Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai, status gizi masyarakat indonesia dapat ditingkatkan melalui transformasi kebijakan pangan. Adapun, transformasi tersebut perlu mempertimbangkan aspek mutu, keterjangkauan, keragaman, maupun keberlanjutan yang berfokus pada konsumen dan keberlanjutan sektor pertanian.
“Ketika pertanian domestik masih menghadapi banyak tantangan, di saat yang bersamaan impor pangan pun dibatasi. Akhirnya, pilihan dan akses kepada makanan yang terjangkau, bernutrisi dan berkualitas bagi masyarakat Indonesia menjadi terbatas. Padahal, beberapa studi dari FAO dan OECD menunjukkan impor pangan secara strategis dapat menurunkan harga pangan dan meningkatkan indikator nutrisi, mendekati target 2024 Indonesia,” ujar Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta dalam keterangan resmi, Kamis (25/8).
Adapun, Indonesia sudah menunjukkan kemajuan signifikan dalam meningkatkan status gizi. Prevalensi undernourishment berkurang dari 19,7% di tahun 1990 menjadi 7,6% di tahun 2019. Stunting untuk anak usia di bawah 5 tahun pun berkurang dari 42,4% di 2000 menjadi 27,7% di 2018.
Baca juga: Kemenag Dukung Sinergi Akselerasi Pengembangan Industri Halal
Namun, pandemi covid-19 memutarbalikkan kemajuan ini dan mengakibatkan prevalensi undernourishment naik kembali menjadi 8,6%. Stunting juga diperkirakan meningkat menjadi 32%.
Tiga beban malnutrisi, yaitu underweight, obesitas, dan defisiensi mikronutrien juga masih menjadi masalah besar, terutama karena makanan bernutrisi masih tidak terjangkau bagi kebanyakan masyarakat. Tantangan ini memanggil kita untuk menguatkan upaya menjaga dan meningkatkan nutrisi masyarakat Indonesia.
Saat ini pangan di Indonesia termasuk mahal. Padahal pengeluaran rata-rata rumah tangga untuk makanan mencapai 56% dari pengeluaran mereka. Bahkan, hampir sepertiga rumah tangga mengeluarkan lebih dari 65% untuk makanan, itu baru untuk pemenuhan kebutuhan kalori tanpa mempertimbangkan nilai nutrisi.
“Kenyataannya, konsumsi pangan masyarakat Indonesia masih didominasi oleh karbohidrat dan semakin banyak makanan hasil ultraproses. Konsumsi buah, sayuran dan protein hewani masih rendah. Artinya walaupun kenyang, nutrisi optimal yang dibutuhkan masih belum terpenuhi,” imbuh Felippa.
Baca juga:Permudah Pengadaan di Sekolah, Kemendikbudristek Luncurkan SIPLah
Ia menyatakan, menu yang lebih beragam memang cenderung lebih mahal. World Food Programme memperkirakan satu keluarga dengan empat anggota akan membutuhkan nutrisi seharga Rp1,2 juta per bulan. Dengan estimasi ini, 38% rumah tangga Indonesia tidak mampu membeli makanan yang bernutrisi. Persentase ini lebih besar lagi di Papua (48%), Maluku (56%), dan Nusa Tenggara Timur (68%). Hal ini menggambarkan ketimpangan nutrisi secara regional.
Besarnya porsi pengeluaran untuk makanan mengakibatkan masyarakat Indonesia rentan terhadap fluktuasi harga maupun penurunan pendapatan, seperti yang terjadi selama pandemi Covid-19. Walau harga pangan di Indonesia relatif stabil selama pandemi, masyarakat yang kehilangan pendapatan akhirnya harus mengurangi makanan atau mengubah pola konsumsi ke makanan yang lebih murah dan mengenyangkan, walau tidak bernutrisi.
Survei Bank Dunia menunjukkan di bulan Maret 2021 menunjukkan 22% rumah tangga Indonesia mengalami kerawanan pangan, dan 27% mengurangi makanannya. Hal ini berpotensi membawa dampak jangka panjang pada kesehatan dan perkembangan masyarakat.
“Keterjangkauan makanan bernutrisi perlu menjadi prioritas pemerintah selama dan sesudah pandemi covid-19, baik melalui penurunan harga maupun peningkatan daya beli,” ungkapnya.
Selama ini, swasembada pangan dijadikan tujuan utama sektor pertanian Indonesia dan diwujudkan lewat upaya-upaya untuk memenuhi kebutuhan lewat produksi dalam negeri. Padahal, swasembada bisa dicapai bukan dengan pembatasan pangan dan nutrisi, melainkan dengan peningkatan produksi melalui intensifikasi dan perbaikan produktivitas. Pertanian dan rantai pasok pangan perlu dimodernisasi dengan inovasi, teknologi dan mekanisasi.
Penelitian CIPS menunjukkan mekanisasi dapat meningkatkan produktivitas hingga 16%, dan juga mengurangi food loss and waste. Kementerian Pertanian maupun dinas pertanian setempat dapat bekerja sama dengan pihak swasta dan masyarakat untuk terus mendorong peningkatan kapasitas dan produktivitas pertanian.
Selain itu, pemerintah perlu mendukung diversifikasi pangan yang bernutrisi. Program pertanian perlu beranjak dari fokus ke beberapa komoditas tertentu saja, ke penggiatan produksi ragam pangan sesuai dengan karakteristik dan keunggulan daerah maupun petani. Meningkatnya keragam makanan yang terjangkau dapat menjadi dasar untuk mendorong pola konsumsi masyarakat menuju diet yang lebih bernutrisi. (H-3)
WAKIL Gubernur Sulawesi Tengah, Reny A Lamadjido menyampaikan keprihatinannya atas masih tingginya angka stunting, meski ekonomi daerah menunjukkan tren positif.
Dengan harga telur berkisar Rp25.000–Rp30.000 per kilogram (sekitar 15–17 butir), sebenarnya sudah bisa memenuhi kebutuhan protein anak selama satu minggu.
ASRP berfokus pada optimalisasi 1.000 hari pertama kehidupan bagi anak usia 0–23 bulan di wilayah perkotaan dan perdesaan, salah satunya di Kota Bogor, Jawa Barat.
bila dibandingkan tahun 2024 dengan 2023 maka stunting berhasil diturunkan dari 4,8 juta menjadi 4,4 juta atau berhasil menurun 357.705 balita.
DISPARITAS prevalensi stunting antara provinsi masih sangat besar. Provinsi Bali menjadi provinsi terbaik dalam hal penurunan stunting, bahkan jauh di bawah angka nasional.
PREVALENSI stunting pada kelompok Kuintil 1 (Q1) atau yang relatif miskin jauh lebih tinggi, sekitar 26%. Sementara di kelompok Kuintil 5 (Q5) atau kelompok yang relatif lebih kaya hanya 13%.
AWAL April 2025, Bank Dunia melalui Macro Poverty Outlook menyebutkan pada tahun 2024 lebih dari 60,3% penduduk Indonesia atau setara dengan 171,8 juta jiwa hidup di bawah garis kemiskinan.
Di balik status Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah ke atas, Bank Dunia mengungkapkan fakta mencengangkan: 60,3% dari total populasi Indonesia hidup dalam garis kemiskinan
Indonesia diproyeksikan hanya memiliki pertumbuan ekonomi rata-rata 4,8% hingga 2027. Adapun, rinciannya adalah 4,7% pada 2025, 4,8% pada 2026, dan 5% pada 2027.
Reformasi struktural untuk mempercepat pertumbuhan produktivitas, di samping kehati-hatian fiskal dan moneter, merupakan kunci untuk memajukan agenda pertumbuhan pemerintah.
Pengurusan izin usaha di Tanah Air masih membutuhkan waktu hingga 65 hari. Berbeda jauh dengan negara-negara maju dalam memproses izin bisnis.
Bank Dunia (World Bank) mengungkapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tercatat sebesar 5,03% pada 2024 mencerminkan pertumbuhan yang stabil.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved