Headline
Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.
Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.
Isu parkir berkaitan dengan lalu lintas dan ketertiban kota.
PENYINTAS kanker anak yang sudah menjalani pengobatan selama 2-5 tahunm dan berusia antara 10-24 tahun. Penyintas kanker anak kerap mengalami krisis identitas saat memasuki masa remaja.
"Penelitian menunjukkan bahwa penyakit kronis dapat memengaruhi pembentukan identitas secara negatif. Orangtua harus aware jika anaknya yang seorang penyintas kanker mengalami krisis identitas," kata psikolog Nelly Hursepuny dari RS Kanker Dharmais pada keterangan kepada pers, Rabu (27/10).
"Meski tidak diungkapkan, krisis identitas pada penyintas kanker ditandai dengan banyaknya pertanyaan dalam dirinya. Misalnya, selalu bertanya 'siapa saya?'" jelas Nelly.
Mereka bingung bagaimana menghadapi selanjutnya setelah menjadi penyintas. Dengan perubahan fisik setelah pengobatan, pasti ada pikiran.
"'Apakah saya masih bisa bermanfaat?”, “Apakah saya bisa memiliki banyak teman?” dan lain-lain. Intinya, selalu ada konflik batin dan mempertanyakan arti dan tujuan hidup," tutur Nelly.
Pengobatan kanker membutuhkan waktu lama yang akan membawa dampak nyata secara fisik. Beberapa perubahan fisik sebagai dampak terapi jangka panjang baik itu pembedahan, kemoterapi, dan radiasi di antaranya moonface atau wajah bulat karena terlalu banyak obat dari golongan steroid.
"Kadang, penyintas kanker juga kehilangan anggota tubuh karena amputasi yang menyebabkan keacacatan seumur hidup," ucap Nelly.
“Hambatan fisik ini membuat remaja penyintas kanker merasa ragu, saat kembali ke sekolah apakah ada yang mau menjadi teman saya. Apalagi saya tidak menarik lagi, tubuh dan wajah semua berubah," katanya.
"Akhirnya ada konflik batin karena malu, lebih banyak di rumah, dan tidak banyak melakukan kegiatan dan anak atau remaja akan bingung akan melakukan apa, dan tujuan hidupnya,” jelas Nelly.
Kenapa krisis identitas bisa terjadi? Menurut Nelly, secara umum, kondisi berikut ini menjadi penyebab krisis identitas pada penyintas kanker. Pertama, ada paradoks identitas saat transisi menjadi seorang “penyitas”.
Kedua,perasaan terisolasi merasa ditinggalkan dari kehidupan normal karena lama di rumah sakit dan lama menjalani pengobatan.
Ketiga, keterampilan interpersonal kurang berkembang. Keempat, efek samping pengobatan yang mengubah penampilan. Kelima, hilang percaya diri dan merasa cemas kembali ke sekolah, dan kelima, ketakutan persisten akan kekambuhan.
Menurut Nelly, usia saat terdiagnosis kanker tidak memengaruhi terjadinya krisis identitas. Lingkungan dan orangtua lebih berperan menghadirkan pola pikir anak penyintas kanker.
“Orangtua penyintas perlu tahu saat remaja mengalami krisis identitas, dan mampu melepaskan semua beban yang tertahan di pikiran dan perasaan saat berlalih menjadi seorang penyintas,” jelas Nelly.
Orangtua bisa mengembalikan krisis percaya diri remaja penyintas dengan memasukkannya ke komunitas penyintas untuk membantunya melihat persepktif lain dan belajar dari pengalaman sesama penyinas.
"Selain itu membantu remaja menemukan hal yang disukainya, tidak memaksakan keinginan orangtua dengan membiasakan mengambil keputusan bersama," paparnya.
Komunikasi dua arah, lanjut Nelly, sangat penting. Dengan dukungan penuh dari orangtua, penyintas kanker tidak harus mengalami krisis identitas. (Nik/OL-09)
Kiita Sehat akan memperkuat kemampuan Indonesia dalam mencegah, mendeteksi, dan merespons penyakit menular serta keadaan darurat pada manusia dan hewan.
program cek kesehatan gratis (CKG) bagi siswa yang digelar serentak pada Senin (4/8), dinilai sebagai langkah positif untuk memperkuat fondasi kesehatan nasional,
Salah satu ciri kulit terlalu sering dieksfoliasi adalah kulit terasa seperti tertarik setelah mencuci muka.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan bahwa 29% remaja usia 10–19 tahun di Indonesia mengalami gejala gangguan kesehatan mental.
Justin Timberlake mengungkap diagnosis penyakit Lyme yang dideritanya. Sang istri, Jessica Biel, disebut menjadi pendukung utama dalam proses pemulihannya.
Penelitian Universitas Negeri Ohio ungkap warga yang tinggal dekat laut punya harapan hidup lebih panjang. Faktor lingkungan dan sosial jadi kunci utama.
Anak-anak diajak menyelami berbagai skenario nyata di dunia digital, mulai dari cyberbullying, akun palsu, konten hoaks berbasis AI, hingga pentingnya menjaga privasi dan jejak digital.
Orangtua perlu membangun komunikasi dalam diskusi yang terbuka, tidak menghakimi, dan tidak langsung marah saat mengetahui anak mencoba merokok.
Anak-anak yang mengalami kondisi medis berat ini akan dipindahkan ke luar Gaza.
KEMENTERIAN Kesehatan Gaza melaporkan bahwa sebanyak 18.592 anak Palestina telah tewas akibat serangan militer Israel sejak 7 Oktober 2023.
Batuk pilek yang berulang selain mengganggu perkembangan anak, kondisi ini juga bisa menjadi indikasi adanya masalah kesehatan lain jika tidak ditangani dengan baik.
Paparan polusi udara berisiko menyebabkan asma, ISPA, penyakit kardiovaskular, penyakit paru sampai dengan resisten insulin pada kelompok usia muda seperti anak-anak dan remaja.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved