Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Dengan Bahasa Isyarat Mereka Menghafal Alquran

Ardi Teristi/H-2
25/4/2021 05:35
Dengan Bahasa Isyarat Mereka Menghafal Alquran
Ustadz Abu Kahfi menunjukkan beberapa huruf dalam bahasa isyarat huruf hijaiyah.(MI/Ardi Teristi)

KAMIS (22/4) itu, sejumlah laki-laki tampak bersantai sembari menunggu azan Asar di Rumah Tahfidz Darul A'shom di Jalan Sumatera Kayen C11 Condong Catur, Depok Sleman, DI Yogyakarta.

Saat itu jam dinding menunjukkan pukul 14.15 WIB. Sebagian santri ada yang tidur-tiduran, bermain dengan sesama santri, dan ada juga yang sedang bersih-bersih.

"Pengasuh pondok ada di sebelah," ujar salah seorang santri yang lalu mengantar Media Indonesia untuk bertemu dengan Abu Kahfi, 47, pengasuh Rumah Tahfidz Darul A'shom.

Meski ramai dengan santri, suasana justru lebih hening karena sebagian besar dari mereka rupanya penyandang tunarungu.

Abu mengatakan, Rumah Tahfidz Darul A'shom memang dikhususkan untuk penyandang tunarungu. "Santri yang diterima mendaftar hanya tunarungu. Tidak boleh berkebutuhan khusus lainnya atau kebutuhan khusus ganda. Soal biaya bisa disesuaikan kemampuan dan keikhlasan," kata dia.

Karena menyasar penyandang tunarungu, keberadaan Rumah Tahfidz Darul A'shom sontak viral di media sosial dan memantik perhatian masyarakat.

Berdiri sejak 19 September 2019, ia menuturkan, lokasi rumah tahfiz awalnya di Srandakan, Bantul, dan baru tiga bulan pindah ke Sleman. Saat ini santri di pondok tersebut berjumlah 59 orang berusia 7-30 tahun yang sebagian besar datang dari luar Yogyakarta, seperti Jawa Barat, DKI Jakarta, Lampung, Medan, hingga Riau. "Dari DIY hanya 7 orang, selebihnya dari luar," ujarnya.

Sementara itu, pengajar para santri di sana ada lima ustaz dan 1 ustaz tunarungu. Kegiatan menghafal Alquran di sana menggunakan dua cara, yaitu isyarat dan oral (gerak bibir). Untuk menghafal Alquran secara khusus, mereka sepenuhnya menggunakan metode bahasa isyarat.

Sebelum masuk pondok, santri akan dites terlebih dahulu apakah sudah memiliki kemampuan menggunakan bahasa isyarat huruf hijaiah atau belum? Jika belum, ujar Abu, ia harus belajar menghafal bahasa isyarat huruf hijaiah lebih dahulu sebelum masuk kelas hafalan Alquran.

"Kami menggunakan metode yang diajarkan di Arab dengan bahasa isyarat hijaiah. Santri tunarungu harus bisa membaca Alquran dengan bahasa isyarat huruf hijaiah tanpa harakat dan menghafalkannya," jelasnya.

Berdasarkan kemampuannya, santri dibagi menjadi empat kelompok, yaitu dari kelas Ali, Usman, Umar, dan Abu Bakar.

Dalam waktu 7 tahun, imbuhnya, para santri seharusnya bisa menghafalkan Alquran. Namun, itu bisa lebih cepat atau lebih lambat, semua tergantung kemampuan santri.

"Usaha tunarungu menghafalkan 2 juz Alquran sama dengan usaha orang biasa menghafalkan 5 juz Alquran. Mereka harus lebih sabar dan giat," kata dia. (Ardi Teristi/H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya