Headline
Rakyat menengah bawah bakal kian terpinggirkan.
PENGAMAT ekonomi dari Segara Institute, Piter Abdullah, menyatakan bahwa data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyampaikan bahwa pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal II 2025 yang tumbuh tumbuh 4,97% atau lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu 4,93% merupakan data yang valid.
"Saya tidak melihat indikasi turunnya konsumsi. Leading indicator untuk konsumsi menurut saya agak bergeser, kita tidak bisa hanya melihat penjualan mobil dan semen atau penjualan ritel untuk memproyeksikan konsumsi karena gaya hidup masyarakat sudah berubah. Masyarakat kita saat ini didominasi gen milenial dan gen Z yang gaya hidup dan pola konsumsinya jauh berbeda," kata Piter saat dihubungi, Rabu (27/8).
Piter menambahkan, masyarakat Indonesia yang saat ini lebih didominasi oleh generasi milenial dan gen Z secara bertahap berubah menjadi masyarakat yang sangat digital dan hal itu ternyata membuat beberapa leading indicator menjadi tidak sepenuhnya lagi menggambarkan pola konsumsi masyarakat.
Mengomentari fenomena rombongan jarang beli (Rojali) dan rombongan hanya nanya (Rohana) yang mencerminkan terjadinya penurunan konsumsi masyarakat, Piter menegaskan bahwa fenomena tersebut bukanlah menjadi ukuran bahwa masyarakat tidak belanja atau tidak konsumsi.
"Masyarakat sekarang belanja lebih banyak secara digital, bukan ke mal, tapi tetap belanja. Masyarakat tidak banyak beli mobil tapi mobilitas meningkat, generasi milenial dan Gen Z lebih memilih jalan-jalan atau traveling. Jadi konsumsi tetap tumbuh. Itu yang mendukung pertumbuhan ekonomi kita," terang Piter.
Piter menambahkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2025 di angka 5,12% lebih didrive oleh investasi yang memang datanya kurang bisa diakses oleh kebanyakan ekonom. Pertumbuhan investasi, sambung Piter, memang mengejutkan tapi dikonfirmasikan oleh pertumbuhan impor yang sangat besar untuk barang modal dan peralatan.
"Impor memang bukan bagian dari pertumbuhan ekonomi domestik tetapi pertumbuhan impor mesin dan peralatan memberikan indikasi terjadinya investasi. Saya berpandangan pertumbuhan investasi (pertumbuhan ekonomi) 5,12% masih bisa dianggap valid dengan data-data yang disampaikan oleh BPS," tegasnya.
Sebagaimana diketahui, BPS mencatat konsumsi rumah tangga Indonesia tumbuh sebesar 4,97% secara tahunan (yoy) pada triwulan II 2025.
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh Edy Mahmud mengatakan pertumbuhan konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang utama laju ekonomi nasional yang tercatat 5,12% triwulan II tahun ini.
"Ini mengindikasikan masih kuatnya permintaan domestik," kata Edy dalam konferensi pers beberapa waktu lalu.
Kuatnya konsumsi rumah tangga, lanjutnya, mencerminkan daya beli masyarakat yang tetap terjaga di tengah perubahan pola belanja, terutama dengan maraknya transaksi daring (online).
Ia menyebutkan fenomena pergeseran dari konsumsi luring (offline) ke online kemungkinan belum banyak terungkap secara statistik karena aktivitasnya yang tidak mudah terlihat secara langsung.
"Kita hanya menyampaikan data memang konsumsinya demikian. Jadi, ada hal yang baru yang mungkin belum diungkap, adanya fenomena shifting belanja secara offline ke online," ungkapnya.
Sementara itu, salah satu warga yang berdomisili di Jakarta, Faesal, 25, menyatakan bahwa dirinya dalam beberapa tahun ke belakang ini lebih sering untuk melakukan kegiatan belanja secara online daripada offline.
"Kebanyakan beli pakaian sampai makanan-makanan viral di TikTok. Hampir tidak pernah lagi beli pakaian offline. Selain menguras fisik dan tenaga, terkadang saya lebih banyak dapat harga murah di online store dengan kualitas yang bagus," kata Faesal.
Ia menyampaikan alasannya untuk memilih belanja online juga karena saat ini setiap berbelanja ada opsi pembayaran Cash On Delivery (COD).
"Jadi semisal itu barang enggak sampai kita enggak terlalu khawatir. Mungkin dalam setahun ini saya hanya belanja online, tidak pernah langsung datang ke toko (pakaian)," tutur Faesal. (E-4)
ASOSIASI Pengusaha Indonesia (Apindo) melihat capaian pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 sebesar 5,12% memberi sinyal bahwa perekonomian Indonesia masih memiliki pondasi yang kuat.
Karena itu, insentif harus dirancang sebagai bagian dari ekosistem yang mendorong produktivitas, transfer teknologi, dan peningkatan kualitas tenaga kerja.
CHIEF Economist Permata Bank Josua Pardede mengungkapkan persoalan validitas data Badan Pusat Statistik (BPS) terkait pertumbuhan ekonomi triwulan II sebesar 5,12%.
Surplus perdagangan barang yang sudah berlangsung selama 62 bulan berturut-turut menjadi bantalan utama ketahanan ekonomi eksternal Indonesia.
BPS mengungkapkan dari jumlah 33,43 juta orang lanjut usia (lansia) di Indonesia, lebih dari separuh atau 55,21% lansia di Indonesia masih masuk ke dalam angkatan kerja.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved