Headline
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
DIRJEN Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Laksmi Dewanthi menyatakan carbon pricing atau nilai ekonomi karbon (NEK) dapat menjadi insentif untuk pencapaian NDC.
"Carbon pricing diharapkan mendukung instrumen lain yang juga dilakukan seperti pengendalian kebakaran hutan, pencegahan deforestasi dan degradasi, atau transisi teknologi untuk mewujudkan energi baru terbarukan," katanya dalam keterangan resmi, Rabu (3/11).
Laksmi menjelaskan Perpres Nilai Ekonomi Karbon ditujukan untuk pasar domestik maupun internasional. Jika perdagangan karbon terjadi antara dua entitas di dalam negeri, maka perhitungan pengurangan emisi GRK yang dicapai akan tetap diperhitungkan sebagai kontribusi Indonesia.
Adanya regulasi pasar karbon membuka peluang Indonesia untuk menerima pendanaan yang lebih luas dalam pengendalian perubahan iklim.
Duta Besar Indonesia untuk Jerman Arief Havas Oegroseno menyerukan agar dunia iInternasional mau mewujudkan penetapan harga karbon yang adil bagi negara-negara pemilik cadangan karbon.
Havas mengungkapkan pengalaman yang dialami sebuah Negara di Afrika dimana cadangan karbonnya hanya ditawar sangat rendah dengan harga 2 dolar AS per ton. "Kalau harga segitu sama dengan kolonialisasi," cetusnya.
Director Environment and Natural Resources Global Practice World Bank Benoit Bosquet mengapresiasi capaian Indonesia yang kini meregulasi carbon pricing.
Dia mengungkapkan bahwa berdasarkan laporan terbaru World Bank penggalangan dana yang bisa dihasilkan dari carbon pricing bisa mencapai US$53 miliar (setara dengan Rp758,9 triliun) pada 2020. "Dana tersebut bisa dimanfaatkan untuk investasi hijau," kata Benoit Bosquet.
Dia pun mengingatkan carbon pricing tidak bisa bekerja sendirian untuk mencapai pengurangan emisi. Carbon pricing perlu didukung dengan kebijakan yang kuat, akuntabilitas dan transparan.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo baru saja menandatangani Peraturan Presiden No. 98 tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon yang didalamnya juga mengatur tentang pasar karbon.
Ketentuan itu diyakini bisa mendukung pencapaian target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) di Indonesia sebagaimana tercantum dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) untuk pengendalian perubahan iklim.
"Dengan adanya ketentuan tentang carbon pricing, maka hal ini akan semakin mempermudah pencapaian NDC Indonesia," kata Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan pada sesi panel diskusi di Paviliun Indonesia dalam Konferensi Perubahan Iklim COP26 di Glasgow, Skotlandia, Selasa 2 November 2021.
Dalam dokumen pembaruan NDC yang telah disampaikan pada UNFCCC pada Juli 2021, Indonesia berkomitmen untuk mencapai pengurangan emisi GRK sebanyak 41% pada tahun 2030 dengan dukungan Internasional.
Selain itu, Indonesia juga berkomitmen untuk mencapai Net-Zero Emission pada tahun 2060 atau lebih cepat seperti tercantum dalam dokumen Long-Term Strategies for Low Carbon and Climate Resilience 2050 (LTS-LCCR 2050).
Berdasarkan perhitungan LTS-LCCR 2050, Indonesia mampu mengurangi emisi hingga 50% dari kondisi business-as-usual, terutama dengan dukungan Internasional.
Perpres Nilai Ekonomi Karbon diharapkan bisa menggerakan lebih banyak pembiayaan dan investasi hijau yang berdampak pada pengurangan emisi GRK.
Dalam Perpres Nilai Ekonomi karbon ada beberapa mekanisme perdagangan karbon yang diatur, yaitu perdagangan antara dua pelaku usaha melalui skema cap and trade, pengimbangan emisi melalui skema carbon off set, pembayaran berbasis kinerja (result based payment), dan pungutan atas karbon, serta kombinasi dari skema yang ada. (H-2)
Fenomena Hujan Carnian atau Carnian Pluvial Episode (CPE) adalah sebuah peristiwa geologis yang terjadi sekitar 232 juta tahun lalu pada periode Trias Akhir
Lewat REDD+ dan GREEN for Riau ini, pemerintah bersama jajaran pemangku kepentingan akan bekerja sama dalam menekan dan menurunkan emisi karbon.
Penerapan sistem informasi berbasis teknologi seperti SSIINas ini dapat memberikan kemudahan bagi sektor industri untuk melaporkan data emisinya secara terintegrasi.
SKK Migas mencatat Indonesia memiliki cadangan gas terbukti sebesar 54,76 Trilliun Standard Cubic Feet (TSCF).
SEKITAR 18 juta kebun sawit di Indonesia saat ini dapat memproduksi palm oil mill effluent (POME) sekitar 910 ribu ton atau setara 36 juta tCO2eq emisi gas rumah kaca.
Indonesia tertinggal dalam mitigasi gas rumah kaca (GRK) kendaraan bermotor. Ketertinggalan itu mencakup tidak diaturnya standar karbon kendaraan dan elektrifikasi kendaraan bermotor.
Dengan cara mengurangi emisi gas rumah kaca, beradaptasi perubahan iklim, dan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
Perubahan iklim ditandai dengan naiknya suhu rata-rata, pola hujan tidak menentu, serta kelembaban tinggi memicu ledakan populasi hama seperti Helopeltis spp (serangga penghisap/kepik)
PEMERINTAH Indonesia menegaskan komitmennya dalam mempercepat mitigasi perubahan iklim melalui dukungan pendanaan dari Green Climate Fund (GCF).
Indonesia, dengan proposal bertajuk REDD+ Results-Based Payment (RBP) untuk Periode 2014-2016 telah menerima dana dari Green Climate Fund (GCF) sebesar US$103,8 juta.
Periset Pusat Riset Hortikultura BRIN Fahminuddin Agus menyatakan lahan gambut merupakan salah satu penyumbang emisi karbon terbesar, terutama jika tidak dikelola dengan baik.
Studi Nature ungkap pemanasan global tingkatkan fotosintesis darat, tapi lemahkan produktivitas laut. Hal itu berdampak pada iklim dan rantai makanan global.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved