Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Proyeksi Bank Dunia, Pertumbuhan Indonesia Rata-Rata 4,8% hingga 2027

Mirza Andreas
28/4/2025 02:56
Proyeksi Bank Dunia, Pertumbuhan Indonesia Rata-Rata 4,8% hingga 2027
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal (JICT), Tanjung Priok, Jakarta. Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata 4,8% hingga 2027, dengan rincian proyeksi pertumbuhan 4,7% pada 2025, 4,8% pada(MI/Usman Iskandar)

BANK Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata 4,8% hingga 2027, dengan rincian proyeksi pertumbuhan 4,7% pada 2025, 4,8% pada 2026, dan 5% pada 2027.

"Pertumbuhan diproyeksikan mencapai rata-rata 4,8% hingga 2027, tetapi ketidakpastian dalam kebijakan perdagangan dapat memengaruhi investasi dan pertumbuhan," kata Bank Dunia dalam laporan Macro Poverty Outlook, Minggu (27/4).

Menurut Bank Dunia, pertumbuhan Indonesia tetap tangguh, kemiskinan dan pengangguran menurun, tetapi penciptaan lapangan kerja kelas menengah tertinggal. Ketidakpastian kebijakan global dan domestik memicu arus keluar portofolio yang menekan rupiah.

Karena itu, reformasi struktural untuk mempercepat pertumbuhan produktivitas, di samping kehati-hatian fiskal dan moneter, merupakan kunci untuk memajukan agenda pertumbuhan pemerintah.

Indonesia mencapai status negara berpendapatan menengah ke atas pada 2023 dan menargetkan status negara berpendapatan tinggi pada 2045. Guna mencapai tujuan itu, Indonesia harus mempercepat pertumbuhannya hingga setidaknya 6%.

Selain itu, pemerintah menargetkan pertumbuhan 8% pada 2029 melalui investasi yang lebih tinggi.

Sementara permintaan yang kuat telah mendukung kinerja ekonomi yang stabil dan menurunkan kemiskinan, percepatan pertumbuhan memerlukan penerapan reformasi struktural untuk meningkatkan potensi pertumbuhan negara dan mengurangi risiko 'overheating' berlebihan.

Dalam laporan tersebut, Bank Dunia mengungkapkan ketidakpastian atas kebijakan perdagangan global dan penurunan harga komoditas yang akan memengaruhi persyaratan perdagangan Indonesia dan kepercayaan investor.

Meskipun sulit untuk mengukur dampak dari langkah-langkah terkini karena pergeseran kebijakan yang mungkin terus terjadi, pertumbuhan diproyeksikan akan melambat menjadi rata-rata 4,8% selama 2025-2027.

Stimulus permintaan ditambah dengan reformasi yang direncanakan untuk meningkatkan kapasitas ekonomi dipandang Bank Dunia dapat mengimbangi dampak itu.

Pembentukan modal diharapkan juga meningkat secara bertahap karena investasi melalui Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) terwujud.

Bank Dunia juga menilai pertumbuhan konsumsi swasta akan tetap tangguh, dengan sedikit moderasi karena kurangnya lapangan kerja berkualitas.

Adanya permintaan yang berkelanjutan, tingkat kemiskinan, yang diukur pada garis negara berpenghasilan menengah ke bawah (LMIC), diproyeksikan turun menjadi 11,5% pada 2027.

Kesenjangan output yang positif akan memicu inflasi yang diperkirakan akan tetap berada dalam kisaran target Bank Indonesia.

Belanja diproyeksikan untuk mengakomodasi program-program prioritas baru, meningkatkan defisit fiskal menjadi 2,7% dari produk domestik bruto (PDB).

Belanja akan beralih lebih jauh ke pengeluaran sosial, termasuk Program Makanan Bergizi yang baru. Utang akan stabil pada sekitar 41% dari PDB, dengan biaya pinjaman yang lebih tinggi mendorong pembayaran bunga menjadi 19% dari total pendapatan.

Di tengah kondisi keuangan global yang terbatas dan langkah-langkah kebijakan perdagangan, defisit transaksi berjalan diproyeksikan akan melebar hingga 1,7% dari PDB pada 2027 di bawah tingkat sebelum pandemi.

Penanaman modal asing langsung akan tetap menjadi sumber utama pendanaan eksternal, yang sebagian besar diarahkan pada hilirisasi industri. Modal asing diperkirakan akan meningkat secara bertahap seiring dengan berjalannya waktu karena investor asing mencari stabilitas kebijakan yang lebih baik.

"Risiko terhadap prospek cenderung menurun. Ketidakpastian kebijakan perdagangan, harga komoditas yang lebih lemah, dan ketidakpastian kebijakan domestik dapat menimbulkan tantangan bagi pertumbuhan," ungkap Bank Dunia. (Ant/E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Mirza
Berita Lainnya