PERUBAHAN perilaku bukan sekadar penerapan protokol kesehatan seperti menjaga jarak dan memakai masker. Lebih dari itu, bagaimana masyarakat membangun rekayasa sosial sehingga terjadi dan terbentuk perubahan perilaku.
Menurut Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan Covid-19 Sonny Harry B. Harmadi dalam perubahan perilaku, terdapat dua hal yang penting, yakni kontrol individu dan kontrol eksternal. "Kontrol internal itu tidak cukup. Jadi harus ada kontrol ekstenal. Dalam teori konformitas, seorang yang patuh ketika dalam komunitas yang tidak patuh, dia akan ikut tidak patuh. Tapi seorang yang tidak patuh dan dia masuk di komunitas yang patuh, dia akan ikut patuh," kata Sonny dalam webinar yang diselenggarakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jumat (3/9).
Untuk itu, pemerintah melakukan intervensi perubahan perilaku dalam keluarga dan komunitas dalam menghadapi pandemi covid-19. Pasalnya, sangat penting untuk membangun kesamaan persepsi mengenai norma baru yang harus dilaksanakan di kelompok masyarakat.
Selain itu, pemerintah juga menyisipkan ajaran perubahan perilaku kepada pemimpin dan tokoh-tokoh masyarakat. Dengan demikian diharapkan nilai-nilai perubahan perilaku dapat dilihat dan ditiru oleh masyarakat luas.
Hal tersebut dikatakan Sonny efektif dilakukan, salah satunya di daerah Bangkalan. Ia mengungkapkan, pihaknya membuat program Compok Sehat, di mana masyarakat yang tidak mau dites covid-19 dimasukan ke shelter yang ada di dalam pesantren. Shelter tersebut kemudian terhubung dengan puskesmas setempat.
"Strategi itu lumayan efektif. Masyarakat yang tadinya memakai masker hanya 18% naik menjadi 53% dalam waktu 2 minggu. Dan naik lagi menjadi 80% dalam waktu satu bulan. Terjadi percepatan yang luar biasa dalam perubahan perilaku," ucap dia.(H-1)