KETUA Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah menilai data pertumbuhan ekonomi sebesar 5,12% pada triwulan II 2025 tidak bisa digeneralisasi. Di sektor ritel, ada subsektor yang tumbuh, namun ada pula yang turun
Ia mencontohkan, penjualan toko skincare seperti Watson dan sektor restoran menunjukkan tren positif. Namun, kategori department store seperti Deepstore, Matahari, Sogo, dan Metro mengalami penurunan. Penjualan ritel pakaian juga turun sekitar 10% sepanjang tahun ini.
Sebaliknya, segmen F&B (makanan dan minuman) relatif stabil dengan sedikit kenaikan, sementara kategori perlengkapan olahraga mencatat pertumbuhan sekitar 10%.
"Jadi, tidak bisa dipukul rata. Ada yang tumbuh, ada yang turun pertumbuhan ritel itu," ujar Budihardjo.
Ia menjelaskan perlambatan ekonomi saat ini dipengaruhi oleh turunnya indeks kepercayaan konsumen. Situasi global yang tidak kondusif dan ketidakpastian ekonomi membuat masyarakat cenderung menahan belanja.
Fenomena rojali (rombongan jarang beli) dan rohana (rombongan hanya nanya) masih marak terlihat di pusat perbelanjaan. Banyak pengunjung ke mal hanya untuk jalan-jalan atau makan-minum tanpa berbelanja.
"Hal ini karena ada perubahan sikap konsumen yang menahan belanja. Ada juga karena lebih memilih belanja online," kata Budihardjo.
Untuk mengatasi hal tersebut, Hippindo bersama pemerintah menggencarkan program Belanja di Indonesia Saja. Kemudian, berbagai promo di pusat perbelanjaan dan usulan penurunan tarif tiket pesawat pada momen libur panjang.
"Ini supaya turis dan masyarakat lokal berbondong-bondong belanja di Indonesia. Paling tidak, bisa menahan orang untuk tidak belanja di luar negeri," jelasnya. (Ins/E-1)
capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat menjadi 5,12 persen. Itu dinilai ekonom didorong oleh investasi dan konsumsi rumah tangga
Meski konsumsi kelas atas cenderung melemah, kekuatan konsumsi secara keseluruhan banyak berasal dari sektor informal.
UNIVERSITAS Paramadina turut mempertanyakan angka pertumbuhan ekonomi Triwulan II 2025 yang diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar 5,12% (yoy).
Center of Economic and Law Studies (Celios) meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) turut mengaudit data pertumbuhan ekonomi triwulan II 2025 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS).
DATA Badan Pusat Statistik (BPS) belakangan ini dikritik dan menjadi diskursus di ruang publik. Itu karena angka-angka yang dirilis dianggap tidak mencerminkan realitas yang ada. Angka
Kebijakan ini dapat menghilangkan sejarah budaya lokal kretek di Indonesia.
Regulasi menyoal perizinan mestinya dipandang tak serumit itu jika pengambil keputusan menginginkan adanya aktivitas ekonomi yang kuat di dalam negeri.
Hippindo Inisiasi Gerakan Belanja di Indonesia Aja untuk Memperkuat Perdagangan Dalam Negeri
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved