Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Buka Lahan Tanpa Bakar Agroforestry Riau Bisa Cegah Karhutla

Atalya Puspa
08/7/2021 10:59
Buka Lahan Tanpa Bakar Agroforestry Riau Bisa Cegah Karhutla
Komunitas Youth Act Kalimantan mempraktikkan cara pendinginan lahan gambut terbakar di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Minggu (27/6/2021).(ANTARA/Makna Zaezar)

Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB) melalui agroforestry di Provinsi Riau bisa menjadi salah satu solusi untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Hal itu diungkapkan Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK, Laksmi Dhewanthi.

Ia mengungkapkan bahwa di Indonesia, selain faktor alam sebagai pemicu karhutla banyak disebabkan oleh manusia atau anthropogenik karena kebiasaan dan perilaku, yang didorong oleh kebutuhan akan lahan untuk pemukiman, pertanian, perkebunan. Lahan atau hutan dibuka dengan cara membakar dianggap lebih cepat, mudah dan murah.

Ia menuturkan, diperlukan solusi permanen dalam upaya mencegah karhutla, sebagaimana salah satu arahan Presiden Republik Indonesia di Istana Negara pada tanggal 22 Februari 2021 bahwa cari solusi permanen agar korporasi dan masyarakat membuka lahan dengan tidak membakar.

Baca juga: Sandiaga akan Sediakan Tabung Oksigen untuk Layanan Isoman di Hotel

“Kita harus punya cara pandang baru dimana masyarakat harus menjadi subyek aktif yang berdaya dan berperan penting dalam pengendalian karhutla, masyarakat harus diberdayakan. Kita juga harus terus mendorong bagaimana kolaborasi dan sinergitas para pemangku kepentingan di tingkat tapak bisa diwujudkan,” ungkap Laksmi dalam keterangan resmi, Kamis (8/7).

Laksmi menjelaskan, bahwa banyak contoh-contoh budidaya yang dapat mendukung dan memperkuat masyarakat desa sebagai pelaksana pengendalian karhutla di tingkat tapak, seperti budidaya jamur, perikanan, dan sistem pertanian terpadu.

Ia menilai solusi tersebut memiliki dimensi yang lebih luas, tidak hanya mempunyai dimensi ekonomi, tapi juga mempunyai dimensi sosial dan dimensi lingkungan hidup. Ketiga dimensi ini merupakan pilar pembangunan berkelanjutan yang menjadi faktor penentu keberlanjutan pembangunan yang kita lakukan.

“Banyak pilihan sistem agroforestry, yang dapat disesuaikan dengan lokasi, sumber daya, kebiasaan-kebiasaan di masyarakat setempat. Kita bisa mengembangkan pertanian, kehutanan sekaligus dengan peternakan pada saat yang bersamaan, atau hanya kombinasi satu atau dua diantaranya. Pilihan-pilihan itu dapat kita lakukan, semakin banyak kita punya banyak komponen maka ekonomi silkular akan menjadi lebih baik,” terang Laksmi.

“Kita bisa memilih agrosilvikultura, silvopastura, apikultur, silvofishery, agrosilvopastura, atau wanafarma, di mana pilihan-pilihan ini yang dapat kita sesuaikan dengan lokasi setempat. Dengan agroforestry maka kita bisa membuka atau memanfaatkan lahan tanpa memabakarnya, karena dengan cara membakar sebenarnya kita membuang sumberdaya yang masih bernilai ekonomi yang cukup tinggi,” lanjut Laksmi.

Laksmi berharap agar semua pihak bisa melaksanakan upaya pencegahan dan penanggulangan lebih baik, agar sumber daya alam dan lingkungan di sekitar kita yang menjadi tanggung jawab kita terpelihara bisa berkelanjutan untuk hidup dan kehidupan masa depan kita yang kita cita-citakan. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : HUMANIORA
Berita Lainnya