam melakukan perlindungan terhadap satwa kunci, terlihat hampir setiap tahun ada kematian gajah yang kena terjerat kawat yang dipasang maupun diracun.
Sedangkan Pemerintah Aceh Jaya di tahun 2019 lalu mendapatkan kuota repelanting sawit seluas 1.425 hektare yang tersebar di berbagai titik, di antaranya Desa Alue 453 Hektar, Masen dan Panter Kuyun Kecamatan Darul Hikmah – Setia Bakti 130 hektare, Desa Gampog Baroh 50 hektare, Desa Gunong Buloh 289 Hektar, Desa Ranto Saboh 287.
Baca juga: Perguruan Tinggi Diharapkan Cetak Entrepreneur Muda Berkualitas
"Luas kawasan peremajaan sawit sudah mengganggu jalur lintas Gajah hingga terancam punah satwa kunci di Aceh yang masih kaya hutan," kata Nur kepada Media Indonesia, Selasa (16/11).
Akibat kegiatan perluasan peremajaan sawit di Aceh Jaya maupun di Kabupaten lain membuktikan pemerintah pusat hingga pemerintah daerah tidak memperdulikan jalur/koridor gajah, harusnya tidak diganggu atas nama bisnis/ekonomi sektor sumberdaya alam.
"Kami minta kepada Dinas Perkebunan Aceh menghentikan sementara waktu kegiatan peremajaan sawit sampai adanya penjelasan lebih rinci terkait kawasan yang boleh digunakan untuk Replanting hingga tidak lagi menganggu habitat gajah dan species kunci lainnya di Aceh," jelasnya.
Di samping itu, pihaknya juga meminta kepada BKSDA untuk mengusut tuntas kasus matinya anak gajah yang terjerat dilokasi peremajaan sawit, hal ini tidak bisa dibiarkan begitu saja, sebab jeratan gajah ini hampir setiap tahun ditemukan, akan tetapi tidak memberikan efek jera kepada pelaku, selain itu kami meminta kepada KLHK untuk mengevaluasi capaian program TFCA terkait dengan perlindungan Gajah sumatera.
"Ketika melihat angka kematian Gajah meningkat setiap tahun menunjukan bahwa BKSDA tidak serius memberikan perlindungan terhadap Gajah Sumatra hampir punah," tegasnya.
Sebelumnya, Tim yang terdiri dari Personil BKSDA; BKPH Teunom-KPH I; CRU Aceh; PKSL (FKH-USK); serta masyarakat melakukan upaya pencarian dalam rangka penyelamatan anak gajah liar yang berdasarkan laporan dan informasi masyarakat terlihat bergerak sendiri (terpisah dari rombongan) dengan kondisi terluka di bagian belalai dan terlihat sisa jerat yang masih menempel di bagian belalai yang terluka di wilayah Desa Alue Meuraksa, Kecamatan Teunom, Kabupaten Aceh Jaya, Minggu (14/11).
Baca juga: Waspada! Terjadi Peningkatan Kasus Covid-19 di 37 Kabupaten/Kota
Kepala BKSDA Aceh Agus Arianto menyebut tim berhasil menemukan anak gajah liar tersebut dan melakukan upaya pembiusan untuk dapat dilakukan penanganan medis dan pelepasan jerat yang masih menempel di belalainya.
"Berdasarkan hasil observasi tim medis diketahui bahwa anak gajah liar dengan jenis kelamin betina berusia sekitar 1 tahun mengalami luka serius akibat terkena jerat pada bagian tengah belalainya yang diperkirakan luka tersebut sudah berlangsung lama," jelasnya.
Berdasarkan pertimbangan tim medis bahwa anak gajah liar perlu mendapatkan perawatan medis lanjutan dan harus dievakuasi ke PLG Saree, Aceh Besar.
"Saat ini proses evakuasi sedang berjalan. BKSDA Aceh mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu upaya penyelamatan anak gajah sumatera tersebut," lanjutnya.
Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu jenis satwa liar dilindungi di Indonesia. Berdasarkan The IUCN Red List of Threatened Species, satwa yang hanya ditemukan di Pulau Sumatera ini berstatus Critically Endangered atau spesies yang terancam kritis, berisiko tinggi untuk punah di alam liar.
Oleh karena itu, BKSDA Aceh menghimbau kepada seluruh lapisan masyarakat untuk bersama-sama menjaga kelestarian alam khususnya satwa liar gajah Sumatera dengan cara tidak merusak hutan yang merupakan habitat berbagai jenis satwa, serta tidak menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup ataupun mati.
"Juga tidak memasang jerat ataupun racun yang dapat menyebabkan kematian satwa liar dilindungi yang dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," pungkasnya. (H-3)