Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Bukit Algoritma Ingin Jadikan RI, Bangsa Berbasis Pengetahuan

Mediaindonesia.com
28/5/2021 13:30
Bukit Algoritma Ingin Jadikan RI, Bangsa Berbasis Pengetahuan
Chief Executive Officer (CEO) KSO (Kerja Sama Operasi) Bukit Algoritma, Budiman Sujatmiko.(FOTO ANTARA/Ismar Patrizki)

KETUA Umum Inovator 4.0 Indonesia sekaligus Chief Executive Officer (CEO) Kerja Sama Operasi (KSO) Bukit Algoritma, Budiman Sujatmiko, menilai Indonesia masih terhambat dalam mengembangkan kemandirian teknologi. 

Hal itu disebabkan karena kecanggungan bangsa Indonesia dalam memadukan Demand Readiness Level (DRL)  dan Technology Readiness Level (TRL).

“Sehingga inovasi hasil riset dan pengembangan produk dari berbagai peneliti banyak yang tidak termanfaatkan sepenuhnya atau hanya berakhir sebagai dokumen yang manfaatnya tidak dapat dirasakan oleh masyarakat atau pengguna,” kata Budiman pada keterangan pers, Jumat (28/5).

Budiman memberikan pernyataan itu dalam diskusi melaui webinar Himperindo (Himpunan Perekayasa Indonesia) bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimulyono, Kepala BPPT (Badan Pengajian & Penerapan Teknologi), Hammam Riza, dan Kepala BRIN (Badan Riset & Inovasi Nasional), Laksana Tri Handoko, Kamis (27/5).

Menurut dia, hal tersebut terjadi karena adanya permasalahan dalam proses pengembangan teknologi inovasi hasil riset yang tidak cocok dengan kesiapan pasar menyerap teknologi tersebut.

Budiman mengungkapkan, tingkat kesiapan teknologi (technology readiness level) merupakan metode pengukuran kematangan atau kesiapan dari pengembangan produk teknologi tertentu.

“Permasalahan inovasi teknologi tersebut dapat diselesaikan apabila pada tahap pengembangan teknologi dilakukan penilaian secara objektif menggunakan TRL untuk mengetahui teknologi tersebut telah siap atau belum untuk dikomersialisasikan,” papar Budiman.

Menurut dia, negara yang dinilai siap dalam merepresentasikan DRL maupun TRL adalah Amerika Serikat dan China yang masing-masing memakai pendekatan pasar dan negara. Sementara Indonesia hanya sebatas "tanam, gali, tebang dan jual". Padahal di lain pihak sekarang permintaan pasar teknologi sangat tinggi, akibatnya pasar mencari jalan yang instan dan mengandalkan impor.

"Ketika menyangkut teknologi akhirnya mencari merek yang lebih branded, karena perilaku konsumen teknologi Indonesia tidak mendukung kemandirian teknologi.
Karena masyarakat Indonesia, terutama yang di perkotaan, banyak mengejar merek dalam.berbelanja teknologi. Padahal produk teknologi dalam negeri banyak berkualitas,” ungkap Budiman.

Di lain pihak, Budiman pun mengungkapkan bahwa masyarakat kita masih minder memasarkan produk teknologinya meskipun negara-negara asing berpandangan bahwa potensi pasar teknologi bangsa ini sangat besar. 

Oleh karenanya, Budiman menjelaskan bahwa Bukit Algoritma menawarkan pengembangan teknologi rekayasa teknologi yang memadukan DRL dan TRL berbasis komunitas sebagai alternatif pendekatan pasar dan negara yang banyak dilakukan AS (Amerika Serikat), Tiongkok, dan  negara-negara maju lain.

Ia berharap dengan pendekatan DRL dan TRL berbasis komunitas ini maka dampak sosial, budaya, dan ekonomi akan lebih besar bagi kebangkitan teknologi bangsa Indonesia menuju bangsa berbasis pengetahuan (knowledge-based nation). (RO/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya